PERBAIKAN BERKELANJUTAN DALAM LAYANAN HUKUM
oleh:
Drs. H. Muchlis, S.H., M.H
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI
Dalam dunia hukum, prinsip untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa layanan hukum yang diberikan kepada masyarakat tidak hanya memenuhi standar operasional yang ada, tetapi juga terus berkembang untuk memenuhi dan menjawab kebutuhan yang semakin kompleks. Hal itu menjadi semakin relevan mengingat dinamika sosial yang terus berubah, yang menuntut sistem hukum untuk beradaptasi dengan cepat.
Ungkapan "Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini" mencerminkan filosofi yang seharusnya dipegang teguh oleh setiap penyelenggara layanan hukum. Dalam konteks ini, saya sangat setuju dengan konsep yang ditawarkan oleh Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, KH. Ma’ruf Amin. Ia menjelaskan bahwa “al-ishlah ila ma huwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah.” Inti dari konsep tersebut adalah penyempurnaan dan perbaikan (improvement) atau segala sesuatu perlu adanya perbaikan secara terus menerus dalam segala hal, yang ia sebut juga sebagai continual improvement. Konsep continual improvement yangdisampaikan tersebut melengkapi kredo yang sering kita dengan, yakni:
المحُاَفَظَةُ عَلَى القَدِيْمِ الصَالِحِ وَالأَخْذُ باِلجَدِيْدِ الأَصْلَحِ
Artinya: ‘Menjaga perihal lama yang baik dan mengadopsi gagasan baru yang lebih baik.’
Di negara Jepang, continual improvement sama halnya dengan konsep ‘KAIZEN’, yakni suatu nilai untuk melakukan perbaikan, perubahan menjadi lebih baik, atau perbaikan berkelanjutan yang dalam perkembangan berikutnya, istilah tersebut menjadi filosofi strategi bisnis untuk membuat perubahan kecil tetapi secara terus-menerus. Atas dasar itulah, maka penting untuk memahami bahwa perbaikan berkelanjutan bukan hanya sekadar jargon, tetapi merupakan suatu keharusan yang harus dihadapi oleh setiap institusi hukum, termasuk institusi peradilan agama. Karena itu, pengadilan agama harus menjadi jam’iyatul islahih atau lembaga perbaikan.
Bagi peradilan agama, tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan layanan hukum sanggatlah beragam. Salah satu tantangannya adalah kurangnya sumber daya, baik dalam hal finansial maupun sumber daya manusia, apakah itu pegawai maupun jumlah hakim. Banyak lembaga hukum, terutama yang bersifat publik, yang beroperasi dengan anggaran yang terbatas, mengakibatkan keterbatasan dalam memberikan layanan yang berkualitas. Dalam menghadapi tantangan ini, inovasi menjadi kunci. Salah satu contoh inovasi yang telah diterapkan dalam sistem peradilan, termasuk peradilan agama adalah penggunaan teknologi informasi dalam proses hukum, yakni dengan adanya sistem e-court, e-litigasi, maupun e-mediasi. Inovasi-inovasi tersebut tiada lain bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas dan efisiensi dalam menjalankan proses hukum, yang sering kali dianggap rumit dan memakan waktu oleh sebagian besar masyarakat.
Selain pengembangan teknologi, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia merupakan elemen kunci dalam meningkatkan kualitas layanan di lembaga peradilan. Sumber daya manusia yang kompeten dan terlatih akan berkontribusi secara signifikan terhadap efektivitas dan efisiensi proses peradilan. Dalam konteks ini, pelatihan bagi hakim, panitera, dan pegawai lainnya menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka dengan baik. Karena itu, Ditjen Badilag telah banyak berupaya untuk mengembangkan pelatihan dan pengembangan sumber daya untuk aparatur pengadilan di lingkungan peradilan agama secara berkelanjutan. Upaya untuk melakukan pelatihan yang berkelanjutan tersebut akan membantu para aparatur peradilan untuk tetap mengikuti perkembangan hukum dan teknologi terbaru yang semakin kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, Ditjen Badilag menganggap bahwa investasi dalam pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama bagi lembaga peradilan untuk mewujudkan badan peradilan agama yang lebih baik.
Transparansi dan akuntabilitas dalam lembaga peradilan adalah dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya meningkatkan layanan. Masyarakat berhak untuk mengetahui setiap langkah dalam proses peradilan, mulai dari pengajuan perkara hingga putusan akhir. Dengan adanya transparansi, masyarakat dapat lebih mudah mengawasi jalannya proses peradilan dan memastikan bahwa tidak ada praktik korupsi atau penyalahgunaan wewenang yang terjadi. Masyarakat yang merasa terlibat dalam proses peradilan akan lebih cenderung untuk menghormati dan mematuhi keputusan yang diambil oleh lembaga peradilan. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas harus menjadi bagian integral dari program kinerja setiap peradilan agama, guna menciptakan sistem yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pemberian layanan hukum gratis secara tepat sasaran juga menjadi salah satu tantangan utama dalam akses keadilan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tidak mampu secara finansial. Biaya hukum yang tinggi sering kali menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, penyediaan layanan hukum gratis yang berkualitas sangat penting dalam memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat mengakses keadilan tanpa harus terbebani oleh biaya yang mahal. Saya sangat mendukung Pengadilan Agama melakukan kerja sama lintas sektoral di masing-masing wilayahnya dalam penyediaan layanan hukum kepada masyarakat, seperti mengadakan isbat nikah terpadu, sidang keliling, dan juga layanan PTSP keliling, yang melibatkan unsur-unsur terkait. Atas dasar itulah, penting bagi lembaga peradilan untuk terus mengembangkan dan mempromosikan layanan hukum berkualitas agar lebih banyak masyarakat yang dapat memanfaatkannya.
Optimalisasi mediasi dalam penyelesaian perkara juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan layanan di lembaga peradilan. Mediasi memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan masalah mereka dengan cara yang lebih cepat dan efisien, tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan melelahkan. Upaya penyelesaian perkara melalui proses mediasi merupakan proses pelibatan masyarakat dalam proses peradilan, yang manfaatnya tidak hanya mengurangi beban perkara yang ditangani pengadilan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para pihak untuk mencapai penyelesaian yang saling menguntungkan. Selain itu, mediasi juga dapat membantu memperkuat hubungan antara para pihak yang bersengketa, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya konflik di masa depan. Oleh karena itu, lembaga peradilan perlu mengembangkan program mediasi yang lebih efektif dan menjangkau masyarakat luas, sehingga semua orang memiliki akses untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan cara yang lebih damai dan konstruktif.
Jakarta, 11 Oktober 2024