logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 2263

“Maaf Pak, Saya Wahyu Setiyawan Bukan Pak Wahyu Dirjen”

Oleh: Wahyu Setiyawan

(Staf Seksi Peningkatan Mutu Hakim, Ditbin-ganis, Ditjen Badilag MARI)

Sebelumnya saya memohon maaf kepada pembaca sekalian, bukan Saya bermaksud untuk mencari sensasi, ketenaran, merendahkan atau memanfa’atkan kesempatan karena faktor kemiripan nama. Namun ini merupakan tulisan semata-mata berdasarkan pengalaman pribadi yang saya alami.

Selain tupoksi saya sebagai Staf Seksi Peningkatan Mutu Hakim, Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama, saya juga diberi amanah untuk bertugas sebagai salahsatu pengelola situs web Ditjen Badilag www.badilag.net. yang diberi tugas untuk mempublikasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama.

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa pada tahun 2007 Ditjen Badilag sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi pemanfaatan Informasi Teknologi (IT) di lingkungan Peradilan Agama, antara lain SIMPEG, SIADPA, Situs Web. Pada waktu itu, saya kebetulan mendapatkan tugas salahsatunya adalah untuk melakukan sosialisasi tambahan menu dalam situs web meliputi pemuatan jadwal sidang, pemuatan putusan yang telah Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) yang telah dianonimisasi, panggilan ghaib, transparasi keuangan dan lain sebagainya di situs web masing-masing Satker.

Untuk melakukan kegiatan sosialisasi tersebut, Ditjen Badilag menugaskan pegawai-pegawainya khususnya Tim IT untuk turun ke Satker-Satker di daerah. Saya termasuk salahsatu nama yang terlibat dan mendapatkan tugas ke salahsatu Satker PA di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Padang tepatnya di Pengadilan Agama Padang.

Singkat cerita, agar PA Padang mengetahui akan adanya petugas dari Ditjen Badilag yang akan melakukan tugas kesana, tepatnya pada hari Jum’at siang (31/8/2007), Saya menghubungi kantor PA Padang melalui sambungan telepon dan waktu itu yang mengangkat telepon adalah salahsatu pegawai.

Perlu diketahui, bahwa saya baru pertama kali melakukan tugas ke PA Padang tanpa ada pegawai Ditjen Badilag yang turut serta, namun tidak membuat saya ragu atau bahkan mengurungkan niat untuk tidak kesana.

Inilah kira-kira perbincangan pendek yang terjadi antara saya dengan Pegawai PA Padang.

"Tutt…….. Tutt…….. Tutt……. !!!" Bunyi nada tunggu dari speaker telepon.

Pegawai PA : “Assalamu’alaikum Wr Wb, selamat siang, dengan kantor Pengadilan Agama Padang ada yang bisa dibantu”

Saya : “Wa’alaikum salam Wr Wb. Pak, saya WAHYU SETIYAWAN dari Ditjen Badilag besok hari Senin tanggal 03 September akan melakukan sosialisasi pemanfataan IT ke PA Padang.”

Pegawai PA : “Ya Pak !!!. Nanti akan saya sampaikan ke pejabat disini, karena kebetulan di kantor sedang sepi. Kalau boleh tahu, Bapak kesini sendiri atau beserta rombongan yang lain ?.”

Saya : “Saya sendiri Pak kesana.”

Pegawai PA : “Ya Pak !!!, nanti akan kita jemput Bapak di Bandara”. (dengan nada tegas)

***

Setelah menyampaikan maksud kedatangan ke PA Padang, kemudian saya kembali ke ruang kerja dan menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa nanti. Tepat pada hari Senin pagi, tanggal 03 September tahun 2007, berbekal Surat Tugas, berkas-berkas lain, pakaian secukupnya untuk keperluan selama disana, sayapun berangkat menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta.

