Hakim Tinggi PTA Samarinda: Hidup Jangan Menyombongkan Diri

Gaya Retorika H. Ahmad Zain Saat Kultum Rutin di PTA Samarinda
Samarinda | www.pa-nunukan.go.id
Manusia itu terlahir tidak membawa sesuatu apapun. Harta, pangkat dan jabatan yang didapatkannya dalam hidup ini semata-mata adalah titipan (amanah) dari Allah Swt. kepadanya. Maka dari itu pergunakan sebaiknya-baiknya titipan Allah itu agar tidak menjadi beban di akhirat nanti. Hiduplah apa adanya. Jangan menyombongkan diri dengan apa yang sudah dimiliki.
Tausiyah dan nasihat tersebut disampaikan Hakim Tinggi PTA Samarinda Drs. H. Ahmad Affandi Zain, S.H., M.M., di hadapan jamaah shalat ashar dalam acara kultum (kuliah tujuh menit) rutin di mushalla PTA Samarinda, Rabu (22/1) sore.
Shalat ashar berjamaah dan kegiatan kultum hari itu terasa lain dari hari-hari biasanya. Karena selain dihadiri KPTA, WKPTA, para Hakim Tinggi, pejabat fungsional/struktural dan sebagian besar pegawai PTA Samarinda, KPA/WKPA dan Pansek PA se-Kalimantan Timur, yang baru saja mengikuti Rakor Pimpinan PA, juga ikut hadir shalat berjamaah bersama-sama sore hari itu.
Dengan suaranya yang serak-serak basah dan ngebas, Hakim Tinggi PTA Samarinda yang baru dilantik September 2013 lalu ini menceritakan kehidupan Tsa’labah, Sahabat Nabi Saw. untuk dijadikan contoh dalam kehidupan kita.
Diceritakan bahwa Tsa’labah bin Hathib al-Anshary, Sahabat yang miskin namun rajin berjamaah bersama Rasulullah ini datang menemui Rasulullah Saw, dan berkata kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku dikaruniai harta.”
Doa Nabi Saw. dikabulkan, dan kekayaan Tsa’labah yang menggembalakan kambing pun hari demi hari semakin bertambah banyak. Namun, hari demi hari itu juga Tsa’labah mulai meninggalkan ibadahnya bersama Nabi karena sibuk mengurusi harta kekayaannya.
Akhirnya Tsa’labah tidak terlihat lagi batang hidungnya berjamaah bersama Nabi Saw. Ketika Nabi menanyakan apa dan bagaimana Tsa’labah, mengapa tidak tampak lagi berjamaah, para Sahabat menjawab bahwa Tsa’labah sekarang sudah disibukkan dengan kambing-kambing peliharaannya hingga kota Madinah terasa sempit baginya.
Saat Nabi mengutus 2 Sahabat menemui Tsa’labah untuk memungut zakat ternaknya, terlontarlah ucapan penuh kesombongan dari Tsa’labah. “Apakah yang Kalian minta dari saya ini, pajak atau sebangsa pajak? Aku tidak tahu apa sebenarnya yang Kalian minta ini!”
Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi Saw., maka keluarlah ucapan Beliau, “Celaka engkau, wahai Tsa’labah!
Benarlah apa yang dikhawatirkan Rasulullah terhadap diri Sahabatnya tercinta yang ikut perang Badar ini, saat pertama kali minta didoakan oleh Nabi agar diberikan rezeki dan harta yang banyak.
Waktu itu Rasulullah bersabda: “Celaka engkau wahai Tsa’labah! Sedikit yang engkau syukuri itu lebih baik dari harta banyak yang engkau tidak sanggup mensyukurinya. Apakah engkau tidak suka menjadi seperti Nabi Allah? Demi yang diriku di tangan-Nya, seandainya aku mau gunung-gunung mengalirkan perak dan emas, niscaya akan mengalir untukku”
Dengan gaya retorika yang baik, H. Ahmad Affandi Zain memberikan contoh-contoh lain kepada jamaah shalat ashar hari itu, untuk dapat dijadikan suri-tauladan dalam kehidupan ini.
Manusia itu tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimiliki. Ia ingin selalu lebih dan lebih lagi. Waktu miskin ia rajin beribadah. Namun setelah diberikan rezeki, ia lupa bersyukur kepada Sang Maha Pemberi. Ia bakhil terhadap hartanya, bahkan menyombongkan diri dengan kekayaan, pangkat dan jabatan yang disandangnya.
Setelah kultum selesai, semua jamaah berdiri dan berjalan berkeliling sambil masing-masing mengumandangkan shalawat Nabi dengan saling bersalaman-salaman.
(RENAFASYA)
