MELALUI SEMANGAT KEMERDEKAAN,
MARI KITA TINGKATKAN LAYANAN HUKUM KEPADA PENCARI KEADILAN
oleh:
Drs. H. Muchlis, S.H., M.H
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI
Semangat dan spirit kemerdekaan kembali menggema dan mengisi ruang-ruang publik. Di tahun ini Kemerdekaan Republik Indonesia telah memasuki usianya yang ke 79 tahun. Bagi sebuah negara yang besar, usia tersebut terbilang cukup matang dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pelayanan publik.
Bagi lembaga peradilan agama, momentum perayaan kemerdekaan harus dijadikan sebagai momen spesial untuk meningkatkan layanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan. Layanan yang diberikan harus memenuhi ekspektasi pengguna layanan, atau bahkan melebihi ekspektasi mereka. Harus ada perbaikan hari demi hari, sehingga kualitas layanan terjaga. Jangan sampai mengalami penurunan kualitas layanan yang diberikan.
Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, setiap pengadilan harus memegang hadis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل امسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من امسه فهو ملعون( رواه الحاكم)
Artinya: "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, (dan) barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka." (HR Al-Hakim).
Hadis tersebut menekankan akan pentingnya menjaga dan meningkatkan kualitas kinerja seseorang atau lembaga, termasuk dalam hal pemberian layanan kepada masyarakat. Artinya, layanan hanya dapat dikatakan baik dan berkualitas manakala terlihat adanya peningkatan (improvement), sedangkan layanan yang monoton (tidak mengalami peningkatan) atau bahkan mengalami penurunan kualitas adalah layanan yang gagal. Karena itu, aspek terpenting dalam pemberian Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan peradilan agama adalah inovasi layanan bagi masyarakat pencari keadilan.
Pemberian layanan kepada para pencari keadilan, mulai dari pendaftaran, persidangan, pemberian produk hukum, maupun layanan eksekusi putusan, pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memiliki peranan sangat penting dalam mewujudkan visi badan peradilan agama, yakni mewujudkan badan peradilan agama yang agung.
Layanan hukum kepada masyarakat seharusnya diberikan dengan standar layanan terbaik (best services). Karena pada dasarnya, masyarakat merupakan pemegang saham (share holder) terbesar bagi bangsa dan negara ini. Sehingga, sudah selayaknya kualitas layanan di sektor publik melebihi kualitas layanan yang diberikan di sektor swasta (private sector). Atas dasar itu, maka semangat untuk meningkatkan kualitas layanan harus tetap dijaga. Terdapat beberapa strategi dalam meningkatkan kualitas layanan, di antaranya ialah:
Berorientasi kepada Pemenuhan Kepuasan Pengguna Layanan
Mengubah mindset dari awalnya “ingin dilayani” menjadi “yang melayani” merupakan rumusan mutlak dalam peningkatan layanan hukum kepada para pencari keadilan. Sebab, sikap “ingin dilayani” merupakan ciri dari bureaucratic paternalism yang sama sekali tidak berorientasi kepentingan masyarakat. Atas dasar itulah, maka seluruh bentuk layanan harus dilakukan demi menjamin kepuasan pengguna layanan, yakni masyarakat pencari keadilan. Layanan yang berorientasi pada pengguna layanan tersebut adalah istilah lain dari pelayanan prima.
Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan prinsip 3A, yaitu: (1) Attitude atau sikap dari para pemberi layanan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat; (2) Attention atau perhatian dari perumus kebijakan mengenai bagaimana pengadilan memberikan perhatian terhadap kebutuhan masyarakat, dan (3) Action atau aksi mengenai bagaimana kita melakukan tindakan service yang baik kepada masyarakat.
Pelayanan publik yang prima merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam mewujudkan visi badan peradilan agama di atas. Terdapat beberapa elemen penting untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas. Pertama adalah kepemimpinan badan peradilan agama yang kuat. Komitmen pimpinan, baik ketua maupun wakil ketua, merupakan kunci utama untuk membangun pelayanan pengadilan yang berkualitas, tentunya komitmen tersebut harus didukung oleh pimpinan supporting unit, yakni panitera dan sekretaris pengadilan. Kedua, penyediaan layanan yang sesuai, serta penerapannya yang harus sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Ketiga adalah reward and punishment, serta menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat pencari keadilan.
Selain itu, hal terpenting dalam menghasilkan pelayanan prima adalah pengembangan kompetensi terhadap aparatur pengadilan. Sebab, layanan pengadilan itu harus diberikan, tidak melayani dengan sendirinya. Secanggih apa pun layanan yang dibuat untuk diberikan kepada masyarakat apabila yang mengoperasionalkannya (operatornya) tidak memiliki kemampuan yang mumpuni, maka pelayanan itu tidak akan pernah sampai dan dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian, maka proses pengembangan dan pelatihan terhadap pegawai merupakan hal wajib.
Melakukan Transformasi Layanan Berbasis Informasi dan Teknologi
Semangat bertransformasi dalam pemberian layanan kepada para pencari keadilan menjadi komponen utama dalam proses improvement kualitas layanan. Transformasi digital yang terjadi saat ini mengalami perubahan yang sangat drastis. Karena itu, jenis layanan yang diberikan kepada masyarakat harus adaptif dan memiliki kemampuan transformatif. Era digital tersebut menuntut pelayan publik untuk mengimplementasikan nilai-nilai transparansi, sehingga tidak ada ‘hidden information’ dalam melayani masyarakat. Transformasi digital mengubah layanan di sektor publik menjadi lebih efisien, inovatif dan berkelanjutan. Semua informasi terkait pelayanan harus terpublikasi dan dapat diakses langsung oleh masyarakat. Atas dasar itulah, maka layanan di pengadilan agama akan terus dituntut untuk mengikuti perkembangan Teknologi dan Informasi.
Selain itu, upaya pembaharuan pada badan peradilan agama tidak terlepas dari arah kebijakan Mahkamah Agung dalam mewujudkan peradilan yang modern berbasis teknologi informasi melalui pembaharuan di segala aspek manajemen dan tata kelola lembaga peradilan. Tidak hanya pada aspek keperkaraan, tetapi juga terus mendorong pembaruan manajemen dan tata kelola administrasi umum, seperti sarana dan prasarana pendukung fungsi utama Pengadilan (core business). Karena itu, adaptif terhadap perkembangan informasi dan teknologi merupakan suatu keniscayaan dan harus terus digalakkan guna mencapai ekspektasi masyarakat akan proses layanan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan menuju badan peradilan berkelas dunia.
Menjaga Integritas dalam Pemberian Layanan Hukum
Dewasa ini kata ‘integritas’ sangat familiar dibahas di mana-mana, menjadi slogan yang dipakai dan ditempel di berbagai tempat. ‘Integritas’ menjadi kampanye rutin di hampir semua kantor pemerintahan, termasuk di pengadilan agama. Tujuannya, agar ‘integritas’ tertanam pada alam bawah sadar para pemberi layanan. Namun apakah hal itu cukup?, maka jelas jawabannya tidak.
Integritas harus terimplementasi dalam perilaku pemberi layanan secara aktual. Integritas harus menjadi “dorongan” bagi setiap aparatur peradilan agar bertindak secara konsisten antara kata dengan perbuatan, antara slogan dengan kenyataan, dan antara data dengan realita. Integritas harus menjadi kultur dalam melayani para pencari keadilan.
Integritas dalam penyediaan layanan masyarakat memerlukan lebih dari sekadar menerapkan nilai 'kejujuran', tetapi juga menggabungkan nilai-nilai penting lainnya. Menurut Executive Brain Assessment, integritas terdiri dari setidaknya tiga nilai: kejujuran (honesty), konsistensi (concistency), dan keberanian (courage). Nilai kejujuran dapat dikembangkan melalui sikap empati (empathy), tidak mudah menyalahkan (lack of blame), dan kerendahan hati (humility). Sementara itu, nilai konsistensi akan terbangun manakala kita memiliki sikap pengendalian emosi (emotional mastery), akuntabel (accountability), dan fokus secara menyeluruh (focus on the whole). Adapun nilai keberanian (courage) adalah nilai yang hanya dapat tumbuh dari kesadaran untuk menegakkan kebenaran secara terbuka dan kepercayaan diri yang penuh (self confidence). Dengan demikian, implementasi 'integritas' ialah bahwa pengadilan secara terbuka dan berani bertanggung jawab untuk dapat menyelenggarakan pelayanan hukum sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat
Ketiga strategi tersebut di atas diharapkan dapat dipegang dan dilaksanakan oleh seluruh aparatur peradilan, khususnya para pimpinan pengadilan guna meningkatkan kualitas layanan kepada para pencari keadilan.
Jakarta, 17 Agustus 2024