Pada waktu itu, kalau tidak lupa, jadwal keberangkatan pesawat yang ditumpangi Saya adalah pukul 10.20 WIB. Agar tidak telat melakukan Check In, 1,5 jam sebelumnya saya sudah berada di Bandara. Setelah melakukan Check In, saya bergegas menuju ke ruang tunggu keberangkatan. Lama menunggu, akhirnya speaker dari ruang tunggupun berbunyi seperti suara tangan sedang mengetuk pintu, lalu dilanjutkan dengan suara seorang petugas akan menyampaikan sebuah pengumuman.

Alhamdulillah, ternyata benar itu suara petugas yang mengumumkan bahwa pesawat tujuan Padang yang akan saya tumpagi beserta penumpang yang lain telah siap untuk melakukan take off. Kurang lebih 1 jam 45 menit saya berada di atas awan, akhirnya sayapun menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah minang tepatnya di Bandara Minangkabau dan disana sudah lewat waktu dzuhur.

Karena memang baru pertama kali kesana, setelah keluar dari gedung Bandara, saya mengikuti penumpang yang lain menuju halaman tempat para penjemput menunggu. Malasah lain juga sempat muncul, yaitu saya sama sekali tidak mengenal pakaian dan bahkan wajah orang PA Padang yang berjanji akan menjemput di Bandara.

Waktu itu saya mengenakan pakaian dinas MA yang khas dengan warna hijau dengan tas gendong yang berukuran sedang warna hitam menempel di punggung. Dengan penuh ketelitian, saya mencoba mengamati wajah orang-orang di sekitar satu persatu. Pandangan matapun akhirnya tertuju ke seorang Bapak yang mengenakan pakaian dinas safari warna biru tua dengan lencana berwarna kuning emas berbentuk cakra menempel di bagian dada dan persis di belakangnya telah terparkir sebuah sedan warna hitam yang didalamnya sudah ada satu orang duduk di kursi kemudi. Tanpa ragu, sayapun menghampiri Bapak tersebut dan mengawali perbincangan.

Saya : “Maaf, apa betul Bapak dari Pengadilan Agama Padang?.”

Sang Bapak : “Iya betul…, apakah Bapak yang dari Badilag ?”

Saya : “Iya Pak, saya dari Badilag”

Sang Bapak : “Mana Pak Wahyu nya…..???”

(dengan raut muka sedikit bingung, sembari memperhatikan kesana kemari wajah penumpang yang lain barang kali yang dimaksud Pak Wahyu Dirjen masih ada di belakang)

Saya : “saya pak, saya Wahyu.”

Sang Bapak : “ Iya. maksud saya mana Pak Wahyu Dirjennya?.”

Saya : “Maaf Pak, saya Wahyu Setiyawan bukan Pak Wahyu Dirjen”. (dengan suara sedikit pelan karena disangka pak Wahyu Widiana).

Akhirnya setelah saya dijelaskan, Bapak itupun percaya bahwa yang dia jemput adalah Wahyu Setiyawan bukan Pak Wahyu Dirjen. Setelah itu saya dipersilakan masuk ke dalam mobil. Untuk menghilangkan kesalahpahaman yang baru saja terjadi, saya pun bercanda kepada Bapak tersebut.

Saya : “Terus, bagaimana dengan mobil ini pak?,” (sambil berjalan menuju mobil yang sedianya diperuntukkan untuk menjemput pak Wahyu Dirjen).

Sang Bapak : “Ya sudah, mau bagaimana lagi. Masa iya mau ditukardulu ke kantor.”

Mungkin kalau tahu yang datang bukan pak Wahyu Dirjen, mobil yang dipakai untuk menjemput menggunakan mobil yang lain. Di dalam mobil yang sedang melaju ke arah PA Padang, kami pun meneruskan obrolan dengan santai sambil masing-masing memperkenalkan diri.

Sang Bapak : “Jadi begini mas Wahyu, kebetulan sekarang di kantor kita sedang sepi, ada beberapa pejabat yang sedang banyak yang tugas luar, pak Ketua dan pak Pansek sendiri sedang ikut Rakernas di Makassar”.

