Mengingat Kembali Hakikat Persahabatan
(oleh : Drs. Zulkarnain Lubis M.H./Ketua MS. Langsa)
Menjalani hidup dan kehidupan dalam cita, impian, jihad fi sabilillah, dakwah bukanlah mudah jika tidak di "sahabati" seseorang yang dapat sepenuh hati tulus dan ikhkas menerima kekurangan dan kelebihan, memberikan dorongan, nasehat bantuan jiwa apalagi di dunia modern sekarang. Sekat-sekat materialisme, hedonisme, hubbud dunya, konsumtif, dan lain sebagainya telah menjarakkan satu diri dengan yang lain, menipiskan nilai-nilai yang dulu dipegang erat oleh orang tua kita. Antara manusia satu dan lainnya yang muncul hanya persahabatan semu, mutualisme, ikatan hanya sebatas saling menguntungkan dan mencari kenikmatan persahabatan itu sendiri.
Biasanya setiap orang pasti merasa dirinya memiliki sahabat. Di sekitar rumah, di sekolah, di kampus, di kantor, di masa kecil, masa remaja maupun setelah tua dimana saja dan kapan saja. Hubungan persahabatan terbentuk karena adanya ikatan, adanya persamaan kebutuhan untuk saling melengkapi satu sama lain. Namun, manusia tidak akan bisa menjalin sebuah persahabatan tanpa adanya interaksi, karena sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial, yang selalu berusaha untuk hidup dengan orang lain. Manusia tidak dapat hidup sendiri, tidak seperti hewan yang hidup hanya menurut insting dan dorongan indvidualnya masing-masing. Dalam memahami hidup ini manusia membutuhkan orang lain agar ia dapat memperoleh penjelasan tentang dirinya sendiri. Disinilah perlunya peran sahabat.
Kisah-kisah persahabatan yang penuh dengan keagungan nilai telah jarang terdengar.Padahal sudah sangat jelas komitmen persahabatan dan persaudaraan di dalam Islam yang menyebutkan bahwa “tidak beriman seseorang kalau dia belum mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri”. Hadist ini sejiwa dengan perkataan Aristoteles yang mengatakan di dalam bukunya yang sangat terkenal Etika Nichomacheia "Manusia tidak akan mencapai kebahagiaan dan keluhurannya dengan ingin memiliki sesuatu, melainkan dengan mengerahkan diri kepada sahabat, lingkungan, dan masyarakatnya".
Bercermin kepada persahabatan Rasul, sebagai manusia biasa rasul orang yang sangat beruntung karena memiliki empat orang sahabat beliau Abu Bakar, umar, usman dan Ali. Adakah kesuksesan Rasul dalam berdakwah bisa terwujud tanpa ditopang oleh kuatnya tali persahabatan dengan sahabat-sahabat beliau terutama khulafaurrasyidin. Sulit dibayangkan dakwah rasul bisa sukses tanpa pengorbanan sahabat beliau khususnya Abu Bakar. Dari keempat sahabat itu memang yang paling disayangi oleh rasul dan yang paling besar pengorbanannya kepada rosul adalah Abu Bakar. Hartanya sepenuhnya diberikan kepada rasul agar digunakan untuk dakwah rasul. Selain itu Abu Bakar orang yang pertama mengakui dan membenarkan agama yang dibawa rasul setelah khadijah isteri rasul di saat semua orang tidak mengakuinya. Karena sayangnya Rasul kepadanya, beliau pernah berkata, "Orang yang harta dan persahabatannya paling dekat denganku adalah Abu Bakar. Seandainya aku diperintahkan untuk memilih kekasih, maka aku akan memilih Abu Bakar sebagai kekasih, tetapi kami berada dalam persaudaraan Islam. Tidak ada suatu celah di masjid. kecuali celah Abu Bakar." (Shahih Muslim No Hadist: 1628).
Kalau melihat perjalanan para nabi dan rasul dalam mengemban amanat ilahi selalu ditopang oleh sahabat-sahabat yang luar biasa. Selain Rasul bisa kita sebut Nabi Isa bersama 12 sahabat setianya sekaligus sebagai pengikutnya yang setia. Musa bersama Harun, dalam kisah-kisah lain di dunia ini banyak orang menjadi terkenal karena ditopang oleh kesetiaan dan pengorbanan seseorang yang dinamakan sahabat.
Kuburan rasul didampingi oleh sahabat beliau adalah bukti sejarah monumental adanya persahabatan yang sangat kuat dan mulia di dalam sejarah peradaban Islam.
Sebaliknya tidak jarang dijumpai kejatuhan, kebangkrutan dan ketidakberdayaan seseorang baik pejabat, politikus, pengusaha, termasuk seorang nabi dan rasul dikhianati bukan oleh orang yang jauh dengannya melainkan orang-orang yang sangat dekat. Bukankan penentang rasul paling keras adalah Abu Jahal paman beliau sendiri, Nabi Isa dikhianati oleh pengikut dan sahabatnya Judas Iscariot. Kejadian seperti itu bukan hal yang jarang terjadi , biasa terjadi akibat kecintaan dunia, harta, jabatan dan wanita atau semua kenikmatan sementara yang telah melahirkan ketidaksetiaan dan pengkhianatan dalam ikatan kemuliaan persahabatan.
