Memahami Akad/Perjanjian Dalam Produk Bank Syariah
Oleh: Hj. Harijah Damis
(PA.Makassar)
Pendahuluan
Penyelesaian sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan absolute Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 perubahan pertama Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kewenangan tersebut dituangkan pada pasal 49 yang menyebutkan Pengadiln Agama bertugas dan berwenang memeriksa, mumutus dan menyelesaikan perkara pada tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawina, b. Waris, c. Wasiat, d. Hibah, e. Wakaf, f. Zakat, g. Infak, h. Shadakah dan i. Ekonomi syasiah.
Penyelesaian sengketa bidang perbankan syari’ah dan bidang ekonomi syariah lainnya, mencakup: Bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah (penjelasan pasal 49 huruf i).
Namun demkian, kewenangan absolut tersebut menjadi tidak pasti dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan kompetensi atau kewenangan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah dan berimplikasi pada adanya pilihan hukum bagi pihak dalam perjanjian untuk memilih penyelesaian sengketa (choice of forum) pada Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama atau Pengadilan lingkungan peradilan umum.
selengkapnya KLIK DISINI
.