APAKAH NAFKAH MADLIYAH (LAMPAU) ANAK YANG TIDAK TERBAYARKAN MUTLAK LILINTIFA’?
(Kajian terhadap Kaidah Yurisprudensi MA RI Nomor 608 K/AG/2003)
Drs. H. AHMAD ZUHDI MUHDLOR, SH., M. Hum.[1]
M. NATSIR ASNAWI, S.HI.[2]
A. Pendahuluan
Salah satu yurisprudensi penting, hemat penulis, dan menjadi patron para hakim di lingkungan Peradilan Agama adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 608 K/AG/2003 tanggal 23 Maret 2005 yang melahirkan tiga kaidah hukum. Salah satu kaidah hukum yang patut dikaji adalah kaidah hukum berkenaan dengan nafkah madliyah (lampau) anak yang tidak terbayarkan. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Kasasi mengemukakan:
“Bahwa kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya adalah lil intifa’ bukan li tamlik, maka kelalaian seorang ayah yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madliyah anak) tidak bisa digugat”[3]
Namun demikian, penulis masih bertanya-tanya, apa hujjahatau dalil maupun peraturan perundang-undangan yang mendasari Majelis menetapkan demikian? Sayangnya, dalam pertimbangan tersebut, hujjah atau dalil tersebut tidak dinukil, sehingga masih menimbulkan pertanyaan di kalangan hakim dan praktisi lainnya. Penulis pun menemukan hal demikian dalam salah satu komentar pada salah satu artikel penulis yang menyatakan bahwa dia belum pernah menemukan dalil atau dasar yang menetapkan bahwa nafkah madliyah anak yang tidak terbayarkan adalah lil intifa’ bukan li tamlik, sehingga tidak dapat digugat.
[1]Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta; Hakim Mentor pada Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu Angkatan I 2011-2013
[2]Hakim Pengadilan Agama Banjarbaru; Alumni Pendidikan dan Pelatihan Calon Hakim Terpadu Angkatan I 2011-2013
[3]Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tahun 2006, Mahkamah Agung RI, 2007, h. 369.
selengkapnya KLIK DISINI
.