Kunjungi Geleri, Ketua dan Pansek PA Nunukan Menapaktilasi Sejarah PA
KPA Nunukan Saat Berada di Salah Sudut Ruang Galeri
Nunukan | pa-nunukan.go.id
Ketika kita memasuki kampus Politeknik Keselamatan Tranportasi Jalan (POLTRAN), yang terletak di Kota Tegal, tidak jauh dari stasiun kereta api, maka di pintu masuk salah satu gedung akan terbaca tulisan besar berbunyi: “SEMUA ORANG BISA MEMBACA SEJARAH. SEMUA ORANG BISA MEMBUAT SEJARAH.”
Sepintas bunyi tulisan dalam slogan ini biasa-biasa saja; tidak ada yang istimewa. Siapa saja tentu dapat membaca buku-buku sejarah yang ditulis para sejarawan. Siapa saja tentu dapat membuat sejarah dengan menuliskan kisah perjalanan hidupnya.
Tetapi tentu tulisan tersebut sengaja dipajang dengan suatu maksud agar mahasiswa POLTRAN dapat membaca sekaligus membuat sejarah. Menjadikan diri mereka kelak berguna bagi orang lain berarti mereka telah berhasil “membaca” dan “membuat” sejarah dalam hidupnya.
Seperti kita ketahui, banyak sudah sejarah yang dibuat oleh orang-orang terdahulu sehingga mereka layak disebut sebagai “tokoh”, “pendiri”, “perintis”, bahkan “pahlawan”.
Menapaktilasi sejarah tokoh, pendiri, perintis, bahkan pahlawan perjalanan sejarah PA selama 131 tahun, Jum’at (15/3), KPA dan Pansek PA Nunukan berkesempatan mengunjungi “Galeri 130 Tahun Peradilan Agama.”
Galeri yang digagas oleh mantan Dirjen Badilag Wahyu Widana ini terletak di lantai 6 Gedung Sekretariat Mahkamah Agung R.I., Jl. Jend. Ahmad Yani, Kavling 58, Jakarta Pusat.
Sejak di-launching pada “Peringatan Milad 130 Badan Peradilan Agama,” 1 Agustus 2012 lalu, sudah banyak tamu dari luar dan dalam negeri yang berkunjung ke sini, termasuk KPTA dan KPA.
Prasasti Peringatan 130 Tahun Peradilan Agama 1882-2012 di Galeri Badilag
Maka timbul pula keinginan KPA Nunukan satu waktu bisa berkunjung ke “Geleri Badilag” ini. Karenanya begitu memasuki pintu “Geleri Badilag” muncul perasaan senang karena harapan telah menjadi kenyataan.
Geleri yang menampilkan benda-benda bersejarah dari Ditjen Badilag maupun PA seluruh Indonesia dari masa ke masa ini sangat estetik dan artistik. Dengan tata letak ruang dan pencahayaan lampu secukupnya tampak bahwa Geleri ini di-design oleh designer interior berpengalaman.
Tampak deretan foto-foto tokoh pembuat sejarah PA lengkap terpampang di dinding Geleri. Baik yang masih aktif maupun yang sudah pensiun. Mulai dari Waka MA-RI, Tuada Uldilag, Hakim Agung PA, mantan Sekretaris MA, Dirjen Badilag dan para Direktur, hingga pejabat Eselon II Ditjen Badilag.
Semuanya dapat dilihat di sini, sembari mengenang kembali sejarah perjuangan tokoh-tokoh tersebut membumikan peradilan agama di Indonesia.
Di sini juga ada foto-foto Ketua Mahkamah Agung R.I. sejak satu atap yang dapat dilihat pengunjung. Di samping banner-banner yang pernah dibuat Ditjen Badilag pada waktu masih berada di bawah Depag (sekarang Kemenag), seperti banner “Prosedur Berperkara” yang terkenal di PA itu.
Buku-buku seputar PA baik tentang sejarah maupun hukum acara/hukum meteriil yang terpajang rapi dalam etalase kaca; tulisan tangan putusan; teropong bintang; mesin ketik lawas; prasasti, plakat; dan lain-lain benda bernilai sejarah juga dapat disaksikan di sini.
Bahkan buku-buku terbaru yang diterbitkan Ditjen Badilag dalam rangka “Peringatan Milad 130 Badan Peradilan Agama,” juga dapat kita lihat di sini.
Teringat kembali masa lalu ketika KPA Nunukan mulai bertugas di PA Tarakan tahun 1993. Mesin ketik lawas seperti yang dipajang di Geleri inilah yang biasa KPA gunakan ketika mengetik putusan dengan melapisi karbon di antara kertas ketik.
Foto-foto Hakim Agung PA dan Salah Satu Sudut Ruang Galeri Badilag
Dengan adanya Geleri ini, maka tentu saja diharapkan warga PA dapat melestarikan dan tidak melupakan sejarah masa lalunya. Bukankah bangsa yang besar itu adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa para pahlawannya (pendahulunya).
Slogan di kampus POLTRAN, Tegal, berbunyi “setiap orang bisa membaca sejarah; setiap orang bisa membuat sejarah,” harus tertanam kuat dalam diri setiap warga peradilan agama.
Sehingga ke depan bunyi slogan “Dari Serambi Masjid ke Serambi Dunia,” dapat menjadi kenyataan. Bukan hanya isapan jempol semata. Semoga!
(Tim Redaksi jurindomal pa-nnk)