logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

Hakim Agung YM H. Purwosusilo : Eksekusi Hak Tanggungan Syariah Adalah Kewenangan PA

YM Dr. H. Purwosusilo, SH., MH. menyampaikan Makalah

Jambi | PTA Jambi

Pasca lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PPU-X/2012 yang membatalkan penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum dan mengikat, maka kewenangan PA dalam memeriksa dan mengadili perkara ekonomi syariah sudah pasti dan tidak terbantahkan. Dan dengan putusan MK tersebut, menghilangkan choice of forum tentang penyelesaian sengketa secara litigasi.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, siapakah yang berwenang melaksanakan eksekusi hak tangungan syariah? Pertanyaan ini muncul, karena ada anggapan dari sebagian perbankan syariah bahwa yang berhak melaksanakan eksekusi tersebut adalah peradilan umum.

Alhamdulillah, pertanyaan tersebut terjawab sudah, yaitu pelaksanaan eksekusi hak tanggungan adalah kewenangan PA. Hal tersebut disampaikan Hakim Agung YM Dr. H. Purwosusilo, SH., MH. dalam Workshop yang dilaksanakan PTA Jambi dan OJK Jambi di Hotel Aston Jambi (03/12). Workshop tersebut bertujuan untuk peningkatan kemampuan Hakim PA dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah. Pesertanya terdiri dari Hakim Tinggi PTA Jambi dan Hakim PA sewilayah PTA Jambi berjumlah 30 orang.

“Eksekusi hak tanggungan syariah adalah kewenangan PA,” tandas H. Purwosusilo menjelaskan.

Selain menjelaskan eksekusi hak tanggungan syariah, H. Purwosusilo yang merupakan mantan Dirjen Badilag ini, juga meminta Majelis Hakim untuk memperhatikan eksepsi yang diajukan pihak dalam perkara ekonomi syariah. Menurutnya, dalam beberapa kasus ekonomi syariah yang sampai pada pemeriksaan kasasi, hampir semuanya disertai dengan eksepsi, baik eksepsi absolut maupun eksepsi relatif.

“Untuk eksepsi relatif, apabila eksepsinya ditolak, maka dibuat putusan sela dan putusan sela ini tidak dapat diajukan banding,” tandasnya mengingatkan.

Dalam paparannya, H. Purwosusilo menjelaskan, pada dasarnya timbulnya sengketa ekonomi syariah karena dua hal, yaitu wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu Majelis Hakim harus mempelajari keduanya dengan sebaik-baiknya.

Wanprestasi sebagaimana diatur Pasal 1243 KUH Perdata, adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana ditetapkan dalam perikatan karena kesalahan debitur atau keadaan memaksa.

“Biasanya, wanprestasi dalam sengketa ekonomi syariah adalah pihak nasabah, seperti tidak dibayarnya angsuran sebagaimana diperjanjikan dalam akad,” urainya mencontohkan.

Sedangkan untuk perbuatan melawan hukum (PMH) sebagaimana diatur Pasal 1365 KUH Perdata, mengatur pertanggungjawaban yang diakibatkan PMH, baik karena berbuat (positif) atau tidak berbuat (pasif). “Misalnya Bank menjual agunan padahal angsuran nasabah lancar,” ujarnya menjelaskan.

Peserta serius mengikuti Workshop

Dalam perkara ekonomi syariah, urai H. Purwosusilo lebih lanjut, Majelis Hakim harus mempelajari dengan seksama bentuk akad yang diperjanjikan, sebab timbulnya persengketaan diawali tidak dipenuhinya akad tersebut. “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,” urainya mengutip Pasal 1338 KUH Perdata.

Sebelum mengakhiri paparannya, H. Purwosusilo berpesan agar Hakim jangan hanya fiqh oriented, tapi harus merujuk juga kepada Undang-Undang, Fatwa DSN dan Peraturan BI. “Banyaklah membaca,” tuturnya berpesan. (AHP)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice