Belajar Dari Kasus “Yati dan Mat Rawi”
Oleh: H. Asmu’i Syarkowi
(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I A)
Pemeriksaan perkara perceraian di ruang sidang, selalu menyisakan banyak cerita. Sebagai pengadil yang telah menangani ribuan kasus, penulis tentu memiliki banyak cerita pula mengenai problematika rumah tangga. Ternyata benar kata M. Yahya Harahap ( Mantan Hakim Agung ), bahwa setiap perkara, meskipun terlihat sama, pasti tetap memiliki perbedaan karakteristik. Oleh karena itu, meskipun sama-sama perkara perceraian, antara satu dengan yang lain pasti juga punya perbedaan cerita. Sehingga, jumlah cerita mengenai kasus perceraian juga sebanding dengan jumlah perkara yang ada. Akan tetapi memang hanya beberapa kasus saja yang memiliki keunikan dan salah satunya adalah seperti yang penulis ungkapkan berikut.
Yati (bukan nama sebenarnya), si perempuan muda itu mungkin tidak membayangkan jika suatu saat harus duduk menghadapi 3 orang bertoga di Pengadilan Agama. Pernikahan yang telah membuahkan 3 orang anak itu, sekilas tentu boleh dibilang menjadi indikator kebahagiaan berumah tangga. Tetapi ternyata usia pernikahan yang sudah berlangsung hampir satu dasa warsa itu, harus mengalami ‘gangguan’. Dalam bahasa penceramah acara resepsi perkawinan, gangguan itu sering didramatisasi sebagai “badai rumah tangga”. Mat Rawi (bukan nama sebenarnya) suaminya yang diidamkan sebagai arjuna sekaligus sebagai imamnya, meskipun sudah beranak tiga, ternyata perangainya sulit berubah. Watak temperamen dan sok jago itu, seiring dengan perjalanan waktu dirasakan tidak sedap lagi. Dahulu, ketika awal perkenalan, watak ini bagi Yati, justru menjadi kebanggannya.Dia bangga karena Mat Rawi pacarnya ternyata maco.
Selengkapnya KLIK DISINI