logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 1993

H. ANDI SYAMSU ALAM : "Selamat Pak Purwo, Buatlah Kultur Baru Berbasis Kebersamaan!"

Langit biru, sang surya mulai menampakkan sinarnya, langkah tegap para pejabat dari Badilag lambat-laun memasuki gedung MA. Suasana di kawasan Medan Merdeka Utara terlihat sibuk. Pagi itu, acara pelantikan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama digelar. Drs. H. Purwosusilo, SH, MH secara resmi dilantik oleh Ketua MA Dr. H. Hatta Ali, SH, MH, Kamis (21/2) yang lalu.

Santri yang telah lama mengabdi kepada Kiai, saatnya mengamalkan ilmu dari sang guru. Cantrik yang lama mengikuti sang Begawan, sudah waktunya tampil menerapkan teori husnul adab (perlakuan yang baik). Masyarakat menantikan kiprah seorang santri yang direstui kiai, aparatur Peradilan Agama juga mengharapkan si Cantrik dapat meningkatkan pencapaian demi pencapaian. Bahkan, salah seorang petinggi Uldilag MA RI sendiri menaruh harapan besar terhadap sosok Cantrik dan santri yang kini menjadi kiai dan Begawan, dialah Dr. H. Andi Syamsu Alam, SH, MH (Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama MA RI).

Tuada Uldilag, secara khusus menaruh harapan kepada Dirjen Badilag yang baru, ia juga memberikan apresiasi kepada mantan Dirjen Badilag Drs. H. Wahyu Widiana, MA karena telah memberikan perubahan yang signifikan bagi Peradilan Agama. Di tengah-tengah persiapan penyusunan buku Mimpi-Mimpi Dan Harapan Andi Syamsu Alam, yang akan disusun oleh Drs. Muslim, SH, MA (Wakil Ketua PA Cilegon) dan Alimuddin, SHI (Hakim PA Pandan), di ruang kerjanya Kamis (21/2), Tuada Uldilag, berbincang-bincang seputar pelantikan Dirjen Badilag yang baru. Berikut petikan wawancaranya bersama Drs. Muslim, SH., MA (Wakil Ketua PA Cilegon):

 

Apa kabar pak Tuada?

Alhamdulillah, sehat, seperti yang Anda lihat berdua.

Pak Purwosusilo sudah dilantik sebagai Dirjen Badilag, bagaimana menurut bapak?

Saya mengucapkan selamat atas pelantikan Pak Purwo menjadi Dirjen Badilag. Semoga Peradilan Agama semakin jaya.

Apa pesan bapak untuk beliau?

Saya minta kepada beliau, bendera kita satu. Bendera kita, bendera Peradilan Agama. Tidak dua bendera yang dikibarkan, bendera Badilag dan bendera Uldilag. Kalau kita dua bendera, maka Badilag akan mengerjakan pekerjaannya yang dianggap baik oleh  dia dan Uldilag juga demikian, akibatnya berjalan sendiri-sendiri.

Sebenarnya, apa keinginan dari Uldilag untuk Badilag?

Keinginan kami di sini (Uldilag dan para Hakim Agung), konsep dan gagasan yang kami rumuskan idealnya dituangkan ke Badilag untuk dilaksanakan sesuai kemampuannya, baik kemampuan dana, tenaga ahli, dan pencapaian. Terus, Badilag akan menjalankan semua konsep dan gagasan itu karena dia adalah supporting unit. Sebab, kalau Badilag tidak menganggap dirinya sebagai supporting unit, maka tidak ada sinergi yang ideal antara Uldilag dan Badilag dalam rangka memajukan Peradilan Agama ke depan.

Apa yang bapak harapkan dari Dirjen Badilag yang baru?

Kalau Dirjen yang baru ini ingin memajukan Peradilan Agama, leburlah, tidak ada Uldilag dan tidak ada Badilag, yang ada adalah bendera Peradilan Agama. Kita berdua dan bersama-sama  memadukan keinginannya masing-masing yang diramu menjadi satu. Kalau sampai dipecah, menjadi tidak ada keuntungan, hanyalah kerugian semata. Sebab hemat saya, ketika dua kekuatan ini disatukan, maka percepatan untuk memajukan Peradilan Agama akan mudah dicapai karena ada keterpaduan.

