MENILIK BATAS PEMANGGILAN TERGUGAT DALAM ACARA VERSTEK
Oleh : Akmal Adicahya, S.H.I.1
Perkara yang diputus secara verstek atau diputus tanpa kehadiran para pihak2 merupakan salah satu jenis perkara yang jamak ditemukan dalam praktik peradilan. Secara sederhana, putusan verstek dapat dimaknai sebagai putusan yang dijatuhkan dalam suatu persidangan yang mana persidangan tersebut tidak dihadiri oleh para pihak atau tidak dihadiri oleh salah satu pihak. Soepomo3 dan Yahya Harahap4 mengkategorikan dijatuhkannya putusan tanpa kehadiran baik Penggugat maupun Tergugat sebagai putusan verstek. Pasal 77 dan Pasal 78 Reglement op de Burgerlijk Rechtsvoordering (BRv) memang menggunakan istilah verstek dalam kedua kondisi tersebut.
1 Hakim Pada Pengadilan Agama Lewoleba
2 Saat ini istilah tanpa kehadiran Tergugat digunakan sebagai penyebutan atas putusan verstek. Padahal sesuai Pasal 8 ayat (1) UU 20 Tahun 1947 digunakan istilah “di luar hadir Tergugat” untuk menyebut putusan verstek. Istilah “luar hadir” juga digunakan oleh Soepomo untuk menyebut acara verstek. Namun saat ini dalam praktik istilah yang jamak digunakan untuk menunjuk suatu putusan sebagai putusan verstek adalah putusan tanpa kehadiran. Sementara istilah di luar hadir digunakan untuk menyatakan bahwa pihak tersebut mengikuti sebagian proses sidang namun tidak hadir saat pembacaan putusan. Lihat Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Paradnya Paramita, 2000) Hlm. 33
3 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: Paradnya Paramita, 2000) Hlm. 33
4 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014) Hlm. 381-382
Selengkapnya KLIK DISINI