logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

PA Selong Tolak Perkara Dispensasi Nikah

Suasana persidangan permohonan dispensasi kawin di PA Selong, Kamis (4/7/2019)

Lombok Timur ǀ pa.selong.go.id

Seorang warga Desa Lepak Kecamatan Sakra Timur, MBN, 70 tahun, pekerjaan Petani, mengajukan permohonan dispensasi kawin untuk anaknya, RZF, ke Pengadilan Agama (PA) Selong Kelas IB.

RZF, laki-laki, umur 15 tahun dan lulusan SMP ingin menikah dengan DLL, perempuan, umur 15 tahun dan lulusan SMP, namun ditolak oleh Kantor Urusan Agama dengan alasan kedua anak itu belum cukup umur. Menurut MBN, perkawinan RZF dan DLL perlu segera dilangsungkan mengingat hubungan keduanya sudah berjalan selama 7 bulan dan begitu dekatnya sehingga dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan jika tidak secepatnya dinikahkan.

Di ruang sidang, Kamis (4/7/2019), Majelis Hakim telah menasihati MBN, RZF, DLL dan orang tua DLL agar menunda perkawinan RZF dan DLL hingga keduanya mencapai usia dewasa.

“Di Lombok Timur ini pernikahan dini sangatlah tinggi. Dan ini menurut Bupati dipandang sebagai masalah serius. Nikah dini tidak baik dan jangan dibiarkan atau jangan diikuti praktik begini. Dilihat dari sisi manapun nikah dini kurang baik. Secara kesehatan, anak perempuan yang melahirkan terlalu muda berisiko mengalami masalah kesehatan reproduksi. Kelahiran bayi dari rahim yang belum siap juga dapat mengakibatkan stunting,” kata Hakim Ketua Majelis, Drs. H. Hamzanwadi, MH.

Sebagai tambahan, Hakim Anggota H. Fahrurrozi, SHI., MH. memotivasi RZF dan DLL supaya kembali melanjutkan pendidikannya ke tingkat SMA, bahkan ke bangku kuliah, demi masa depan yang lebih baik.

“Coba perhatikan, berapa banyak putra-putri Lombok yang ikut Tahfidz Al-Quran di TV. Orang Lombok banyak yang hafal Al-Quran, di sini banyak tuan guru, banyak ahli agama, di sini dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Artinya, Lombok adalah gudang ilmu pengetahuan. Nah, kenapa kalian hanya puas sampai lulus SMP saja. Harusnya kalian belajar sungguh-sungguh. Raih cita-cita setinggi-tingginya. Tunjukkan orang Lombok harus berpendidikan tinggi. Kalau bisa, seperti Tuan Guru Bajang, sampai doktor ke luar negeri,” ujar Hakim asal Pati Jawa Tengah itu.

Hakim Anggota lainnya, Apit Farid, SHI. mengingatkan bahwa cinta yang melanda RZF dan DLL itu adalah cinta monyet atau cinta anak baru gede (ABG). Untuk melangkah ke jenjang perkawinan tidak cukup dengan bermodalkan cinta saja. Lebih dari itu perlu persiapan yang matang. Sebab, di dalam rumah tangga nanti tidak akan sepi dari masalah.

“Tidak sedikit anak-anak minta dispensasi kawin di sini, dan setelah diizinkan menikah, ternyata dalam hitungan satu atau dua tahun, ia kembali lagi ke sini untuk mengajukan gugatan cerai,” tutur Hakim asal Tasikmalaya Jawa Barat itu.

Kendatipun telah diberikan nasihat oleh Majelis Hakim, namun MBN sebagai Pemohon tetap dengan permohonannya untuk menikahkan anaknya. Demikian juga, RZF dan DLL sama-sama mengatakan ingin segera menikah.

Sidang kemudian di-skors beberapa menit untuk musyawarah majelis. Pemohon dan pihak-pihak terkait dipersilakan keluar ruang sidang. Setelah dirasa cukup, sidang dilanjutkan kembali. Pemohon dan pihak-pihak dipanggil masuk ruang sidang. Hakim Ketua Majelis lalu membacakan hasil musyawarah majelis berupa Penetapan Nomor 144/Pdt.P/2019/PA.Sel.

“Menimbang bahwa untuk memberikan perlindungan serta menjaga agar perkawinan dapat berjalan dengan baik, sehat dan terjaga kelanggengannya, maka dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditentukan batasan umur seseorang dapat melakukan perkawinan, agar terwujud sebuah perkawinan yang ideal dengan umur yang matang. Batasan umur yang ditetapkan adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan,” ucap Hakim Ketua Majelis.

Dalam Pasal 7 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, sambungnya, terkandung prinsip kedewasaan dan kematangan calon mempelai, baik secara fisik maupun mental, untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan, sehingga teraplikasikan dengan pola relasi yang sejajar dan menganggap pasangan sebagai mitra/partner dan komunikasi dalam rumah tangga tersebut berjalan sesuai harapan.

Lebih lanjut, Hakim Ketua Majelis mengatakan bahwa setelah mempelajari surat permohonan, mendengar keterangan MBN dan mendengar keterangan pihak-pihak terkait, Majelis Hakim berpendapat bahwa RZF belum patut diizinkan untuk melangsungkan perkawinan, dan tidak terdapat unsur atau illat yang dapat menyebabkan RZF dikawinkan sesegera mungkin.

“Menetapakan, menolak permohonan Pemohon; Membebankan Pemohon untuk membayar biaya perkara ini sejumlah Rp186.000 (seratus delapan puluh enam ribu rupiah),” pungkasnya. (ahru)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice