logo web

Dipublikasikan oleh PA Sungai Penuh pada on . Dilihat: 1838

Ketika Kantuk Tidak Lagi Menjadi Nikmat

Oleh: M. Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H.

(Hakim Pengadilan Agama Sungai Penuh, Jambi)

Email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Makin berumur, rasanya semakin tidak hobi tidur. Sangat berbeda dengan dulu waktu masih mahasiswa. Tidur itu rasanya nikmat sekali. Apa lagi waktu masih SMA, tidur adalah sebuah momen yang sangat menyenangkan.

Saya masih ingat ketika di SMA, tidur di kelas itu sebuah kenikmatan. Apa lagi dalam pelajaran-pelajaran tertentu. Tutur kata guru dalam menjelaskan itu rasanya merdu sekali. Bak melodi biola yang dimainkan oleh tangan yang terlatih. Membuat mata jadi terlelap. Itu kebiasaan buruk. Jangan di tiru.

Saya tidak bilang pelajaran itu membosankan. Tapi, mungkin akan berbeda situasinya jika pelajaran bisa dikemas menarik bagi siswa. Atau paling tidak bagi saya. Tidak monoton.

Ada guru yang cuek saja dengan itu. Tidak mau ambil pusing dengan beberapa murid yang tertidur waktu pelajaran. Mungkin dia memaklumi itu. Namun, ada juga yang culas dengan itu. Tidur ketika ada seseorang sedang berbicara itu sangat buruk menurut mereka.

Saya sadar. Bahwa saya akan mudah dihampiri kantuk ketika guru mengajar. Karena itu, saya pastikan membaca habis buku pelajaran sebelum masuk kelas. Atau paling tidak satu bab yang akan diajarkan.

Cara itu ternyata cukup ampuh. Dan hasilnya, meskipun mudah dihampiri kantuk, saya meraih ranking pertama di semester pertama. Alias ranking satu. Yang artinya, menjadi siswa terbaik. Tapi apalah artinya itu. Itu hanya label di atas kertas.   

Dan saya juga masih ingat, salah seorang guru yang sengaja menguji dengan pertanyaan seusai menjelaskan pelajaran. Mungkin karena dia melihat saya begitu lelap ketika dia menerangkan. Dan saya jawab saja pertanyaan-pertanyaan itu dengan lancar.

Tidak hanya sampai di situ. Kebiasaan itu terus terbawa sampai kuliah. Tidur di ruang kelas ketika pengajar menjelaskan mata kuliah sampai berbusa. Bukan dengan maksud tidak menghormati mereka. Tapi itu kebiasaan lama yang masih terbawa.

Namun, saya pastikan bahwa saya sudah membaca beberapa buku untuk mata kuliah tersebut. Terutama bab yang akan diajarkan waktu itu. Sehingga ketika pengajar selesai menjelaskan, saya tetap bisa membombardir dengan pertanyaan-pertanyaan.

Tipe pengajar sama juga dengan waktu masih SMA. Ada yang memaklumi. Ada pula yang setengah tidak terima ketika ada mahasiswa ngantuk.

Fakta bahwa saya suka terlelap ketika di dalam kelas itu masih terbawa ketika kuliah. Ada satu pengajar yang menarik. Katanya, silahkan tidur di mata kuliah saya. Saya akan tetap menjelaskan. Yang penting kalian tidak ribut. Toh yang tidur tidak semua. Betapa bijaknya pengajar semacam ini.

Tapi, rupanya ada juga pengajar yang tidak terima jika ada mahasiswa tidur di kelas. Harus cuci muka. Menyimak dengan mata terbuka sepenuhnya. Harus menyimak dengan penuh perhatian. Saya termasuk mahasiswa yang sering jadi korban dalam hal ini.

Tapi, untungnya saya menerapkan cara lama. Membaca beberapa buku sebelum masuk kelas. Sehingga pengetahuan yang hendak diajarkan itu sudah menempel di kepala saya. Begitu pengajar mengajukan pertanyaan seusai menjelaskan, saya dengan santai menjelaskan ulang.

Saya masih ingat, ada seorang teman yang memperhatikan itu. Katanya, ini orang ajaib. Tidur ketika pengajar menjelaskan mata kuliah. Setelah pengajar selesai menjelaskan, terbangun dan mengajukan banyak pertanyaan. Seakan menyimak dengan baik waktu pengajar menjelaskan. Woi, itu bukan ajaib. Tapi materi yang dijelaskan panjang lebar itu sudah di kepala saya. Saya sudah baca sebelumnya.  

Tapi, ada satu hal yang berbeda ketika menempuh kuliah jenjang master. Kebiasaan buruk itu sudah tidak terbawa lagi. Apa gerangan yang membuat kebiasaan itu luntur?

Rupa-rupanya, saya mulai serius dengan mata kuliah. Saya mulai serius dengan perkuliahan. Saya sadar, bahwa seseorang harus punya keahlian tertentu dalam satu bidang keilmuan.

Di samping itu, pengajar-pengajarnya juga para profesor. Orang-orang yang pakar dalam bidang tertentu. Ini harus saya manfaatkan dengan baik. Jangan sampai terlewat begitu saja.

Tidak cukup hanya dengan membaca beberapa buku untuk satu mata kuliah. Tapi diskusi dengan para ahli di kelas juga perlu. Jadi, kebiasaan lama mulai luntur. Tidur di kelas saat pengejar menjelaskan mata kuliah sudah tidak nikmat lagi.

Dan, ketika sudah memasuki dunia kerja. Kebiasaan lama itu lenyap sama sekali. Banyak juga teman-teman satu kantor yang masih punya kebiasaan itu. Menyempatkan terlelap sejenak untuk beberapa saat di jam-jam tertentu. Saya tidak heran dengan itu. Saya memaklumi saja. Dulu, waktu masih kuliah saya juga begitu.

Saya sadar, jam mengantuk seseorang tidak bisa di seragamkan. Dan itu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Tapi, tidak selamanya begitu. Intensitas tidur akan berkurang dari waktu ke waktu.

O iya. Tentang jam tidur ini. Saya juga perhatikan jam tidur para pemikir besar. Yang pada intinya, mereka hanya tidur beberapa jam dalam 24 jam.

Nikola Tesla misalnya. Saya sudah menulis tentang dia dalam bentuk artikel singkat. Menurut riwayat, dia hanya tidur dua sampai tiga jam dalam sehari semalam. Donald Trump, presiden Amerika itu, dia hanya butuh waktu tidur sekitar 4 jam dalam sehari semalam. Dan Habibi, Presiden jenius itu, dalam sebuah riwayat dia hanya tidur 4 jam dalam sehari. Selebihnya digunakan untuk aktifitas. Kita patut beri dua jempol untuk orang-orang seperti ini.

Dari waktu ke waktu, jam tidur seseorang kadang jug berubah. Akhir-akhir ini, saya juga merasakan perubahan jam tidur ini. Saya baru bisa terlelap di atas pukul 23.00. Bahkan, tidak jarang baru bisa terlelap di atas pukul 02.00 dini hari. Saya tidak tau sebabnya.

Namun, itu tidak lantas memundurkan waktu bangun. Yaitu pukul 03.30. Tidak perlu malu punya jam bangun pukul segitu. Di daerah Sumatra, itu adalah 30 menit sebelum subuh. Bahkan, di mana saja, saya terapkan jam bangun sekitar itu. Sekitar 30 menit sebelum subuh.

Saya selalu menerapkan jam bangun 30 menit sebelum subuh itu. Tidak terlalu pagi. Juga tidak terlalu siang. Juga tidak perlu tidur siang nantinya. Ini juga waktu yang cukup untuk menyapa langit di akhir sepertiga malam.

Kadang, kita menerapkan jam bangun sangat pagi. Namun, membutuhkan tidur siang. Saya memilih bangun tidak terlalu pagi. Namun tidak perlu tidur siang. Itu lebih efisien menurut saya.

Baiklah. Jam tidur dan jam kantuk seseorang tidak bisa disamakan. Durasi waktu juga tidak bisa disamakan. Terlepas dari itu, saya salut pada mereka yang punya jam tidur singkat dan lebih banyak melakukan aktifitas.

Saya juga salut pada mereka yang punya jam bangun sangat pagi. Pukul 02.00 dini hari. Bahkan ada yang sebelum itu sudah bangun. Membersihkan diri dan merutinkan bersujud pada tuhannya. Dan memanjatkan doa setelah itu.

Kemudian, saya juga salut sekali bagi mereka para siswa, juga para mahasiswa, yang bisa membuka mata seutuhnya ketika pengajar menjelaskan. Apa lagi menyimak secara utuh.

Dari itu semua, saya sadar. Bahwa kenikmatan kantuk akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur. Seiring bertambahnya umur, dan bertambahnya tugas hidup, kenikmatan kantuk itu akan berkurang. Bagi pada siswa atau mahasiswa yang suka terlelap di kelas. Jangan khawatir. Masa itu akan berlalu. Ketika kantuk tidak lagi menjadi nikmat. []

 

 

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice