logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 25440

MENGGAPAI GENERASI KHAIRA UMMAH*

Oleh : Kusnoto, SHI, MH

(hakim pada Pengadilan Agama Natuna, Kepulauan Riau)

Saudaraku seiman rahimakumullah

Mari kita simak firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 110 yang berbunyi :

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Artinya : Kalian adalah umat terbaik yang ditampilkan untuk manusia, menyuruh kepada  ma`ruf  dan mencegah dari munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Asbabun nuzul ayat ini diriwayatkan bahwa dua orang keturunan yahudi berkata kepada Ibnu Mas’ud dan Mu`adz bin Jabal dengan perkataan ديننا خير مما تدعونا إليه ونحن افضل منكم (agama kami lebih baik dari agama yang kalian da’wahkan, bangsa kami lebih unggul dibanding kalian). Kemudian turunlah ayat ini sebagai bantahan terhadap mereka. Umat yang terbaik, setelah diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rasul, adalah umat Islam.

Selanjutnya Ibn al-Jauzi berpendapat diantaranya bahwa كُنْتُمْyang dimaksud ayat di atas adalah seluruh umat Nabi Muhammad yang beriman. Jadi, umat islam adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena eksistensinya nampak di hadapan manusia, selalu menyuruh kepada ma`ruf, dan mencegah dari munkar, dan beriman kepada Allah.

Sebagian umat islam zaman sekarang sering memahami bahwa umat Islam apapun kondisinya dan bagaimanapun perilakunya tetap saja menjadi satu-satunya penyandang predikat umat terbaik di muka bumi, tidak dapat tergantikan oleh umat lain, dan tidak terkalahkan umat lain. Predikat khaira ummah adalah hak milik mutlak umat islam, bukan umat lain. Pemahaman semacam ini adalah benar, namun rawan dihinggapi keterlenaan karena terlalu sibuk diliputi perasaan membanggakan diri. Tanpa disadari ternyata masih terbelakang karena kurang mampu mengimplementasikan prestasi ibadah yang menjadi syarat pokok memperoleh predikat khaira ummah yaitu eksis di hadapan manusia, selalu menyuruh kepada ma`ruf, mencegah dari munkar, dilandasi keimanan dalam pergaulan dunia masa modern ini.

Dulu pada masa nabi Muhammad dan kekhalifahan sahabat serta kerajaan islam (daulah) di asia, afrika maupun di eropa, memang umat islam menjadi umat yang terbaik. Umat Islam saat itu menjadi kiblat dunia dan umat paling berperan serta berpengaruh dalam pergaulan regional maupun internasional. Namun disebabkan perpecahan, kemudian umat islam menjadi bangsa yang diceraiberaikan, direndahkan, terbelakang dan terjajah hingga abad 19 masehi.

Dan realitanya hingga sekarangpun, meski sudah merdeka fisik dari penjajahan namun umat islam dapat dibilang masih “belum merdeka” sepenuhnya termasuk mentalitasnya, sehingga masih belum nampak eksistensinya dalam pergaulan dunia. Bahkan masih banyak direndahkan dan dinomorduakan atau bahkan dinomorsekiankan. Sementara ini umat islam tertinggal di belakang negara-negara berpenduduk mayoritas beragama yahudi, atau nasrani atau bahkan tanpa beragama. Tertinggal dalam berbagai hal positif seperti perihal teknologi, etos kerja, birokrasi pemerintahan yang bersih, pendidikan, ekonomi, politik, pertahanan, transportasi, olahraga, dan lain lain.