Bagaimana pembagian kerjanya?

Kalau kita mau konsisten, sebenarnya tugas pokok kita adalah menyelesaikan perkara, artinya Uldilag sifatnya teknis. Para Hakim Agung yang tahu betul apa yang harus dibenahi di bidang teknis. Bagus atau tidaknya putusan, kamilah yang tahu di sini melalui kasasi dan PK. Kemudian saat kita turun ke daerah, kita tahu kelemahan-kelemahan yang ada di PA.

Lalu, bagaimana dengan Badilag sendiri?

Tentunya kami tidak mampu bekerja sendiri, persoalan administrasi dan kelengkapan data ada pada Badilag. Sebagai contoh kecil, kalau punya kader-kader yang bagus yang harus dikoleksi, jangan simpan mereka di daerah yang jauh dari kota sehingga tidak bisa beli buku dan mengembangkan diri. Mereka adalah mutiara PA dan itu harus diketahui Badilag.

Soal pengembangan SDM PA tadi, bagaimana konkritnya?

Konkritnya, tarik kader-kader terbaik PA ke kota dan kumpulkan mereka sehingga menjadi satu kekuatan. Hal teknis yang semacam itu, tugasnya Badilag melalui Dirjen baru, ada keseimbangan dan pertimbangan antara Uldilag dengan Badilag dalam menentukan para tenaga ahli dari kalangan Hakim PA. Keahlian itu ada pada Uldilag karena diisi oleh para Hakim Agung yang berpengalaman sebelumnya sebagai Ketua PA, ketua PTA, dan hasilnya dilaksanakan oleh Badilag.

Apakah selama ini pengembangan SDM di PA belum maksimal?

Ada banyak perubahan, namun masih banyak yang tidak sesuai dengan harapan.

Lalu, bagaimana gagasan bapak?

Hemat saya, harus singkron. Contohnya saja dalam hal melakukan promosi dan mutasi tenaga teknis PA. Dalam hal ini Badilag yang memutasikan tenaga teknis, tetapi sejauhmana promosi dan mutasi itu mencapai keberhasilan? tentunya kami yang berada di Uldilag yang mampu menilainya.

Apa barometer dari Uldilag soal promosi dan mutasi ini?

Kami melihatnya dari dua hal, pertama dari putusannya yang kami nilai dan kedua kita mengetahui benar si A dan si B dari sisi kualitasnya.

Apa saran bapak untuk Dirjen Badilag yang baru?

Jadi, saya sarankan kepada Dirjen Badilag yang baru. Buatlah kultur baru, ketika beliau membangun sistem yang kuat berbasis kebersamaan, maka akan mempercepat kemajuan Peradilan Agama. Tetapi, kalau ada dua bendera, maka walaupun ada kemajuan tidak sesuai dengan harapan. Mudah-mudahan Dirjen kita yang baru bisa memahami hal yang seperti itu.

Stigma yang selama ini berkembang, Uldilag dianggap teknis dan Badilag administrasi. Apa itu benar?

Saya berpendapat, antara teknis peradilan dan administrasi peradilan apa bedanya? Administrasi peradilan mendukung teknis. Teknis tidak bisa jalan bila tidak didukung administrasi peradilan. Ya ..satukanlah, sehingga dua-duanya berjalan beriringan dan satu irama. Ibarat tubuh, Uldilag adalah otaknya sedangkan darahnya ada di Badilag.

Bagaimana kultur baru yang bapak maksudkan?

Selama ini stigma yang berkembang dan saya menganggapnya keliru, bahwa Ketua PTA menganggap atasan langsungnya adalah Dirjen. Sekarang kita ubah stigma itu, saya bersama Dirjen baru akan membuat dan membangun kultur baru.

Bagaimana cara membangun kultur baru itu?

Jajaran Uldilag dan jajaran Badilag akan mencoba membangun sebuah pemahaman bahwa atasan Ketua PTA itu adalah ketua MA. Selain itu, kepaniteraan dan kesekretariatan bisa berbeda karena itu soal pekerjaan, tapi kalau soal kepemimpinan harus tunggal. Yang ada adalah pimpinan MA. Tidak ada istilah pimpinan teknis dan pimpinan struktural.  Saya kira, inilah yang harus dirumuskan bersama antara Uldilag dengan Dirjen Badilag, dan saya berharap beliau (Dirjen Badilag) memakluminya.

Apa yang telah dibuat oleh Dirjen lama adalah sesuatu yang bagus. Apa pendapat bapak?

Pak Wahyu telah membawa Peradilan Agama mendunia. Dia memperkenalkan ke dunia luar melalui IT yang sangat baik. Berkat kegigihannya, banyak hakim-hakim kita melaksanakan pendidikan di luar negeri. Satu lagi yang membanggakan adalah beliau telah mempelopori suatu sejarah baru mengenang Peradilan Agama dari masa ke masa melalui galeri 130 Peradilan Agama. Semoga itu semua menjadi amal jariah pak Wahyu.

Apa pesan bapak untuk pak Wahyu Widiana?

Saya berpesan dan meminta beliau. Jadilah tokoh bayangan dari kami untuk tiga hal;

  1. Lanjutkan itu galeri supaya makin baik dan menjadi kebanggaan. Perbanyak benda-benda sejarah di dalamnya, dan kelola secara professional. Beberapa hari lalu (18/2) saya bersyukur di bawa ke Pengadilan Agama Binjai Sumatera Utara. Saya melihat orang-orang di daerah sungguh kreatif. Saya telah berjalan dari Sabang sampai Merauke, namun di PA Binjai saya melihat sesuatu yang baru. Ada museum rumah keadilan yang menyimpan benda-benda bersejarah peradilan agama dari masa ke masa. Katanya Anda (Muslim) yang membuat bersama Pak Almihan (Ketua PA Binjai) mewujudkan ide Pak Sofyan (Ketua PTA Medan). Saya pesan betul-betul kepada Ketua PA Binjai, jaga semua atribut yang ada di dalamnya. Saya juga mendengar dari pak Wahyu, Museum itu menjadi aspirator berdirinya Galeri 130 tahun PA. Saya senang. Bila ketua MA meminta saya mengisi museum yang akan dibangun di MA, saya sudah bisa katakan kepada ketua MA bahwa kita siap membangun museum MA karena kita ada pengalaman, tim ahli, dan bukti nyata, yaitu atribut di museum rumah keadilan dan galeri 130 Peradilan Agama.
  2. Tetap mendorong kemajuan IT yang sudah maju itu. Pantau terus maju mundurnya. Injak gas terus biar tambah maju. Komentar pak Syamsul Ma’arif (hakim agung): “saya sudah lacak di seluruh Indonesia, peradilan agama sudah di dunia maya”.
  3. Rintis lagi hubungan luar negeri supaya lebih banyak lagi hakim-hakim kita yang kuliah di sana.

Terima kasih atas perbincangan ini, semoga ide dan harapan bapak segera menjadi kenyataan.

Saya berharap begitu. Mimpi-mimpi sejak saya jadi pegawai PA tahun 1976 di Sulawesi Selatan, hampir terwujud semuanya. Dulu kita pernah menunggu-nunggu kapan pengadilan agama ini akan mati, tapi ternyata kita hidup dan berkembang dengan sangat cepat melampaui mimpi-mimpi dan angan-angan. Gedung kita sudah bagus, SDM kita sudah banyak yang S2 dan S3. Dan kita telah mendunia dan dikenal di dunia maya. Semoga bersama Pak Purwo sebagai Dirjen Badilag yang baru terwujud Kultur baru supaya Peradilan Agama maju jaya. Injak gas sedalam-dalamnya untuk kemajuan peradilan agama.

(Alimuddin)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice