Ketua MS Aceh Sosialisasikan Sistem Perbankan Syari’ah
Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Ketua MS Aceh dan Ketua PTA seluruh Indonesia baru saja mengikuti Workshop Implementasi dan Perkembangan Sistem Perbankan Syari’ah di Museum Bank Indonesia Jakarta. Workshop yang dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Maret 2013, tersebut adalah wujud kerja sama antara MA dengan Bank Indonesia untuk meningkatkan pemahaman tentang ekonomi syari’ah dan sebagai informasi perkembangan perbankan syari’ah.
Pada hari Senin tanggal 25 Maret 2013, Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Dr. H. Idris Mahmudy, SH. MH melakukan sosialisasi workshop tersebut kepada Hakim Tinggi dan pegawai lainnya dengan mengambil tempat di ruang rapat pimpinan.
Dalam penyampaiannya, Ketua menjelaskan bahwa rombongan yang terdiri dari Ketua MS Aceh dan Ketua PTA seluruh Indonesia serta Hakim Agung berangkat dari MA menuju Museum Bank Indonesia dengan menggunakan Bus Eksekutif BI. “Nyaman sekali, rombongan dijemput dengan Bus Eksekutif yang disediakan oleh BI,” ujar Ketua dengan senyum.
Ketua menjelaskan, bahwa tujuan workshop tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang perbankan syariah dan penegasan kembali oleh BI bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Seperti diketahui bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kewenangan pengadilan agama diperluas dengan masuknya ekonomi syariah sebagaimana diatur pada Pasal 49 huruf (i).
Akan tetapi muncul masalah baru dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dimana dalam penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) memberikan hak opsi penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
“Hal inilah yang ditegaskan kembali oleh BI, bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dengan mencantumnya pada akad,” kata Ketua menginformasikan.
Ketua membacakan sebagian sambutan tertulis Deputi Gubernur Bank Indonesia sebagai keynote speech dalam workshop tersebut yang menghendaki agar penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh peradilan agama.
Untuk lebih jelasnya dikutip sambutan Deputi Gubernur BI tersebut sebagai berikut :
Sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pada Pasal 55 ayat (1) diatur bahwa penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Namun, dalam penjelasan ayat (2) nya terbuka kemungkinan penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut pandangan saya, forum ini dapat menjadi sarana dialog dan sharing pengetahuan/informasi antara Bapak/Ibu Hakim yang saya muliakan dengan Bank Indonesia dan kalangan perbankan khususnya untuk menghimpun gagasan bagaimana mengarahkan penyelesaian sengketa yang terjadi di bank syariah agar dapat diselesaikan melalui peradilan agama sesuai yang diharapkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah.
Ketua meminta kepada Hakim Tinggi untuk selalu membaca peraturan yang berhubungan dengan ekonomi syariah, oleh karena tidak menutup kemungkinan akan ada perkara sengketa ekonomi syariah yang diterima Mahkamah Syar’iyah. Selain itu, Ketua menjelaskan akan dibentuk Majelis Hakim yang menangani ekonomi syariah.
Dalam sosialisasi tersebut disepakati bahwa buku-buku yang dibawa Ketua dari workshop tersebut diperbanyak dan dibagikan kepada Hakim Tinggi untuk menjadi bahan bacaan dalam menjalankan tugas.
(AHP)