Kita saksikan sekarang negara-negara penduduk mayoritas muslim misalnya Indonesia masih bermasalah dengan korupsi, kolusi, nepotisme, money politic, pengangguran, kesenjangan sosial, ketidakmerataan kesejahteraan, dan dekadensi moral serta memudarnya karakter bangsa. Begitu juga dengan negara-negara islam di timur tengah, masih banyak bergantung kepada negara-negara barat untuk mengolah kekayaan alamnya. Begitu juga mereka belum mampu berbuat banyak ketika menyaksikan Palestina diserang oleh Israil maupun negara berpenduduk muslim yang dilanda bencana. Organisasi internasional semacam PBB pun lebih banyak dikuasai oleh negara-negara berpenduduk non muslim. Pendek kata, kini Predikat khaira ummah “nyaris tercabut” dari kaum muslimin dan hanya tinggal kenangan masa lalu. Naudzubillahi min dzalik, semoga kondisi memilukan itu jangan sampai terjadi. Oleh karena itu, melalui pemahaman spirit yang terkandung dalan surat Ali Imron ayat 110 mari kita menggapai khira ummah di masa sekarang dan masa mendatang. Mari kita berupaya mengembalikan kejayaan yang pernah diperoleh umat islam pada masa berabad-abad lalu.  

Saudaraku muslimin muslimat rahimakumullah        

Mari kita gali spirit dalam dalam Surat Ali Imron ayat 110 tersebut. Kata كُنْتُمْpada ayat tersebut berupa fiil madhi (past tense / bentuk lampau), begitu juga أُخْرِجَتْberupa fiil madhi, sehingga bisa jadi berarti“kalian pada masa lampau adalah umat terbaik yang telah ditampilkan di hadapan manusia”. Sedangkan kata تَأْمُرُونَberupa fiil mudari’ (present continius tense / bentuk sekarang dan berlanjut hingga mendatang), begitu juga وَتَنْهَوْنَberupa fiil mudari’, dan juga kata وَتُؤْمِنُونَberupa fiil mudari’. Hal ini menunjukkan bahwa untuk dapat mempertahankan predikat khaira ummah tidak boleh terlarut dalam euforia masa lalu. Namun harus dipertahankan dengan cara selalu senantiasa (present continius) untuk mempropagandakan dan meneladani perilaku ma`ruf  serta mencegah dari munkar dengan dilandasi ketuhanan yang maha esa (yaitu keimanan kepada Allah). Dengan demikian, maka ayat tersebut dapat dipahami bahwa umat islam adalah umat terbaik dengan selalu tampil di hadapan manusia, dengan senantiasa menyuruh kepada  ma`ruf dan dengan senantiasa mencegah dari munkar serta senantiasa beriman kepada Allah.

Bila kita amati ternyata ayat tersebut tidak terhenti pada pernyataan:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Namun disambung dengan pernyataan:

وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

“Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Potongan ayat tersebut mengisyaratkan bahwa bangsa lainpun (termasuk bangsa keturunan yahudi atau nasrani atau bangsa lain) bisa menjadi umat yang baik jika mereka mau beriman kepada Allah (dan semua rukun iman) serta melaksanakan ajaran islami. Dengan demikian, predikat khaira ummah diperebutkan bangsa-bangsa dan untuk mewujudkannya dibuktikan dengan aksi nyata. Itu artinya bahwa siapa pun (bangsa manapun) tidak akan meraih derajat sebagai umat terbaik kecuali yang beriman, eksis di hadapan manusia, amar ma’ruf dan nahy munkar. Sejak Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul maka derajat manusia tidak dibedakan oleh ras atau keturunan mana, melainkan ditentukan oleh derajat keimanan dan ketaqwaannya.

Namun mungkin salah satu bentuk kecerdikan bangsa Yahudi dan Nasrani adalah kebanyakan mereka tetap dengan akidahnya, tapi berperilaku dengan perilaku yang digali dari ajaran Islam. Selanjutnya perilaku tersebut dikemas dan diberi label sebagai budaya hidup mereka. Sehingga sedikit demi sedikit melekatlah predikat baik (atau dicitrakan baik) pada mereka seperti budaya tertib dan bersih, transparansi, akuntable, demokrasi, etos kerja, persatuan dan kerjasama. Merekapun menjadi umat yang berprestasi dari segi “fisik” karena secara mental mereka tetap saja umat yang fasik.

