Hakim Tinggi PTA Banjarmasin Berikan Kuliah Singkat di PA Pelaihari

Dengan semangat Drs. H. Ambo Asse, S.H., M.H. memotivasi Hakim PA Pelaihari untuk selalu belajar dengan semboyan hari ini lebih baik daripada hari kemarin (Foto: Irfan)
Pelaihari | pa.pelaihari.go.id
Perkuliahan singkat itu disampaikan Hakim Tinggi PTA Banjarmasin Drs. H. Ambo Asse, S.H., M.H. di sela-sela kesibukannya melakukan sidak ke PA Pelaihari Jumat (16/5). Perkuliahan terbatas untuk kalangan hakim. Ternyata hadirnya hakim tinggi sangat dirindukan oleh hakim tingkat pertama bagaikan bertemu embun di tengah kehausan. Hadirnya di ruangan hakim langsung disalami dan dikerumuni sejumlah hakim. Mereka bertanya, berkonsultasi serta curhat terhadap tugas yang dialaminya.
Pelajaran pertama dimulai dari berkas yang ada di atas meja Dra. Hj. Noor Asiah. Hakim Tinggi memberikan pelajaran bahwa nomor perkara bersumber dari nomor yang tertera dalam SKUM. Maka sampai PBT harus sama. Dilanjutkan dengan BAS. Bagaimana kalau ada pergantian anggota atau ketua majelis, semua dijelaskannya dengan rinci.
Menurutnya dalam melakukan tugasnya, hakim harus tunduk pada legal hukum yang telah disepakati baik format ataupun pendapat. “Coba dipelajari lagi legal union reform dan legal union opinion!” Ujarnya memotivasi.
Meskipun banyak ragam format maupun banyak ragam pendapat dan opini, namun kalau sudah ada aturan yang disepakati dan diberlakukan, maka itu yang harus diikuti dan di luar itu adalah salah. Fungsi pengawasan adalah mengawal agar peraturan dilaksanakan dengan semestinya.
Ia menganalogikan bahwa akar 10 adalah 1+9, 2+8, 3+7, 4+6, 5+5. Namun jika peraturan yang telah disepakti bahwa akar 10 adalah 5+5 maka lainnya salah. Jangan adalagi ucapan dulu juga begini tidak masalah.
Ekonomi syariah juga dipesankan oleh hakim tinggi agar dikuasai. Siapa tahu ada perkara masuk hakim harus siap. Kalau tidak siap maka biasanya hakim akan mengeluarkan putusan NO (Niet Onvankelijk Verklaart) dengan alasan gugatan tidak jelas, padahal yang tidak jelas hakimnya. Putusan NO itu harus dihindari.
Lebih baik ultra petita sepanjang ada keterkaitan kewenangan mengadili karena melekat dengan jabatan hakim atau dikenal dengan ex officio daripada membuat putusan NO. Pengadilan boleh memberi putusan yang melebihi tuntutan yang diminta apabila sesuai dengan dalil gugatan (posita) dan ruh petitum primer.
“Demi keadilan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan petitum ex-aequo et bono dengan syarat harus berdasarkan kelayaan atau kepatutan (appropriateness) dan masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil gugatan.
Selanjutnya hakim tinggi mengingatkan bahwa NO itu sangat merugikan para pihak dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Paling tidak kalau ada perkara harta bersama yang batas-batasnya tidak jelas yang dinyatakan NO yang tidak jelas itu lainnya tepap diperiksa, bukan dinyatakan NO seluruhnya.
Kehadiran Hakim Tinggi PTA Banjarmasin Drs. H. Ambo Asse, S.H., M.H. ternyata dirindukan Hakim PA Pelaihari (Muh).
Terkait dengan alat bukti yang tidak ada relevansinya dengan perkara tempat membuangnya ada di dalam putusan, jangan ditolak di persidangan. Apapun yang diajukan oleh para pihak semua harus diterima. Dalam putusan baru dipertimbangkan bahwa karena alat bukti tersebut tidak ada kaitan dengan perkara maka dinyatakan ditolak dan tidak perlu dipertimbangkan. Menolak alat bukti di persidangan secara psikologis akan menguntungkan pihak lawan, pihak lawan merasa di atas angin dan pihak yang ditolak alat buktinya akan kecewa.
Selanjutnya hakim tinggi berpesan untuk selalu belajar menambah pengetahuan. Tanamkan sikap hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin. Setiap hari harus bertambah ilmu. Apalagi sekarang Mahkamah Agung telah menerapkan ELMARI (Muh).