Hakim PA Palembang : Karena Allah SWT, 2 Hati Yang Terbelah Menyatu Kembali
Palembang |PA Palembang
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi sebagai pengganti Perma No. 1 Tahun 2008 memungkinkan hakim di pengadilan negeri atau pengadilan agama menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa.
Di Pengadilan Agama Palembang Klas IA, mediasi didominasi perkara perceraian atau bisa disebut ‘sengketa hati’.
Salah satu Hakim (Hakim Mediator) Pengadilan Agama Palembang Klas IA, Drs. H. Ahmad Musa Hasibuan, M.H. mengatakan perkara mediasi di pengadilan agama biasanya menyangkut sengketa perceraian, kebendaan (warisan, harta bersama), ekonomi syariah terkait sengketa bank syariah dengan nasabahnya. Namun, mediasi perkara perceraian biasanya lebih banyak daripada mediasi perkara lain.
Dia menjelaskan, penyelesaian mediasi perkara perceraian memang unik karena kedua pihak yang bersengketa merupakan pasangan suami dan istri (Pasutri), hatinya tengah emosional secara psikologis. Langkah pertama yang dilakukannya sebagai mediator adalah menjadikan mediasi sebagai ruang refleksi untuk membangun sugesti mereka agar mau berkomunikasi dengan baik.
“Ketika sudah mau berkomunikasi baru kita dengar masalahnya apa? ada nggak solusi yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalahnya?” ujar Drs. H. Ahmad Musa Hasibuan, M.H. saat mediasi ke-2 di Ruang Mediasi Pengadilan Agama Palembang Klas IA, Senin (13/3/2017), dalam proses mediasi perkara Nomor 0250/Pdt.G.2017/PA.Plg
Dia menerangkan target mediasi perceraian biasanya diarahkan untuk merukunkan kembali kedua belah pihak (suami dan istri) dan mendorong perceraian dengan cara yang baik. Sebab, faktanya bisa saja perceraian tidak bisa didamaikan, tetapi akibat hukum perceraian bisa dimediasikan. Seperti, kesepakatan pengasuhan anak (hadlonah), nafkah istri dan anak, harta bersama.
Apabila sugesti itu sudah terbangun, tinggal disepakati deal-deal diantara mereka. Misalnya, si istri merasa tidak nyaman harus disepakati tindakan suami agar istrinya nyaman, sehingga mereka bisa kembali rukun. “Kalaupun tetap harus bercerai, tentunya dengan cara yang baik sesuai surat Al-Baqarah : 229,” kata Hakim Pengadilan Agama Palembang Klas IA ini.
Dijelaskan Drs. H. Ahmad Musa Hasibuan, M.H., ada beberapa cara proses mediasi perkara perceraian. Pertama, biasanya hakim agama yang langsung memediasi para pihak yang hendak bercerai. Cara kedua, jika diperlukan hakim agama bisa memanggil perwakilan dari keluarga pihak istri dan suami atau disebut hakam. Ketiga, mediasi seperti diatur Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. “Itu instrumen mediasi yang diatur UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, dan Perma Mediasi,” kata dia.
Menggugah hati
Hakim Mediator Pengadilan Agama Palembang Klas IA ini mengatakan peran mediator perkara perceraian lebih menggugah hati mereka menyangkut kepentingan anak. Sebab, pasangan suami-istri akan cepat sekali kembali pada posisi hati mereka ketika mengingat kepentingan anak-anaknya. Meskipun mereka tetap memutuskan bercerai ada konsekuensi terkait pengasuhan anak yang belum dewasa dan harta bersama yang perlu dimediasikan.
“Ketika mereka broken married tentunya anak-anak jadi korban. Kita kasih contoh akibat perceraian, anak jadi korban narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas. Mereka bisa berpikir ulang untuk bercerai dan bisa membuang egoisme orang tuanya demi kepentingan anak, sehingga bisa rukun kembali,” kata Drs. H. Ahmad Musa Hasibuan, M.H., di tempat yang sama.
Ia pun mengungkapkan, perkara perceraian umumnya sulit didamaikan melalui proses mediasi dengan beragam persoalan, seperti faktor selingkuh dan ekonomi. Sebab, umumnya para pihak perkara perceraian masuk pengadilan membawa luka hati yang cukup lama.
“Segala problem keluarga tidak muncul seketika, tetapi dua tiga tahun hubungannya sudah bermasalah atau ‘berkarat’. Ibarat penyakit sudah kronis, sehingga sulit ‘disembuhkan’ (didamaikan),” katanya lagi.
Lain halnya, ia meneruskan, kalau problem hubungan keluarga baru muncul, umumnya lebih mudah didamaikan melalui proses mediasi. “Misalnya mereka baru satu dua tahun menikah, lalu ada masalah keluarga, ketika dimediasikan biasanya mudah didamaikan. Termasuk, akibat perceraiannya menyangkut sengketa harta bersama dan hak pengasuhan anak itu digugat lagi, juga mudah dimediasi.”
“Tetapi, gugatan perceraian dimungkinkan sekaligus menggugat harta bersama dan pengasuhan anak agar proses peradilan cepat dan biaya ringan tercapai. Ada juga gugatan hak asuh anak dan harta bersama dipisah ketika mereka sepakat dengan putusan perceraian. Ini agar mudah menempuh upaya hukum,” imbuhnya.
Hakim kelahiran Pari-Pari, Labuhan Batu, Sumatera Utara ini mengungkapkan, ada kepuasan batin tersendiri bila saya berhasil mendamaikan suami dan istri yang akan bercerai, “lega hati bisa menyatukan mereka kembali, sehingga perkara tersebut mereka cabut,” kesannya berbagi, ketika berhasil memediasikan Perkara Cerai Gugat Nomor 0250/Pdt.G.2017/PA.Plg, Senin (13/3/2017).
Sekilas, ia menceritakan bahwa Penggugat dalam perkara tersebut merasa kecewa dengan prilaku Tergugat yang malas bekerja, sehingga kebutuhan hidup rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat dengan ketiga orang anaknya harus dibantu oleh keluarga Penggugat sepenuhnya.
Kerap disapa Hasibuan (HSB), selagi berprofesi sebagai Hakim, ia mengutarakan akan terus berupaya mendamaikan perselisihan bila kondisi memungkinkan baginya, bebernya usai membuat Laporan Hasil Mediasi untuk Ketua Majelis yang menangani perkara tersebut.
Hakim yang juga merupakan Humas pada Pengadilan Agama Palembang Klas IA ini, diketahui cukup sering mendamaikan para pihak yang dimediasi. Selalu berkata, “atas kehendak Allah SWT, bukan karena saya” apabila ia ditanya soal keberhasilan memediasikan suatu perkara.