Hakim Tinggi PTA Samarinda Luncurkan Buku Tentang Ekonomi Syariah

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on 02 Februari 2015.

Abdullah Berahim Saat Membubuhkan Tanda Tangan pada “Launching” Buku Pertamanya

Di sela-sela kegiatan Bimtek Penanganan dan Penyelesaian Perkara di Lingkungan PTA Samarinda, yang berlangsung di Hotel Mesra International, Samarinda, Hakim Tinggi PTA Samarinda Drs. H. Abdullah Berahim, M.H.I. “me-launching” buku tentang ekonomi syariah, Selasa (25/3) pagi.

Buku berjudul “Pilih Mana? Bank Konvensional Atau Bank Syariah: Sebuah Alternatif Sebagai Warga Negara Beragama” adalah karya pertama Hakim Tinggi kelahiran Kurau, Kalsel, 61 tahun yang lalu.

Penulis yang pernah menghabiskan masa tugasnya sebagai Hakim Tingkat Pertama di PA-PA lingkungan PTA Samarinda ini menulis bukunya pada saat masih menjadi Hakim Tinggi di PTA Palu.

Selesai ditulis November 2013, buku ini naik cetak dan diterbitkan oleh Fatawa Publishing, Semarang, Desember 2013, saat penulis akan mutasi ke PTA Samarinda.

Sekalipun artikel-artikel penulis tentang hukum sering muncul di badilag.net, namun buku ini bukan merupakan kumpulan artikel atau tulisan pengarang yang pernah dipublikasikan badilag.net atau media lainnya. Buku ini adalah asli buku teks tentang hal-hal seputar ekonomi syariah.

Buku setebal 172 halaman ini berangkat dari keprihatinan pengarangnya terhadap masa depan ekonomi syariah di Indonesia setelah melihat perhatian dan kesadaran umat Islam terhadap lembaga-lembaga ekonomi syariah yang ada.

Apalagi keberadaan bank-bank syariah yang ada pada umumnya adalah berada di bawah atau menjadi unit dari bank-bank konvensional. Sehingga menurut penulis buku ini, adanya “percampuran” modal bank sulit untuk dihindari.

Hampir seluruh Ketua/Wakil Ketua atau Hakim yang mengikuti Bimtek saat itu dan berminat, mengambil dan memiliki buku ini dengan mengganti ongkos cetak yang cukup terjangkau.

KPA Nunukan Bersama Penulis, Sambil Memperlihatkan Buku “Pilih Mana?...”

Bahkan ada kejutan bagi peserta Bimtek untuk setiap pembelian buku saat itu. Yaitu penulis berkenan membubuhkan tanda tangannya pada halaman pertama buku yang dibeli.

Hal ini cukup membuat sibuk penulis yang melayani permintaan tanda tangan dari para Hakim yang menginginkan ada tanda tangan dari penulis pada buku yang baru dimilikinya.

(RENAFASYA)