Hasbi Hasan (Direktur Pembinaan Administrasi Badilag MA RI)
Berbicara dalam Forum Internasional
Jakarta | (badilag.net)
Dalam Dinamika perkembangan politik di Philipina dan tatanan hukum Bangsamoro di Mindanao yang menginginkan otonomi yang lebih besar bagi peradilan Islam, termasuk merumuskan dan merekonstruksi shari’ah, Australian National University dimotori oleh Professor Veronica Taylor Dekan College of Asia and the Pacific sekaligus sebagai Director Research School of Asia and the Pacific the Australian National University Canberra-Australia bekerjasama dengan The Moro Islamic Liberation Front (MILF) mengadakan Workshop dengan tema: Meningkatkan Efektifitas dan Kapasitas Shari’ah pada Bangsa Moro serta Pandangan-Pandangan Reformasi Hukum Lainnya dari Asia (Enhancing the Professor Veronica Taylor Dekan College of Asia and the Pacific sekaligus sebagai Director Research School of Asia and the Pacific the Australian National University Canberra-Australia Asia) untuk mendiskusikan pelbagai pandangan tentang sistem peradilan Islam dan sistem peradilan lainnya yang terdapat di Negara-Negara Asia serta Pandangan-Pandangan tentang Reformasi Hukum dari Negara-Negara Asia Lainnya.
Workshop tersebut dihadiri oleh para hakim, praktisi dan pemimpin Islam dari Bangsa Moro. Adapun tujuan workshop tersebut bagi Bangsamoro adalah untuk mempelajari mengenai tatanan hukum Shari’ah dalam situsasi politik Bangsamoro yang saat ini mendapatkan hak otonomi yang lebih besar. Hak otonomi tersebut termasuk juga hak untuk mengatur dan melaksanakan peradilan Islam.
Workshop dilaksanakan selama 3 (tiga) hari dari tanggal 25 sampai dengan tanggal 27 Januari 2015. Bertempat di Picasso Boutique Hotel, Makaty City Manila-Philippina.
Para pembicara terdiri dari akademisi dan praktisi hukum antara lain. Professor Veronica Taylor mendiskusikan mengenai Shari’ah dan para Professional Hukum pada Masa setelah Lingkungan-Lingkungan Tersebut Mengalami Konflik (Shari’ah and Legal Professionals in Post-Conflict Environment). Dr. Imelda Deinla, Postdoctoral Research Fellow School of Regulation, Justice and Diplomacy College of Asia and the Pacific Australian National Univeresity, Dr. Acrma Latiph, Praktisi Hukum Araceli Habaradas berbicara mengenai Keadilan dan Shari’a.
Dilanjutkan dengan Rountable Discussion tentang Shari’ah dan Pluralisme Hukum dalam Pembentukan Awal Bangsamoro (Shari’ah and Legal Pluralisme in the Pre-Bangsamoro) serta Isu-Isu tentang Penguatan Shari’ah dan Keadilan pada Bangsamoro (Strengthening Shari’ah and Justice in the Bangsamoro). Prof. John Braithwaite berbicara tentang Shari’ah dan Hukum Adat di Pakistan dan Sekitarnya (Shari’ah and Customary Justice in Pakistan and Beyond). Adapun Perwakilan dari Malaysia, Hakim Tinggi Malaysia berbicara tentang Shari’ah dan Interaksinya dengan Sistem Peradilan Federal di Malaysia (Shari’ah and Interaction with the Federal Court System in Malaysia).
Indonesia yang diwakili oleh Dr. Hasbi Hasan, MH (Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama) memaparkan mengenai Peradilan Agama dan Reformasi Hukum di Indonesia (Religious Court and Legal Reforms in Indonesia).
Semula yang diundang oleh Professor Veronica Taylor Dekan College of Asia and the Pacific sekaligus sebagai Director Research School of Asia and the Pacific the Australian National University Canberra-Australia adalah Drs. H. Wahyu Widiana, MA. (Mantan Dirjen Badilag MARI), namun karena ada beberapa kegiatan dan kesibukan, Wahyu Widiana merekomendasikan agar Hasbi Hasan yang menghadiri acara tersebut. Setelah melihat biodata dan track record Hasbi Hasan dalam forum internasional, Proffesor Veronica merespons dan memberikan apresiasi serta merekomendasikan agar Hasbi Hasan turut berperan serta sebagai pembicara dalam workshop terebut.
Diskusi yang dihadiri sekitar 40 (empat puluh) orang didominasi oleh para hakim dan praktisi hukum Islam perwakilan dari bangsamoro, menjelaskan Isu-isu tentang pentingnya reformasi hukum dengan melihat kasus Indonesia menjadi topic yang cukup hangat dan menarik perhatian para peserta workshop. Hal tersebut karena sebagai negara dengan mayoritas penduduk Islam terbesar, Hukum Islam dapat berintegrasi dengan hukum nasional tanpa mengalami konflik yang berarti. Bagi mayoritas peserta yang merupakan refresentasi dari bangsamoro hal tersebut menjadi penting untuk dicermati dan dipelajari, sungguhpun dalam konteks Philippina, Bangsamoro merupakan penduduk minoritas Philippina.
Dalam diskusi tersebut Dr. Hasbi, menguraikan makalahnya dalam tiga bagian. Pertama, berkaitan dengan Sistem Hukum dan Peradilan Indonesia, Kedua, mengenai Reformasi Peradilan Agama di Indonesia, dan Ketiga, Dinamika Hukum Islam dan Otonomi Khusus Mahkamah Shari’ah di Aceh.
Diskusi tersebut direspons secara positif dan antusias oleh para peserta. Hal tersebut terlihat dari banyaknya pertanyaan dan tanggapan dari peserta Workshop tentang strategi untuk memperluas kewenangan peradilan agama dalam sistem hukum nasional.
Diskusi juga berkembang mengenai implementasi hukum Islam dalam masyarakat yang plural. Di akhir diskusi peserta sepakat untuk menindaklanjuti pengembangan rumusan pelaksanaan hukum Islam di masa datang dengan mengambil pengalaman Indonesia, melalui kegiatan-kegiatan hukum yang konkrit seperti pelatihan-pelatihan bagi para hakim dan pemimpin agama dalam kaitannya dengan Relasi antara Agama dan Negara.
Semula Dr. Hasbi bermaksud untuk melakukan presentasi mengunakan bahasa Inggeris, namun diskusi berlangsung dengan menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Inggeris dan bahasa Arab. Hal tersebut dikarenakan mayoritas peserta workshop merupakan alumni perguruan tinggi Islam di Timur Tengah, seperti Universitas Al-Azhar, Cairo University, University Ummul Qura Mekkah, University of Khortum Sudan, University of Madinah dan University of Damaskus Syiria. Diskusi berlangsung dengan hangat karena setiap peserta dapat terlibat, baik yang hanya mengerti bahasa Arab dan bahasa Inggeris. Sedangkan yang berbahasa local Phillipina dibantu oleh Interpreter.
Menurut fasilitator (Professor Veronica dan Dr. Imelda) jalannya dikusi menjadi unik dan berbeda dari dikusi sebelumnya yang hanya menggunakan bahasa Inggeris, sehingga para peserta tidak banyak terlibat. Professor Veronica terkesan dengan diskusi tersebut, karena berkaitan erat dengan elastisitas hukum Islam dalam berinteraksi dan berdaptasi dengan sosial masyarakat Indonesia, berbeda dengan yang terjadi pada lingkungan masyarakat Bangsamoro dan lainnya.