Rombongan Jurnalis Internasional Bertandang ke MS Aceh

Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Jum’at, tanggal 7 Maret 2014. Jam pukul 9.30 WIB. Mahkamah Syar’iyah Aceh menerima kunjungan wartawan asing 11 negara dari Benua Amerika dan Asia. Kedatangan rombongan dari berbagai negara ini disambut langsung oleh Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. yang baru saja selesai melaksanakan Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) di lapangan Tenis Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Kunjungan yang tidak terencana sebelumnya ini, dipandu oleh seorang anggota AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Banda Aceh, Wahyu Dhiyatmika, dalam acara dialog antara peserta Jefferson Fellowships (Program kunjungan Wartawan dari 11 negara) yang difasilitasi oleh East West Center, sebuah lembaga yang berpusat di Honolulu, Hawai, Amerika Serikat, bertempat di Ruang Zainal Abidin Abubakar, Lantai II, Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Beberapa peserta Jefferson Fellowships dari Amerika Serikat dan Pakistan menanyakan tentang jenis-jenis perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Syar’iyah dan sejauh mana perlindungan hukum pada seorang Tersangka atau Terdakwa yang berkaitan dengan perkara Jinayat dan beberapa persoalan lainnya.
Maka dalam kesempatan ini, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. menjelaskan bahwa, Mahkamah Syar’iyah merupakan pengembangan dari Peradilan Agama yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu, kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Syar’iyah lebih luas dari kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki Pengadilan Agama.
Dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 ditegaskan bahwa tugas dan wewenang Pengadilan Agama adalah; menerima, memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan; b. Waris; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Infaq; g. Shadaqah; dan h. Ekonomi Syariah.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam Pasal 128 UU No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, juga disebutkan bahwa, Mahkamah Syar’iyah berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang Ahwal al-syakhsiyah (hukum keluarga), Muamalat (hukum perdata), dan Jinayat (hukum pidana) yang berdasarkan atas Syari’at Islam. Inilah dasar hukum bagi Mahkamah Syar’iyah di Aceh dalam menyelesaikan perkara-perkara atau kasus yang telah menjadi kewenangannya.
Lebih lanjut, Drs. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. juga menjelaskan bahwa, jenis-jenis perkara Jinayat (pidana) yang sudah diselesaikan di Mahkamah Syar’iyah seperti; Khalwat (pergaulan bebas), Maisir (perjudian) dan Khamar (minuman yang mengandung alkohol dan/atau memabukan).
Ketiga perkara ini pada tahap awal dianggap hanya masalah ringan oleh rakyat Aceh, tapi penting, oleh karena dari 3 jarimah (kejahatan) tersebut, dapat melahirkan berbagai kejahatan yang lain. Hal ini dapat dibuktikan bahwa, praktek di Amerika pada suatu waktu pernah membebaskan alcohol, tetapi ternyata dari kebebasan ini menimbulkan resiko lain yang sangat besar, sehingga kebebasan ini dicabut kembali.
Dari pertanyaan lainnya, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, menjelaskan bahwa, sistem pemeriksaan perkara Jinayat juga sama dengan pemeriksaan perkara lainnya sesuai azas Hukum Pidana umum. Dan si Tersangka atau Terdakwa dapat didampingi oleh seorang Pengacara/Penasehat Hukum, bahkan apabila yang bersangkutan tidak mampu menyediakan Pengacara, maka Negara, dalam hal ini Pemerintahan Aceh akan menyediakannya secara gratis (prodeo).
Adanya seorang Pengacara, merupakan hal yang sangat penting untuk mendampingi dan melakukan pembelaan terhadap hak-hak Tersangka atau Terdakwa, dan ini merupakan bagian dari hak hak azasi manusia. Hal tersebut sesuai sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Atas Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013, Tentang Hukum Acara Jinayat, Pasal 2 huruf c, tentang perlindungan hak azasi manusia.
Hal ini menunjukan bahwa Hak Azasi Manusia, tidak lepas dari prinsip-prinsip Islam dan diutamakan oleh Islam sebagai hak-hak dasar manusia. Disamping itu Terdakwa diberi hak untuk menggunakan upaya hukum bagi yang tidak puas atau merasa tidak adil terhadap putusan pada Tingkat Pertama, dapat mengajukan Banding ke Mahkamah Syar’iyah Aceh, dan inilah Kantor Tingkat Bandingnya, jelas Pak Wakil Ketua. Dan selanjutnya, apabila juga tidak dapat menerima putusan Banding, maka dapat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI.
Dan perkara-perkara yang sudah kita sebutkan, sudah pernah ditempuh upaya hukum oleh pencari keadilan dalam kasus Jinayat (Pidana), dan telah ada putusannya pada masing-masing tingkat berdasarkan aturan yang berlaku. Dan Syariat Islam ini lebih cenderung kepada aspek pembinaan, bukan hukum. Oleh karena itu Syariat Islam tidak perlu ditakuti, apalagi dianggap melanggar HAM. dan pelaksanaan Syariat Islam tidak seperti yang dibayangkan masyarakat luar, terkesan brutal dan kejam.
Pelaksanaan Syari’at Islam bersifat Kaffah bagi seluruh elemen masyarakat. Artinya syariat Islam berlaku kepada seluruh lapisan masyarakat baik kalangan bawah maupun kalangan atas.
Berbagai aturan yang telah ditetapkan dalam Islam berlaku untuk seluruh golongan, masyarakat biasa, cendikiawan, dan pejabat pemerintahan, karena substansi dari Islam pada hakikatnya ditujukan untuk seluruh manusia tanpa pandang bulu, sehingga non muslimpun tetap harus mematuhi norma-norma Islam yang telah diatur ketika ia berada dalam daerah syariat Islam, seperti seorang turis yang berwisata ke Aceh misalnya, tentunya ia harus menjaga tata cara dalam berpakaian dan sebagainya, ini merupakan manifestasi terhadap integritas seorang non muslim dalam mematuhi norma Islam ketika dia berada didaerah Islam, dan ini merupakan hal yang lumrah sebagaimana tertera dalam sebuah pepatah di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Demikian jelas Drs. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. yang pada saat ini sedang menyelesaikan Program Doktoral pada UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.
Demikian audiensi yang terkesan mendadak ini ditutup dan para Jurnalis Internasional inipun merasa puas dan senang atas semua penjelasan dari Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, dan diakhiri dengan foto bersama.
(Tim Redaksi MS. Aceh).