Kisah-kisah fenomenal tentang persahabatan manusia tidak hanya terjadi antar manusia bahkan manusia dengan binatang terjadi di dunia ini. Persahabatan yang tulus dan sangat dalam bisa terjadi antara manusia dan hewan mungkin dapat kita sebutkan kisah nyata seekor anjing bernama Hachiko. Nama seekor anjing yang legendaris dari jepang karena kesetiaannya kepada sang majikan, yakni seorang profesor bernama Hidesaburo Ueno. Yang sampai akhir masa hidupnya "Hachiko" masih saja menanti kedatangan sang tuan disebuah stasiun kereta api Shibuya Jepang dalam kurun waktu kurang lebih 9 tahun. Karena kesetiaan sepanjang hidupnya inilah akhirnya masyarakat jepang membuat sebuah monumen untuk mengenang loyalitas tinggi yang dilakukannya bukan oleh manusia melainkan binatang. Masih banyak lagi kisah Hachiko lainnya di dunia ini.
Pentingya nilai sahabat di dalam ajaran Islam jelas sekali bagaimana diketahui di dalam beberapa hadist yang menjelaskan diantaranya yg paling populer adalah "la yu'minu ahadukum hatta yuhibbu li akhikhi kama yuhibbu linafsihi tidak beriman seseorang sehingga ia mengasihi saudaranya sebagaimana ia mengasihi saudaranya sendiri".
Ada beberapa petunjuk yang diberikan rasul dalam memilih sahabat agar tidak salah dalam melangkah. Karena sahabat sangat penting artinya di dalam hidup seseorang karena demikian kuatnya pengaruhnya bahkan dapat menjerumuskan kita ke dalam api neraka. Rasul pernah berkata “la tushohib illa lil mu,mina Janganlah engkau bersahabat kecuali dgn orang mukmin”. Didalam hadist lain disebutkan “bahwa agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi temannya”. Masih banyak lagi hadist-hadist yang menjelaskan tentang persahabatan.
Keperdulian tentang seorang sahabat yang baik di dalam kehidupan juga menjadi perhatian Imam Ghazali. Beliau mengatakan ada dua belas kriteria sahabat sejati, di antaranya adalah:
1. Jika kau berbuat baik kepadanya, maka ia juga akan melindungimu.
2. Jika engkau merapatkan ikatan persahabatan dengannya, maka ia akan membalas balik persahabatanmu itu.
3. Jika engkau memerlukan pertolongan darinya, maka ia akan berupaya membantu sesuai dengan kemampuannya.
4. Jika kau menawarkan berbuat baik kepadanya, maka ia akan menyambut dengan baik.
5. Jika ia memproleh suatu kebaikan atau bantuan darimu, maka ia akan menghargai kebaikan itu.
Persahabatan juga menjadi perhatian filosof besar seperti Aristoteles. Dia mengatakan sahabat sejati adalah satu jiwa dalam dua badan. Dia juga menerangkan bahwa persahabatan itu ada 3 macam yaitu persahabatan yang atas dasar saling menguntungkan, saling menikmati, dan atas dasar saling menyenangi atau mencintai. Persahabatan pertama dan kedua tentu saja tidak akan bersifat abadi, besar kemungkinan terjadi konflik, dan tentu saja kedua pihak tidak merasakan kepuasan. Persahabatan hanya dijadikan sarana untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain. Tentu saja bukan jenis persahabatan seperti ini yang kita harapkan.
Memilih sahabat di dalam pergaulan menjadi keniscayaan karena pengaruhnya sangat kuat apakah seseorang akan selamat hidup di dunia dan di akhirat. Di akhirat nanti ada orang-orang yang menyatakan penyesalannya karena salah memilih sahabat ketika di dunia. Sebagaimana firman Allah:
“Dan ingatlah ketika orang-orang zalim menggigit kedua tangannya seraya berkata aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama Rasul. Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur’an sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29).
Seorang Lukmanul Hakim juga memberikan perhatian terhadap hal ini sebagaimana nasehat beliau kepada anaknya, ia mengatakan “wahai anakku jika kamu mau mencari sahabat sejati maka kamu ujilah ia terlebih dahulu dengan berpura-pura membuatkan ia marah terhadapmu. Sekiranya dalam kemarahan ini ia masih maumenasehati, menyadarkan dan menginsafkanmu maka dial ah sahabat yang dicari. Jika berlaku sebaliknya berwaspadalah kamu terhadapnya”.
Dari uraian di atas dapat kita mengerti demikian sangat berharga dan tingginya nilai sebuah persahabatan baik di dalam ajaran Islam maupun pandangan nilai nilai filosofi para pemikir maupun filosof. Keberuntungan besar bagi seseorang yang telah memiliki, baik di dalam kehidupan rumah tangga ataupun orang lain yang berada di sekitarnya. Memilkinya ibarat mempunyai mutiara berharga, Khalifah Ali bin Abi Talib pernah berkata selemah lemah manusia ialah orang yang tak mau mencari sahabat dan orang yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mensia-siakan sahabat yang sudah didapatkan. Semoga Allah memberikan kita seseorang yang dinamakan sahabat. Amiin.