Jika Preman Mengamuk di Pengadilan Agama
Kudus l Badilag.net
Seorang ibu muda didampingi orang tuanya dan pengacara menghadap ke meja layanan pengadilan agama. Dia bertanya banyak hal, antara lain cara mendaftar, persyaratan, biaya, dan waktu sidang.
Ketika petugas pelayanan memberi penjelasan kepadanya, datanglah seorang laki-laki dengan langkah terburu-buru. Dengan tangan menuding-nuding, dia berteriak, “Perempuan sialan! Berani-beraninya kamu ingin menceraikan saya.”
Laki-laki itu tidak sendirian. Di belakangnya ada belasan laki-laki bermuka sangar dengan pakaian serba hitam. Beberapa di antaranya membawa pentungan. Mereka berteriak, “Pengacara kampret!”
Begitu lelaki itu dan rombongannya berdekatan dengan perempuan muda beserta orang tua dan pengacaranya, adu mulut pun terjadi. Lelaki dan perempuan itu bertengkar dengan sengit. Tidak hanya itu, para preman yang mendukung lelaki itu ikut-ikutan merangsek maju dan menggebrak-gebrak meja layanan.
“Lakukan simulasi dengan kasus seperti itu. Apa yang akan Anda lakukan menghadapi situasi tersebut?” kata Rahmat Arijaya, ketika memberikan pelatihan mengenai pelayanan publik peradilan di Pengadilan Agama Kudus, Jumat (20/11/2015).
Narasumber dari Ditjen Badilag itu memberi pelatihan di hadapan para peserta dari 8 PA, yaitu PA PA Pati, PA Jepara, PA Blora, PA Rembang, PA Purwodadi, PA Demak, PA Sukoharjo dan PA Kudus selaku tuan rumah.
Seluruh peserta itu dibagi menjadi 6 kelompok, dengan ketentuan bahwa 5 kelompok memerankan simulasi layanan pengadilan dan 1 kelompok lainnya melakukan pengamatan. Hasil simulasi itu lantas didiskusikan, dievaluasi dan dipresentasikan.
Para peserta antusiasi mengikuti pelatihan yang dikemas dalam Diklat di Tempat Kerja (DDTK) ini. Narasumber tidak hanya memaparkan konsep, namun juga membimbing para peserta untuk mampu mengeluarkan pemikiran dan kreativitasnya.
“Saya senang mengikuti DDTK ini. Saya mendapatkan tambahan pengetahuan bagaimana melayani seseorang penyandang disabitlitas. Ternyata orang tuna netra itu kalau dibantu tidak boleh kita pegang tongkatnya,” kata Rofi, salah satu peserta kelompok II.
Waktu yang tersedia dinilai para peserta masih kurang cukup. Mereka masih ingin mendapatkan materi-materi lain. “Perlu ada DDTK lanjutan,” ungkap Tadzki Robhikhah , salah satu Panitera Pengganti PA Kudus yang mengikuti pelatihan tersebut.
[tim redaksi PA Kudus l hermansyah]