Saya : “Oh….” (sambil mengangguk-anggukkan kepala).

(Perlu saya sampaikan bahwa dari dulu sampai sekarang, setiap kali saya menghubungi Satker-Satker di daerah untuk urusan kedinasan selalu saya sebut nama lengkap saya, agar kejadian seperti itu tidak terjadi lagi)

Setelah melakukan obrolan tadi, baru saya mengetahui kalau yang menjemput saya adalah seorang Hakim senior (mohon maaf namanya lupa). Dia bercerita bahwa pada saat saya telepon ke kantor PA Padang hari Jum’at kemarin, pegawai tersebut menyampaikan kepada pejabat yang ada bahwa pak Wahyu akan datang ke PA Padang, tanpa menyebutkan nama belakang saya. Mungkin karena menganggap pak Wahyu di Ditjen Badilag hanya ada satu yaitu Pak Wahyu Widiana atau biasa dipanggil pak Wahyu Dirjen yang oleh orang-orang di lingkungan Peradilan Agama tidak asing dengan nama tersebut.

ilustrasi

Dari cerita pak Hakim tersebut juga dikehui bahwa sebelum berangkat ke Bandara, di kantor PA sedikit sewot karena ada beberapa pejabatnya sedang melakukan dinas luar, siapa nanti yang akan menjemput pak Wahyu di Bandara. Selain itu, dikehui juga bahwa mobil sedan yang dipakai untuk menjemput saya tadi adalah mobil dinas Ketua PA Padang merk Toyota Vios (kalau tidak salah) yang kebetulan sedang tidak dipakai.

Alhamdulillah, walaupun pada awal perjumpaan sempat terjadi kesalahpahaman, namun akhirnya tugas yang saya emban untuk melakukan sosialisasi pemanfaatan IT ke PA Padang dapat berjalan dengan baik dan lancar.

Dari tugas ke PA Padang ini, banyak pengalaman yang saya dapatkan. Selain mengetahui keadaan suatu daerah, kondisi sebenarnya dan apa saja keluhan-keluhan yang dialami oleh Satker-Satker di lingkungan Peradilan Agama dengan SDM yang kurang, peralatan yang seadanya, akan tetapi itu semua tidak menyurutkan niat mereka untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dan terus memajukan Peradilan Agama. Selain itu, kita dapat mempererat tali silaturahmi dengan aparat peradilan agama di daerah.

Setelah seminggu berlalu, saya melaporkan hasilnya kepada atasan saya Bapak Asep Nursobah, S.Ag. (Kasubbag Dokumentasi dan Informasi sekarang Hakim Yustisial di Kepaniteraan MARI). Setelah melaporkan, saya ceritakan mengenai kejadian kesalahpahaman yang terjadi saat penjemputan di Bandara Minangkabau kepada Pak Asnoer (nama panggilan Asep Nursobah) dan kawan-kawan di Tim IT Ditjen Badilag (Hirpan Hilmi, Helmi Indra Mahyudin, Endah Purnamasari, Rosmadi)

Ternyata dalam waktu yang sangat cepat, cerita tersebut menyebar hampir ke seluruh pegawai di Ditjen Badilag, banyak kawan-kawan yang tertawa, meng-elu-elukan mendengarannya dan bahkan ada juga yang menyindir. Yang sedikit menjadi saya takut adalah cerita tersebut ternyata sampai juga di telinga Pak Dirjen. Perasaan cemaspun sedikit menghinggapi di dalam diri saya, takut setelah mendengar cerita tersebut, pak Dirjen akan marah. Namun sebaliknya, ternyata pak Dirjen tidak menyimpan rasa dendam ataupun marah karena merasa nama beliau telah disamakan, bahkan beliau tersenyum mendengar cerita tersebut.

Masih ada pengalaman lain yang lebih seru dan menarik. Bersambung ya…

Jakarta, 30 November 2011

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice