Hakim Tinggi PTA Jakarta Susun Disertasi tentang Jinayah di MS Aceh
Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Belajar tidak mengenal waktu, kapan saja, dimana saja, belajar harus tetap jalan. Bahkan, disebutkan dalam salah satu Hadits yang artinya, “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai liang lahat.”
Itulah yang diamalkan salah seorang hakim tinggi PTA Jakarta yang ditugaskan pada Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Drs. H. Mawardy Amien, SH. M.HI yang sedang mengikuti pendidikan program S-3 pada Universitas Islam Bandung (Unisba).
Di tengah-tengah kesibukannya, beliau tidak lupa untuk belajar bersama-sama dengan hakim yang lainnya. Sekarang ini, Pak Mawardi sedang menyusun disertasi dengan judul “Kompetensi Mahkamah Syar’iyah Bidang Pidana dan Implementasinya di Provinsi Aceh”.
“Saya sedang menyusun disertasi, mohon dibantu data yang saya perlukan,” kata beliau kepada Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Dr. H. Idris Mahmudy, SH. MH. ketika melakukan wawancara di ruang kerja Ketua MS Aceh beberapa hari yang lalu.
Menurut Pak Mawardi, bahwa beliau sengaja menyusun disertasi yang membahas tentang pelaksanaan jinayat di Provinsi Aceh. Hal ini didasari kegelisahannya ketika membaca berita bahwa hukuman cambuk tidak dapat dilaksanakan kepada terpidana karena telah melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya, mengingat terdakwa tidak ditahan.
“Saya ingin agar pelaksanaan syari’at Islam di Aceh berlaku secara kaffah dan hukuman bagi terpidana dalam perkara jinayat berupa cambuk dapat dilaksanakan,” harap Pak Mawardi ketika berbincang-bincang dengan redaktur IT MS Aceh.
Seperti diketahui, bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, Mahkamah Syar’iyah Aceh berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara jinayat yaitu maisir (judi), khamar (minuman keras) dan khalwat (mesum). Dalam mengadili perkara jinayat tersebut diterapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagaimana diatur pada Pasal 132 ayat (2( huruf (a).
Pasal 21 ayat (4) huruf (a) KUHAP disebutkan bahwa seorang terdakwa dapat ditahan apabila tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Sementara itu, Qanun hanya mengatur dengan hukuman cambuk, oleh karena itu seorang terdakwa dalam kasus jinayat tidak dapat ditahan.
Mawardi ingin mengajukan pemikiran yang akan dituangkan dalam disertasinya agar seorang terdakwa yang diajukan ke Mahkamah Syar’iyah dapat ditahan selama proses persidangan sehingga eksekusi cambuk dapat dilaksanakan. “Saya akan mengajukan terobosan hukum tentang penahanan terdakwa dalam perkara jinayat sehingga eksekusi cambuk tidak terkendala,” tutur calon doktor ini mengajukan ide.
Selain itu, Mawardi juga akan menjelaskan dalam disertasinya bahwa eksekusi cambuk tidak melanggar HAM sebagaimana yang dilontarkan pihak barat selama ini. ”Eksekusi cambuk adalah pelaksanaan hukuman, sama dengan hukuman penjara dalam pidana umum, bukan melanggar HAM”, tegas Mawardi bersemangat.
Pak Mawardi berharap proses penulisan disertasinya dapat rampung dalam waktu dekat ini sehingga beliau meraih gelar doktor. “Mohon doanya, semoga penulisan disertasi ini cepat selesai,” ujar Mawardi berharap.
(AHP)