logo web

Dipublikasikan oleh Ridwan Anwar pada on .

Hadapi Medan Berisiko, Jurusita PA Mempawah Tetap Tegar

Mempawah | www.pa-mempawah.go.id

Bekerja adalah ibadah. Karena itu, setiap pekerjaan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tidak ada alasan untuk bermalas-malasan, sekalipun harus menghadapi medan penuh ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG). Itulah yang dipedomani para jurusita pengganti (JSP) PA Mempawah. Mereka tetap tegar.

JSP PA Mempawah berjumlah 8 orang, yaitu Wardiansyah, Nuri Khatulistiorini, SH., Nani Wigati, Muhammad Nur, Norika Handayani, SE., Yudhi Septiandy, ST., Syafie dan Ade Haryono.

8 orang JSP tersebut bertugas melakukan pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak yang beperkara di PA Mempawah, yang wilayah hukumnya mencakup 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Pontianak, Landak dan Kubu Raya.

Awalnya, dua kabupaten terakhir ini menjadi bagian dari Kabupaten Pontianak. Landak memisahkan diri pada tahun 1999 dan Kubu Raya memisahkan diri pada tahun 2007. Meskipun sudah menjadi kabupaten tersendiri, namun sampai saat ini Landak dan Kubu Raya belum mempunyai PA. Akibatnya, bagi warga dari dua kabupaten tersebut yang hendak berurusan dengan PA harus datang ke Mempawah.

Dari 3 kabupaten yang masuk wilayah hukum PA Mempawah, Kabupaten Kubu Raya termasuk yang medannya sulit. “Ada 5 kecamatan yang tergolong susah, yaitu Kecamatan Batu Ampar, Kubu, Teluk Pakedai, Sungai Raya dan Terentang,” ungkap salah seorang JSP PA Mempawah, Wardiansyah, kepada Tim Redaksi pa-mempawah.go.id, Rabu (6/1/14).

Pak War, suami dari Emi Surahmi itu menggambarkan perjalanan yang melelahkan menuju ke Desa Gunung Tamang dan Pulau Limbung, Kecamatan Sungai Raya. “Dari Mempawah berangkat agak pagi biar sampai di Pelabuhan Pontianak tidak ketinggalan speed boat yang bergerak pukul 13.00 WIB.

Sementara jarak Mempawah – Pontianak sekitar 70 km. Dari Pelabuhan Kapuas Besar Pontianak naik speed boat selama 5 jam menyusuri Sungai Kapuas sampai ke Dusun Tanjung Durian. Sekitar jam 16.30 WIB. tiba di Tanjung Durian. Terpaksa harus menginap di sana, karena tidak ada transportasi jam segitu,” ceritanya.

“Malam hari itu kita gunakan untuk mencari carteran sampan robin untuk dinaiki besok pagi. Setelah dapat, keesokan harinya berangkat bakda shubuh, sekitar 1 ½ jam naik sampan, baru tiba di alamat,” imbuh ayah dari Ade Rahmania dan Putri Wulandari itu.

Oleh karena medan yang jauh dan berisiko serta mengharuskan menginap, satu perjalanan ke Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya membutuhkan biaya sebesar Rp 600.000,- (enam ratus ribu rupiah).

Pak War mengisahkan pengalamannya yang lain ketika mengantar surat ke Dusun Cabang Belit, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya. Dari penyeberangan Sungai Nipah harus menaiki sampan robin melalui sungai kecil selama 1 jam. Lebar sampan itu hanya dua keping papan. “Di sungai itu ada buaya lagi. Betul-betul merinding bulu roma,” ceritanya.

Hal yang tak jauh beda juga dialami JSP PA Mempawah lainnya, Muhammad Nur. “Untuk menuju Kecamatan Batu Ampar, harus melewati Rasau Raya ke Padang Tikar. Naik speed boat sekitar 3 jam. Singgah dulu ke Pasar Kubu. Tidak bisa langsung pulang. Terpaksa cari penginapan dan baru bisa pulang keesokan harinya,” tuturnya.

Jarak tempuh Mempawah ke Kabupaten Kubu Raya, lanjut Nur, memang sangat jauh. “Para pihak pun terpaksa menginap di Mempawah atau Pontianak setiap kali hendak sidang. Jaraknya memang jauh dan transportasi hanya ada sekali setiap hari. Jadi, tidak bisa berangkat langsung pulang,” tambah alumnus SMA 3 Pontianak itu.

Tidak hanya medan yang berliku penuh onak dan duri. Pak War pernah hendak disembelih. Tergugat murka melihat kedatangan Pak War. Ia mengira, Pak War datang dengan membawa kepentingan istrinya, yaitu akan membuat ia bercerai, karena ia sama sekali tidak mau berpisah dengan istrinya.

“Tergugat sudah menghunus parang tepat di leher saya. Saya benar-benar takut dibuatnya. Saya coba berkata baik-baik. Kalau Bapak tidak mau bercerai, tidak apa-apa. Boleh-boleh saja. Tapi, saya jangan dibunuh. Tolong! Akhirnya, parang itu diturunkan. Saya pun lega,” kenangnya dengan mimik tegang.

Walaupun menghadapi pekerjaan yang berisiko, Pak War mengaku cinta dengan pekerjaannya. Ia tidak pernah mengeluh. Ia memandang pekerjaan sebagai ibadah. Mengantar surat kepada para pihak adalah amanat yang harus disampaikan. Sebab, jika ia tidak menyampaikan surat yang sudah dipercayakan atau terlambat menyampaikan, maka yang dirugikan adalah para pihak. (Tim Redaksi)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice