Ketua MS Aceh : Tidak ada Fidyah Bagi Yang Meninggalkan Shalat

Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Memasuki hari kedua ibadah puasa pada bulan Ramadhan ini, pelaksanaan ceramah agama ba’da shalat Zuhur dilakukan dalam bentuk tanya jawab. Yang bertindak sebagai nara sumber adalah Ketua MS Aceh H. Idris Mahmudy. Ada beberapa orang penanya pada kesempatan kali ini, yaitu Rusli, Abdul Muin A. Kadir, Munzir dan Abdul Muin.
Rusli menanyakan setentang fadilah shalat tarawih yang biasa disebut oleh petugas sebelum shalat tarawih. Misalnya hari pertama mendapat pahala 10 kali lipat dan lain sebagainya. Atas pertanyaan tersebut, Ketua memberikan jawaban bahwa fadilah shalat tarawih sebagaimana yang disampaikan tersebut bersumber kepada hadits yang tidak sahih, bahkan hadits dhaif. Namun demikian, untuk bergairah melaksanakan shalat tarawih boleh saja disampaikan.
Pertanyaan yang diajukan oleh Abdul Muin A. Kadir atau yang biasa disapa dengan Amka adalah setentang fidyah bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat. Menurut Abul Muin A. Kadir, beliau pernah menyaksikan pemberian fidyah kepada Ustadz (Tengku) oleh seseorang sehubungan keluarganya yang baru saja meninggal sering meninggalkan shalat.
Menanggapi pertanyaan dari Abdul Muin A. Kadir tersebut, Ketua memberikan jawaban bahwa tidak ada fidyah bagi orang yang meninggalkan shalat, sebab bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah dosa besar dan kufur. “Hanya Imam Subuki yang berpendapat boleh fidyah bagi orang yang meninggalkan shalat,” tandas Ketua.
Dijelaskannya lebih lanjut, bahwa hanya shalat yang tidak boleh ditinggalkan selama fikiran masih waras. Shalat dapat dilaksanakan dalam keadaan bagaimanapun sesuai dengan kondisi kesehatan seseorang. “Yang penting jangan tinggalkan shalat,” urai Ketua mengingatkan.
Pertanyaan selanjutnya berasal dari H. Munzir yang menanyakan tentang aqiqah. Apakah boleh aqiqah dilaksanakan setelah usia dewasa? Pertanyaan tersebut diajukan Munzir mengingat tidak selamanya seseorang ada rezeki untuk melaksanakan aqiqah terhadap anaknya yang baru lahir.
Ketua dalam jawabannya menyampaikan bahwa aqiqah adalah termasuk ibadah sosial dan hukumnya menyesuaikan dengan keadaan. “Sebaiknya aqiqah itu dilaksanakan sewaktu anak masih berumur 7 hari, tetapi apabila keadaan tidak memungkinkan dapat dilaksanakan ketika anak sudah dewasa,” kata Ketua. Aqiqah untuk anak laki-laki berupa kambing 2 ekor dan untuk anak perempuan adalah kambing 1 ekor.
Pertanyaan terakhir datang dari Abdul Muin yang menanyakan tentang hukum pakai jenggot. “Apa hukum pakai jenggot,” tanya Abdul Muin yang disambut tawa oleh jama’ah.
Atas pertanyaan tersebut Ketua menjelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw pakai kumis dan jenggot serta terawat dengan rapi, akan tetapi tidak semua yang dilaksanakan Nabi harus diikuti. “Memakai jenggot hukumnya mubah,” kata Ketua menerangkan.
Ketua meminta kepada pegawai MS Aceh yang pakai jenggot supaya dirawat dengan baik sehingga nampak rapi dan bersih. “Wakil Ketua pakai jenggot dan terawat dengan rapi,” kata Ketua mencontohkan.
Ceramah agama dalam bentuk diskusi tersebut mendapat perhatian dari jama’ah. Salah seorang jama’ah H. Syamsikar yang juga adalah Panitera/Sekretaris merasa senang dengan ceramah agama dalam bentuk diskusi untuk menambah wawasan. “Senang rasanya mengikuti ceramah dalam bentuk diskusi ini,” ujar H. Syamsikar.
(AHP)