logo web

Dipublikasikan oleh PA Jember pada on . Dilihat: 708

POLEMIK SENGKETA KEWENANGAN PENETAPAN

TERSANGKA PERKARA KONEKSITAS

 

Azalia Purbayanti Sabana, S.H., M.H.

Analis Perkara Peradilan

Pengadilan Agama Jember

 

 

Tulisan ini telah terbit di website chartakeadilan.com pada tanggal 5 September 2023

 

Pada 25 Juli 2023 lalu Tim Penyidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta Timur dan Bekasi yang esoknya sebanyak 5 orang langsung ditetapkan sebagai tersangka atas proyek pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan tahun anggaran 2021-2023. Penetapan tersangka oleh KPK tersebut menuai kontroversi dan polemik dari pejabat Mabes TNI dan pemerhati hukum karena beberapa diantaranya turut ‘meringkus’ perwira aktif yang menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas), Marsdya Henri Alfiandi (HA) dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Arif Budi Cahyanto (ABC). Bahkan salah satu komisioner KPK, Johanis Tanak, menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan bawahannya dan melimpahkan perkara tersebut kepada Puspom TNI setelah Marsekal Muda Agung Handoko selakuDanpuspom TNI mendatangi gedung Merah Putihyang menuding KPK telah melanggar prosedur hukum acara saat menetapkan Marsdya HA danLetkol ABC sebagai tersangka.

Tak selang beberapa hari, Tim Penyidik Puspom TNI pun juga menetapkan keduanya sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan pada 31 Juli 2023 pasca menerima pelimpahan perkara tersebut dari KPK. Penetapan tersangka dan pelimpahan perkara suap tersebut mengundang perdebatan publik apakah KPK berwenang dalam melakukan OTT sekaligus penetapan tersangka kepada Marsdya AH dan Letkol ABC yang masih sebagai perwira aktif di Korps TNI. Dan apabila KPK nyata-nyata tidak berwenang apakah penetapan tersangka Kabasarnas dan Koorsmin otomatis gugur?. Guna menjawab isu tersebut secara elaboratif, barangkali perlu untuk meng-flashback perihal kasus-kasus yang melibatkan unsur sipil dan unsur militer perihal penyertaan tindak pidana (deelneming) yang pernah dilakukan proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum kita.

Pertama, kasus korupsi pengadaan4 unit Helikopter Mi-17 di Departemen Pertahanan (Dephan) pada 2001 yang menjerat Brigjen Prihandonoselaku Direktur Pelaksana Anggaran pada Ditjen Perencanaan Sistem Pertahanan Dephan yang juga masih berstatus sebagai perwira militer aktif saat itu. Dalam kasus ini, Prihandono didakwa melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999jo. UU No. 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor)jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPoleh tim penuntut umum koneksitas yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Prihandono pun dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembayaran uang muka pengadaan helikopter buatan Rusia tersebut dan divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dibacakan oleh majelis hakim yang tersusun secara koneksitas pada tahun 2007.

 

ARTIKEL SELENGKAPNYA KLIK DISINI

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice