logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 8056


DirbinGanis Badilag (kanan) ketika menemui Kabawas (kiri) untuk membahas proyek perubahan mengenai pola mutasi hakim peradilan agama.

Setelah rencana proyek perubahan itu disetujui mentor, Fauzan lantas melakukan konsultasi dengan Dirjen Badilag Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H. Gagasan Fauzan itu disambut dengan baik.

Berikutnya, ia menyambangi Kepala Badan Pengawasan MA Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. untuk meminta masukan. Bawas, sebagai lembaga pengawas internal, perlu dimintai masukan karena proses mutasi dan promosi hakim harus melibatkan Bawas.

Rabu (6/8/2014), DirbinGanis Badilag menemui Kabawas di ruang kerjanya. Pada kesempatan itu, DirbinGanis menyampaikan sekilas proyek perubahan yang diusungnya, mulai dari latar belakang hingga tujuan yang hendak dicapainya.

“Judul yang saya pilih agak filosofis, yaitu pola mutasi yang mengutamakan aspek kepastian, keadilan dan kepatutan,” Fauzan menjelaskan.

Kepastian, berarti pola mutasi hakim harus berdasarkan peraturan yang jelas. Saat ini, peradilan agama telah memiliki pola mutasi hakim, namun perlu disempurnakan lagi. “Insya Allah sebentar lagi, pedoman pola mutasi hakim peradilan agama akan disahkan Ketua MA,” ujar Fauzan.

Keadilan, berarti pola mutasi hakim harus adil dan tidak diskriminatif. Sementara kepatutan, berarti pola mutasi hakim harus sesuai dengan kaidah-kaidah etika.

Kabawas merespons positif konsep yang ditawarkan DirbinGanis Badilag itu. Meski demikian, ia memberi sejumlah masukan.

“Soal judul, sebaiknya ditambahkan dengan mengutamakan aspek kemanfaatan,” tuturnya.

Maksudnya, pola mutasi hakim harus mempertimbangkan kemanfaatan individu dan organisasi. Ini penting, karena kadang-kadang mutasi hakim lebih bermanfaat buat individu, tapi kurang bermanfaat buat organisasi, atau sebaliknya.

Kabawas juga menekankan, seorang hakim yang hendak dimutasi atau dipromosikan perlu dicermati track record-nya. “Apakah yang bersangkutan pernah kena hukuman disiplin atau tidak,” tandasnya.

Namun tidak hanya itu, menurut Kabawas, setiap Ditjen di MA perlu memiliki database tentang hakim berprestasi. Sebab, mutasi dan promosi yang ideal hendaknya mempertimbangkan prestasi seseorang.

Tiga tipe hakim

Dalam kesempatan ini, Kabawas mengingatkan bahwa berdasarkan kajiannya, ada tipe hakim di lembaga peradilan. “Ada hakim putih, hakim abu-abu dan hakim hitam,” ungkapnya.

Kabawas menjelaskan, hakim putih berarti hakim yang memutus perkara sesuai dengan ketentuan dan keyakinannnya. Mereka juga menolak diberi sesuatu oleh pihak yang berperkara, apalagi memintanya.

Hakim abu-abu berarti hakim yang memutus perkara sesuai dengan ketentuan dan keyakinannnya, namun masih mau menerima pemberian dari pihak yang berperkara.

Sedangkan hakim hitam, menurut pejabat eselon I keturunan Madura itu, adalah hakim yang memutus perkara tidak sesuai dengan ketentuan dan keyakinannya, serta masih suka menerima pemberian dari pihak yang berperkara.

Kabawas bersyukur, saat ini jumlah hakim putih semakin banyak, sementara hakim abu-abu, apalagi hitam, semakin berkurang.

“Harus kita akui, hakim hitam itu masih ada, tapi jumlahnya sedikit. Jadi, tidak benar kalau ada yang mengatakan lembaga peradilan bobrok, karena mayoritas hakim itu baik,” ia menegaskan.

Bawas, tambahnya, kini juga telah mengubah paradigmanya. Tugas Bawas tak hanya mencari-cari hakim berperilaku buruk, lalu menjatuhkan punishment berupa hukuman disiplin. Kini Bawas juga mendata hakim-hakim berperilaku baik dan berprestasi, lalu merekomendasikan agar mereka diberi reward, misalnya dalam bentuk promosi jabatan.

[hermansyah]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice