logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 2178

Dari Isbat Poligami hingga Bimtek Ekonomi Syariah

Jakarta l Badilag.net

Rapat koordinasi pimpinan Badilag dengan para Ketua PTA/MS Aceh dua pekan lalu bukan saja rapat koordinasi terakhir yang diselenggarakan Badilag tahun ini. Lebih dari itu, rapat koordinasi itu juga menjadi kesempatan istimewa buat Dr. H. Andi Syasu Alam, S.H., M.H.

Sejak memungkasi pengabdiannya sebagai Ketua Kamar Agama MA pertengahan Oktober lalu, Pak Andi—demikian hakim agung asal Sulawesi Selatan itu biasa disapa—belum pernah tampil dalam forum seperti ini.

Di sisi lain, hingga kini belum ada Ketua Kamar Agama yang definitif. Untuk sementara Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Dr. H. Mohammad Saleh, S.H., M.H. menjadi Pelaksana Tugas Ketua Kamar Agama.

“Karena belum ada pengganti, secara de jure, setengah halal saya disebut Ketua Kamar Agama,” kata Pak Andi sambil bercanda, yang langsung disambut tawa hadirin.

Dalam kesempatan itu, selain memaparkan impiannya mengenai peradilan agama ke depan, Pak Andi memberi pengarahan seputar masalah-masalah yang berkaitan dengan kewenangan peradilan agama.

Mengenai isbat nikah yang semakin massif, Pak Andi berharap agar hakim-hakim peradilan agama mewaspadai adanya isbat poligami.

Di wilayah tertentu, ungkap Pak Andi, ada orang yang minta pernikahan sirri-nya dengan istri muda disahkan oleh pengadilan agama.

“Kalau ini dilakukan, akan jadi preseden buruk. Banyak orang poligami diam-diam lalu minta isbat. Itu berbahaya,” ujar sosok yang telah 15 tahun menjadi hakim agung itu.

Pak Andi juga berpesan agar para hakim lebih peka terhadap hak-hak perempuan yang mencari keadilan di peradilan agama. Sebagai contoh, ada perempuan yang menggugat cerai suaminya lalu dianggap nusyuz, sehingga tidak mendapatkan hak-hak selayaknya perempuan yang diceraikan suaminya.

Pak Andi pernah ditanya Komnas Perempuan mengenai kasus seperti itu. Menurut Komnas Perempuan, istri yang menggugat suami tidak otomatis berarti ia durhaka kepada suaminya. Bisa jadi ia terpaksa mengajukan cerai karena tidak tahan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

“Hakim harus memperhatikan adanya kekerasan psikologis, kekerasan ekonomi, dan lain-lain. Kalau kemudian dianggap nusyuz dan tidak diberi nafkah iddah, adilkah itu?” kata Pak Andi, menirukan pertanyaan dari Komnas Perempuan.

Soal pemberian nafkah iddah kepada istri yang diceraikan, Pak Andi meminta agar para hakim lebih cermat mengukur kemampuan finansial sang suami.

“Kalau nafkah iddah, jangan hanya lihat gaji suami, tapi lihatlah penghasilannya. Gaji dan penghasilan berbeda. Perhatikan kepatutannya,” kata hakim agung yang lahir pada 1 Februari 1945 itu.

Selain itu, Pak Andi berpesan agar Badilag dan PTA lebih fokus pada sengketa ekonomi syariah yang telah menjadi kewenangan peradilan agama sejak delapan tahun lalu.

Menurutnya, ada berbagai persoalan terkait penyelesaian sengketa ekonomi syariah yang perlu dikaji lebih jauh dan dipecahkan oleh para hakim peradilan agama.

“Karena itu, sekarang jangan lagi membuat bimtek hukum acara. Kita fokus ke ekonomi syariah,” mantan Ketua PTA Makassar itu menegaskan.

[hermansyah]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice