HARI INI HARUS LEBIH BAIK DARI HARI KEMARIN DAN HARI ESOK HARUS LEBIH BAIK DARI HARI INI
oleh:
Drs. H. Muchlis, S.H., M.H
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ungkapan bahwa "hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini." Prinsip ini bukan hanya sekadar motivasi, tetapi juga merupakan ajaran yang sangat mendalam dalam Islam. Prinsip ini merupakan inti dari hadis yang disampaikan oleh Rasulullah Shalllahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهَ فَهُوَ مَغْبُوْنَ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنَ ( رواه الحاكم)
Artinya: "Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, (dan) barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan bahkan, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka."
Hadis di atas kemudian melahirkan suatu konsep perbaikan diri dan peningkatan kualitas hidup untuk selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, karena itu Islam mengajarkan akan pentingnya introspeksi dan evaluasi diri. Dalam Surah Al-Hashr ayat 18, Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok."
Ayat ini menekankan pentingnya setiap individu untuk merenungkan tindakan mereka dan berusaha untuk memperbaiki diri. Konsep ini sejalan dengan prinsip bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas iman. Dalam konteks ini, penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa setiap tindakan baik yang dilakukan hari ini akan berkontribusi pada kehidupan yang lebih baik di masa depan, baik di dunia maupun di akhirat.
Salah satu kunci untuk mencapai perbaikan diri adalah dengan membangun kebiasaan baik. Kebiasaan baik ini tidak hanya mempengaruhi aspek fisik dan mental seseorang, tetapi juga dapat berdampak pada hubungan sosial dan profesional. Dalam konteks ini, kebiasaan baik dapat mencakup berbagai praktik yang salah satunya ialah melakukan manajemen waktu yang efektif.
Manajemen waktu yang baik merupakan aspek penting dalam kehidupan seorang Muslim, karena waktu adalah salah satu nikmat yang diberikan Allah kepada umat-Nya. Dalam Islam, setiap detik yang berlalu memiliki nilai dan dapat dimanfaatkan untuk melakukan kebaikan demi kebaikan. Oleh karena itu, seorang Muslim dituntut untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, tidak hanya untuk kepentingan spiritual, tetapi juga untuk kepentingan duniawi, termasuk kepentingan di dunia pekerjaan.
Kebiasaan baik sangat berperan penting dalam membentuk karakter dan disiplin diri. Ketika seseorang secara konsisten melatih diri untuk melakukan hal-hal positif, sejatinya mereka tidak hanya meningkatkan kemampuan dalam mencapai tujuan pribadi, tetapi juga membangun rasa percaya diri yang kuat. Karena itulah, konsistensi dalam bertindak merupakan salah satu ajaran dari agama Islam sebagaimana yang diterangkan dalam Surat Huud ayat 112 sebagai berikut:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Maka beristiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan juga orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Banyak manfaat dari terus melakukan kebiasaan baik, misalnya, seseorang yang meluangkan waktu untuk belajar sesuatu yang baru, maka ia akan merasakan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, yang pada akhirnya dapat membuka peluang baru dalam karier dan jabatan mereka. Hal itu menunjukkan bahwa investasi dalam melakukan kebiasaan baik dapat memberikan hasil yang signifikan dalam jangka panjang untuk setiap aspek kehidupan.
Lebih jauh lagi, dampak dari kebiasaan baik ini tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga meluas ke lingkungan sosial mereka. Ketika seseorang mengadopsi kebiasaan positif, mereka sering kali menjadi panutan bagi orang lain di sekitar mereka. Itulah kenapa Rasulullah senantiasa menjadi panutan (uswatun hasanah) bagi seluruh alam, karena tingkah laku Rasulullah seluruhnya adalah kebaikan, bahkan setiap ucapannya adalah kebenaran yang menjadi hukum bagi segenap umat Muslim. Karena itu, kebiasaan baik memiliki potensi untuk menciptakan efek domino yang positif dalam komunitas.
Namun, penting untuk diingat bahwa membangun kebiasaan baik tidak selalu mudah. Proses ini memerlukan komitmen dan konsistensi, serta kesadaran akan tantangan yang mungkin dihadapi. Banyak orang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kebiasaan baru karena godaan untuk kembali ke kebiasaan lama yang lebih nyaman. Oleh karena itu, penting untuk menetapkan tujuan yang realistis dan menciptakan sistem dukungan yang dapat membantu mempertahankan motivasi. Dalam hal ini, dukungan dari rekan kerja, keluarga, atau pun orang terdekat dapat menjadi faktor kunci dalam kesuksesan seseorang dalam membangun kebiasaan baik.
Secara keseluruhan, membangun kebiasaan baik merupakan langkah penting dalam perjalanan menuju perbaikan diri. Kebiasaan ini tidak hanya memberikan manfaat bagi individu secara pribadi, tetapi juga dapat memperkuat hubungan sosial dan profesional mereka. Dengan memahami pentingnya kebiasaan baik dan berkomitmen untuk mengadopsinya, setiap individu memiliki potensi untuk mencapai tujuan mereka dan menciptakan dampak positif dalam kehidupan mereka dan orang lain di sekitar mereka. Oleh karena itu, langkah awal untuk perbaikan diri yang berkelanjutan adalah dengan mengenali dan mengembangkan kebiasaan baik yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan pribadi.
Jakarta, 27 September 2024