Sedangkan di sisi lain, bangsa-bangsa yang berpenduduk mayoritas muslim terlena dengan keadaan. Ulama maupun kelompok berpengaruh (semacam kaum haji, kyai) belum maksimal memberdayakan peran agama untuk kemajuan umat dan bangsa. Banyak dijumpai orang yang dalam kartu identitasnya (semisal KTP) tercatat beragama Islam, namun perilakunya di masyarakat jauh dari nilai/ajaran Islam. Tidak jarang “Muslim KTP” ini menganggap bahwa ajaran islam hanyalah ketika sedang beribadah (mahdhah) di masjid/mushala. Nilai ibadah mahdhah yang ditunaikan tidak berpengaruh terhadap perilaku sehari-hari di masyarakat. Jika mereka (lebih-lebih generasi muda muslim) diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan bangsa lain (misalnya bangsa barat atau masyarakat kota yang sudah terpengaruhi budaya asing), ternyata hanya sedikit menyerap budaya baiknya, namun lebih banyak menyerap dan meniru budaya buruknya. Kondisi semacam ini tentunya semakin menjauhkan mereka dari kategori khaira ummah. 

Oleh karena itu, kesiapsiagaan mutlak diperlukan dan jangan lagi terlena. Mempercepat laju pembangunan jiwa raga dan berlari ke depan mengejar cita serta meninggalkan dari ketertinggalan. Kita harus bisa mengambil spirit yang terkandung pada ayat tersebut. Bahkan untuk membangkitkan semangat juang tersebut, tidak ada salahnya jika kita menyerukan dengan:

أنْتُمْ ستكُونون خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاس إن تَأْمُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ

Artinya : Kalian akan selalu menjadi umat terbaik yang ditampilkan untuk manusia, jika kalian selalu menyuruh kepada  ma`ruf  dan mencegah dari munkar dan beriman kepada Allah.

Jika pernyataan tersebut di atas ternyata kurang mampu mendongkrak semangat juang, dalam arti kurang diperhatikan oleh masyarakat muslim sekarang ini, maka tidak ada salahnya jika kita diserukan kepada khalayak muslimin dengan ungkapan bentuk perintah (fi’il amar) sebagai berikut:

كُونوا خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاس وأْمُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَاَنْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَأْمِنُوا بِاللَّهِ

Artinya : Jadilah (kalian) adalah umat terbaik yang ditampilkan untuk manusia, suruhlah kepada ma`ruf dan cegahlah dari munkar dan berimanlah kepada Allah.

Dengan seruan tersebut, diharapkan khalayak muslimin menjadi insaf kembali dari kelalaiannya dan terbangun dari kelengahannya. Jika seruan tersebut di atas juga tidak mampu mendongkrak semangat juang kaum muslim sekarang ini, maka dapat digambarkan suatu kondisi yang memilukan di masa mendatang. Suatu kondisi dimana kaum muslimin semakin terasing di dalam pergaulan dunia. Begitu juga masyarakat muslim di Indonesia semakin tidak berperan dalam pergaulan nasional, regional maupun internasional. Banyak kuantitasnya namun redah kualitasnya. Bagai buih di lautan yang mudah terhempas terombang-ambing oleh ombak. Nauzubillah min zdalik. Oleh karena itu, menjadi umat terbaik (khaira ummah) merupakan kebutuhan bagi kaum muslimin yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Berprestasi baik dengan menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran yang didasari keimanan kepada Allah merupakan pekerjaan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita kaum muslimin untuk mewujudkan serta mempertahankan predikat khaira ummah, baik di masa lalu, masa sekarang maupun masa mendatang. Amiin....amiin ya mujibas saiilin.


*. disarikan (dengan beberapa penambahan dan perbaikan) dari ceramah penulis di Masjid Agung Natuna pada tanggal 29 Oktober 2014 (ceramah rutin hari Rabu ba’da shalat magrib).


 


 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice