Hakim MS Kualasimpang Menahan 30 Terdakwa Perkara Jinayat di Rumah Tahanan Negara Kualasimpang

Kualasimpang | ms-kualasimpang.go.id
Jangan pernah meragukan kemampuan para Hakim yang bertugas di Propinsi Aceh menangani perkara Jinayat, karena semua itu perlu proses untuk meningkatkan integritas, kapabilitas dan intelektualitas, dengan berbagai BIMTEK yang dilaksanakan Mahkamah Agung RI, Hakim akan semakin mapan ilmu pengetahuannya memahami Hukum Acara Jinayat.
Hakim di Mahkamah Syar’iyah sebelumnya tidak bisa menahan Terdakwa, namun dengan adanya Qanun Jinayat, Hakim Mahkamah Syar'iyah diberikan kewenangan untuk menahan Terdakwa di Rumah Tahanan Negara, tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat, pasal 21, (penahanan), ayat (5) dan (6) berbunyi sebagai berikut : Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang Mahkamah, Hakim dengan penetapannya berwenang melakukan Penahanan dan perpanjangan Penahanan (pasal 5), Untuk kepentingan pelaksanaan ‘Uqubat, Hakim dapat mengeluarkan penetapan Penahanan (pasal 6).
Salah satu kekhususan yang diberikan Negara kepada Provinsi Aceh adalah hak dan peluang untuk membentuk Mahkamah Syar’iyah sebagai Peradilan Syariat Islam. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Aceh), khususnya dalam Pasal 128 ayat (2) yang menyebutkan bahwa ”Mahkamah Syar’iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh.”
Sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri Nomor 11 tahun 2003 tentang Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah Propinsi di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pasal 1 ayat (1) berbunyi Pengadilan Agama yang telah ada di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam diubah menjadi Mahkamah Syar’iyah, sedangkan pada pasal 1 ayat (2) dijelaskan secara rinci maksud dari Mahkamah Syar’iyah yang dimaksud, ditetapkan di Jakarta tanggal 3 Maret 2009.
Sehingga Hakim Mahkamah Syar’iyah berwenang mengadili perkara Jinayat / Pidana hal ini juga tertuang dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Bagir Manan, Nomor : KMA/070/SK/X/2004 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan dari Peradilan Umum kepada Mahkamah Syar’iyah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, ditetapkan di Jakarta tanggal 6 Oktober 2004.
Tim redaksi Mahkamah Syar’iyah Kualasimpang memperoleh informasi dari Ketua Mahkamah Syar'iyah Kualasimpang Dra. Hj. Jubaedah, SH., perkara Jinayat yang masuk ke Mahkamah Syar’iyah Kulasimpang tahun 2015 sebanyak 30 perkara, Terdakwa melanggar Qanun Nomor 12 tahun 2003 tentang Khamar (Minum Keras) dan Qanun Nomor 13 Tahun 2013 tentang Maisir (Perjudian), sedangkan perkara yang melanggar Qanun Nomor 14 tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum) belum ada perkara yang masuk.
Semua perkara yang telah dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri Kualasimpang ke Mahkamah Syar’iyah Kulasimpang, setelah Ketua Mahkamah Syar’iyah Kulasimpang membuat PMH, maka Hakim Mahkamah Syar’iyah Kulasimpang menentukan PHS sekaligus membuat penetapan perpanjangan penahanan kembali yang akan ditembuskan kepada 1. Terdakwa 2. Keluarga Terdakwa 3. Kepala Rumah Tahanan Negara Kualasimpang 4. Kepala Kejaksaan Negeri Kualasimpang 5. A r s i p.
Kewenangan Mahkamah Syar'iyah Tentang Jinayat semakin luas, sebelumnya hanya ada 3 yaitu Khamar, Maisir, Khalwat, dengan diberlakukannya Qanun Nomor 6 Tahun 2014, ditambah lagi 7 kewenangan yaitu Ikhtilath, Zina, Pelecehan Seksual, Liwath, Pemerkosaan, Qadzaf.
Tahun 2016 diharapkan semua kelengkapan sidang untuk perkara Jinayat sudah lengkap, layaknya seperti sidang di Pengadilan Negeri, mulai dari pengamanan sidang dari POLRI, ruang sidang yang tidak memenuhi standart supaya didesain ulang, seperti kursi terdakwa, kursi para saksi, meja/kursi Penuntut Umum, kursi pengunjung sidang, pengeras suara, pendingin ruangan, metal detector serta kelengkapan lainnya untuk kenyamanan Hakim untuk melaksanakan sidang yang dilaksanakan terbuka untuk umum. [Pahruddin Ritonga].