logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

PA Selatpanjang Gelar Diskusi III Metode Penetapan Hukum KHI


Selatpanjang | www.pa-selatpanjang.go.id

Diskusi Metode Penetapan Hukum dalam KHI pada hari Kamis, tanggal 18 Juni 2015, kembali digelardi mushalla PA Selatpanjang dan dipandu oleh salah seorang Hakim, Yengkie Hirawan, S.Ag., M.Ag. membahas tentang taqnîn al-ahkâm dan hubungannya dengan metode penetapan hukum dalam Islam.

Setelah membahas tentang perbedaan antara syari’ah dan fikih, dalâlah, metode-metode penetapan hukum dalam Islam, serta maqâshid al-syarî’ah dan hubungannya dengan metode penetapan hukum dalam Islam, kajian taqnîn al-ahkâm, merupakan pembahasan yang juga penting untuk memahami eksistensi KHI dalam sistem hukum Islam.

Dalam diskusi ini pemandu diskusi menjelaskan pengertia taqnîn al-ahkâm. Qânûn berarti "kumpulan undang-undang yang mempunyai daya memaksa dalam mengatur hubungan manusia dalam masyarakat".  Dalam pengertian khusus, qânûn berarti "suatu kumpulan undang-undang yang ditetapkan oleh penguasa untuk mengatur masalah tertentu".

Menurut Abu Zahrah, seorang pakar hukum Mesir, taqnîn ialah "penyusunan hukum-hukum Islam ke dalam bentuk buku atau kitab undang-undang yang disusun secara rapi, praktis dan sistematis, kemudian ditetapkan dan diundangkan secara resmi oleh Kepala Negara sehingga ia mempunyai kekuatan mengikat dan wâjib dipatuhi serta dilaksanakan oleh seluruh warga negara".

Dijelaskan juga bahwa ide ini pertama sekali dikemukakan oleh Ibn Muqaffa’ karena ia melihat telah terjadi kekacauan hukum disebabkan banyaknya pendapat ulama yang menjadi acuan sehingga tidak ada kepastian hukum. Meski pada mulanya ide ini belum dapat diterima, tapi sudah diterapkan pertama sekali dengan nama Majallatul Ahkam al-‘Adliyyah pada masa pemerintahan Turki Usmani, dan diikuti pula pada masa berikutnya di dunia Islam.

Dikemukakan pula, menurut Bakar 'Abdullah Abu Zayd,bahwa tujuan dilakukannya taqnîn al-ahkâm (kodifikasi hukum), antara lain adalah, dengan diadakannya taqnîn akan memberikan batasan yang jelas tentang hukum(kepastian hukum).

Di samping itu, para hakim akan mempunyai referensi atau rujukan yang pasti, yang dengan itu ia tidak perlu lagi melakukan (kualifikasi yuridis/istinbâth al-ahkâm secara langsung dari teksal-Qur'an dan Sunnah, tentu saja tanpa menghilangkan hak hakim untuk melakukan contralegem dalam kasus-kasus tertentu. Hal ini sekaligus dapat menghindarkan para hakim dari berlaku subjektif dalam mengambil putusan.

Yang tak kalah pentingnya adalah bahwa taqnîn mampu mengatasi fawdha al-qadhâ' (kekacauan hukum) sebagai akibat dari pertentangan-pertentangan pendapat yang bersumber dari perbedaan mazhab. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk terwujudnya kemashlahatan umum dan keadilan sehingga tercipta tatanan sosial kemasyarakatan yang ideal yang diridhai oleh Allah SWT.

Diskusi yang diikuti oleh pegawai PA Selatpanjang setelah kultum ba’da shalat zhuhur berjamaah tersebut berjalan dengan lancar dan antusias dari peserta. Semoga bermanfaat. (D2k)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice