MEMAKNAI BENCANA
Ahmad Zahri, S.H, M.HI
(Ketua Pengadilan Agama Kuwuk Kelas I B)
A. Pendahuluan
Kita telah maklum bahwa pada hari Jumat, tangal 28 September 2018 telah terjadi gempa bumi dengan magnitudo 7,4 di utara Donggola dengan kedalaman 11 km di bawah permukaan laut. Gempa tersebut diikuti gelombang tsunami dan lumpur maut (likuifaksi) yang menimbulkan bencana dahsyat di kota Palu, Kab. Donggala, Sigi, Parigi Moutong Sulteng dan Kab. Pasangkayu, Sulbar.
Pasca gempa banyak ulama, ustdz, mubaligh dsb. yang mengeluarkan pernyataan melalui televisi, medsos atau media lain bahkan melalui mimbar Jumat/ceramah agama bahwa gempa Donggala/Palu disebabkan masyarakat Palu dan sekitarnya telah banyak berbuat dosa dan maksiat kepada Allah swt. Benarkah bencana alam disebabkan dosa manusia penghuni tempat tersebut? Jika benar, mengapa bukan orang Yahudi yang dholim dan menentang hukum Allah swt yang padanya ditimpakan bencana dahsyat?
Kasihan masyarakat Palu dan sekitarnya sudah ditimpa bencana masih mendapat stigma banyak melakukan dosa dan maksiat. Saya sebagai warga Sulawesi Tengah mencoba mengangkat topik gempa Palu dari sudut pandang dan pemaknaan bencana sebagai rahmatan lil alamin.
Selengkapnya KLIK DISINI