logo web

Dipublikasikan oleh Iwan Kartiwan pada on . Dilihat: 1301

Esai oleh: Dwi Sakti Muhamad Huda,S.H.I.
Satker: Pengadilan Agama Manna

ROKOK ELEKTRIK & SIDANG ELEKTRONIK

Biarpun perkara di pengadilan magang tidak genap 800 jumlahnya, namun hal tersebut tidak menyurutkan niat Sahram sang cakim (calon hakim) untuk berlagak sok sibuk dengan gimik tumpukan berkas di meja yang menjulang tinggi sampai tidak terlihat siapa yang tidur dibaliknya.

Dengan dalih gimik, sebenarnya Sahram hanya tidak mau sombong jikalau sedari cakim sudah berjibaku dengan masalah ekonomi syariah.  Pun demikian dengan rekan-rekan cakim lainnya, sudah lewat pukul 12:00 WIB masih saja belum turun sekedar shalat dzuhur.

Sekitar pukul 12:30 barulah semua cakim bermata sembab dengan setelan hitam putih lengkap dengan dasi merahnya berkumpul di pantri setelah selesai melaksanakan kewajibannya sebagai Muslim. Anggota terakhir yang datang adalah Akmal, alasan keterlambatannya dikarenakan harus menelepon istri tercinta di Jember yang sedang hamil.

Sepertinya ada yang beda dari Sahram hari ini, tidak lagi menjepit samsu dengan jarinya namun malah menggenggam sebuah alat berbentuk mirip Flasdisk dengan warna toska. Sangking canggihnya kotak tersebut dapat mengeluarkan asap. Sontak saja dengan nada mengejek, Akmal beteriak dengan suara cempreng “cieee rokok elektrik”. Sejurus dengan hal tersebut, Sahram memberikan reaksi pula, “cieee sidang elektronik”, seketika semua tertawa terbahak-bahak.

Seperti seorang politikus yang sedang dipergoki oleh wartawan doorstop, Sahram langsung mengarahkan arah pembicaraan untuk membahas implementasi e-litigasi yang mulai dilaksanakan sejak awal tahun. Seketika tema diskusi siang itu terkesan sangat techie.

Semua yang diberi imbuhan elektronik dan berbau teknologi memang selalu lebih kece kedengarannya, semisal persidangan elektronik atau jamak disebut e-litigasi.  Serba mudah dan serba cepat merupakan hal menggiurkan yang ditawarkan oleh teknologi di era industry 4.0 ini. Namun sebelum mendapatkan efek percepatan tersebut, banyak hal yang harus dipersiapkan agar tidak tergopoh-gopoh saat berlari mengikuti arus perkembangan teknologi.

Dijelaskannya, bahwa kini semua pengadilan sudah bergerak untuk konversi ke e-litigasi. Sama seperti tradisi santri, warisan terdahulu adalah warung kopi dan kretek, namun kini santri juga diharapkan mau mencoba starbucks dan rokok elektrik, diawal sedikit aneh memang, namun lama-kelamaan akan terbiasa juga. Tapi jangan dipaksakan kalau memang tidak cocok, pelan-pelan saja, agar tenggorokan tidak sakit nantinya.

Resistensi diawal lumrah terjadi, namun sebagai generasi pembaharu juga diharap tidak reaktif menyikapi, santai saja, pelan-pelan memberi pemahaman, sikapi resistensi sebagai kritik untuk perbaikan. Contoh termudah adalah untuk tidak memaksakan semua perkara diselengarakan secara elektronik, karena tidak semua pihak berperkara melek teknologi, jikalau dipaksakan nanti hanya akan merepotkan. Jangankan bersidang secara elektronik, alamat e-mail saja mereka tidak punya, yang notabene adalah sebagai domisili elektronik.

Sembari berceloteh tentang e-litigasi, Sahram juga menunjukan video berita dari sebuah daerah yang telah melaksanakan e-litigasi. Dijelaskan dalam video tersebut, bahwa mereka telah melaksanakan persidangan dengan telekonference, hebat betul sepertinya.

EITS… NANTI DULU!

E-litigasi tidak melulu soal berperkara dengan videocall atau Skype. Point penting lain dalam persidangan elektronik adalah terkait pemanggilan secara elektronik dan dokumen elektronik. Karena akhir dari persidangan elektronik adalah putusan yang dibacakan secara elektronik.

Dalam Pasal 26 ayat (4) Perma 1 Tahun 2019 dijelaskan bahwa putusan elektronik dituangkan dengan disertai tanda tangan elektronik. Gampang sekali syaratnya, scan tanda tangan panitera kemudian di rubah dalam bentuk file PNG kemudian BERESSS, seperti rokok elektrik yang tinggal sedot langsung ngebul.

Andai semudah itu. Rokok elektrik itu harus di charge terlebih dahulu, kemudian di isi dengan liquid baru kemudian dapat digunakan. Sama halnya dengan tanda tangan elektronik, bukan sekedar tanda tangan basah kemudian langsung di scan. Namun Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Bentuknya dapat berupa kode yang tersusun dari kumpulan pola unik yang berasal dari data optik.

Sehingga kalau memang ingin melaksakan persidangan secara elektronik, semua Panitera se-Indonesia harus sudah punya signature tanda tangan elektroniknya sendiri-sendiri. Boleh membuat sendiri melalui lembaga yang telah terdaftar dan diakui oleh KEMENKOMINFO, atau bisa dibuatkan secara kolektif oleh Mahkamah Agung.

Hampir setengah jam Sahram menerangkan hubungan rokok elektrik dan persidangan elektronik. Kemudian karena melihat raut wajah rekan-rekan cakim lain mulai tambah kusut karena bingung, Sahram menyarankan untuk membaca sendiri saja langsung makalah M.Natsir Asnawi terkait Tanda Tangan Elektronik.

Sepertinya semua setuju siang itu.

SETUJU untuk membaca tulisan M. Natsir Asnawi, karena bukannya jadi paham, malah semakin bingung dengan penjelasan Sahram.

Kemudian terkait dengan rokok elektrik, semua sepakat untuk tanya langsung saja ke tokonya.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice