logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

Pejabat Agama Islam Sabak Bernam Selangor Malaysia Kunjungi MS Aceh

Banda Aceh | ms-aceh.go.id

Lawatan Kerja para Pegawai Tadbir Agama/Penasehat Pejabat Agama Islam Daerah Sabak Bernam – Malaysia, sejumlah 40 orang peserta disambut oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Dr. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M., Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Dr. EMK. Alidar, S.Ag., M.Hum dan para Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh.

Pertemuan dan dialog berlangsung selepas Jum’at tanggal 31 Agustus 2018, pukul 14.30 s/d 17.00. WIB. di ruang Aula Lantai II Mahkamah Syar’iyah Aceh, dengan berbagai informasi terkait tugas dan wewenang Mahkamah Syar’iyah yang disampaikan oleh Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh dan Dr. H. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H. Hakim Tinggi senior di Mahkamah Syar’iyah Aceh tersebut.

Dalam perkenalan tersebut Zanizan bin Ismail, Pegawai Tadbir Agama/Penasihat Pejabat Agama Islam Daerah Sabak Bernam Selangor, Malaysia sebagai Pimpinan rombongan dengan penuh penghormatan beliau menyampaikan bahwa kunjungan mereka ke Aceh, dengan tujuan utama lawatan kerja ini ingin menjalin silaturrahmi dan saling memberi informasi antar lembaga dalam menjalankan syariat Islam. Kecuali itu rombongan dari Negeri Sabak Selangor juga berkeinginan untuk melihat pelaksanaan hukum Islam di bumi Aceh ini sebagai hukum yang diwajibkan Allah SWT terutama terkait Peraturan Perundang-undangan Perkawinan di Aceh.

Zanizan bin Ismail juga menyampaikan bahwa rombongannya merasa cukup bersuka cita, bahagia karena Aceh telah mempunyai kesempatan untuk melaksanakan hukum Allah di bumi ini. Menurut Beliau bahwa Allah telah memberikan ujian Tsunami untuk Aceh karena masyarakat Aceh sanggup memikulnya ujian atau cobaan ini.  

Dalam kesempatan ini Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Dr. EMK. Alidar, S.Ag., M.Hum menyampaikan bahwa, SYARIAT ISLAM di Aceh lahir dari sebuah perjuangan panjang. Sebenarnya dari dahulu sebelum penjajah Portugis dan Belanda masuk ke Aceh, masyarakat Aceh sudah melaksanakan syariat Islam baik dalam hal ibadah maupun pemerintahan. Akan tetapi ketika Aceh masuknya para penjajah dan setelah kemerdekaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka Aceh hanya melaksanakan syariat Islam dalam hal ibadahnya saja dan yang menjadi tuntutan masyarakat Aceh selanjutnya adalah hendaknya Syariat Islam itu mesti mempunyai tempat dalam Peraturan Perundang-Undangan atau Qanun.

Lebih lanjut Kepala Dinas Syariat Islam Aceh mengisahkan, bahwa dalam perjuangan panjang dan didera konplik berkepanjangan ini mungkin beribu pejuang Aceh pada saat itu ada yang menyelamatkan diri ke daratan Malaysia. Dalam suasana konplik berat tersebut, Aceh juga dilanda Tsunami yang luar biasa, maka terjadilah perdamaian antara GAM dengan Pemerintah Indonesia pada tanggal 15 Agustus 2005, kurang lebih 13 tahun yang lalu. Dan sejak saat itulah usaha Pemerintah Daerah Aceh membuat berbagai Qanun yang menjadi payung hukum dalam penegakan Syariat Islam di Aceh.

Dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan dan penerapan Syariat Islam di Aceh sampai saat ini adalah sebagai berikut:

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI.

Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009.

Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 ttg. Keistimewaan Aceh.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2015.

Qanun Aceh No. 10 Tahun 2002, tentang Peradilan Syariat Islam.

Perda No.5 Tahun 2000 Ttg. Pelaksanaan Syari’at Islam.

Qanun Aceh No. 7 Tahun 2013, tentang Hukum Acara Jinayah.

Qanun Aceh No. 6 Tahun 20014, tentang Hukum Jinayah.

Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : 1)  Perkawinan, 2)  Kewarisan, 3)  Wasiat, 4)  Hibah, 5)  Wakaf, 6)  Zakat, 7)  Infaq, 8)  Shadaqah, 9)  Ekonomi Syari’ah.   Adapun ruang lingkup pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh (menurut UU No.11 Tahun 2006) adalah sebagai berikut:

Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh meliputi aqidah, syari’ah dan akhlak (psl.125 ayat (1).

Syari’at Islam tsb di atas meliputi : ibadah, al-ahwal alsyakhshiyah (hukum Keluarga), mu’amalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar dan pembelaan Islam. (psl. 125 ayat (2).

Dari berbagai pertanyaan yang diajukan para rombongan, maka Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh Dr. H.M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M., Kepala Dinas Syariat Islam Aceh dan Dr. Abd. Mannan Hasyim, S.H., M.H., memberi penjelasan secara bergantian tentang persoalan yang menyangkut dengan pelaksanaan Syariat Islam dan berbagai persoalan terkait hukum Perkawinan yang berlaku di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya yang merujuk pada Kompilasi Hukum Islam.

Akhirnya Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, juga memohon maaf atas segala kekurangan dalam penerimaan ini dan mudah-mudahan pertemuan tersebut lebih mempererat silaturrahmi dua bangsa serumpun dan terus terjalin persaudaraan antara Aceh dan para Pejabat Agama Islam Daerah Sabak Bernam khususnya dan bermanfaat untuk semua. Dan acara ini ditutup dan diakhiri dengan saling menukarkan cendera mata atau “bungoeng Jaroe” sebagai tanda silaturrahim. (Tim Redaksi MS. Aceh.).

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice