Dialog Interaktif di Mushalla Al-Hikmah Bersama Wakil Ketua MS Aceh

Banda Aceh | ms-aceh.go.id
Setiap hari Jum’at di Mushalla Al-Hikmah, Mahkamah Syar’iyah Aceh selalu diisi dengan ceramah atau dialog keagamaan kepada jamaahnya, waktunya setelah shalat Ashar. Seperti biasanya pada hari Jum’at tanggal 14 Maret 2014, Jamaah Mushalla Mahkamah Syar’iyah Aceh, mengadakan acara dialog interaktif yang dipandu oleh Azhar Ali, S.H. dengan Narasumber Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. Pada kesempatan ini salah seorang jamaah, Munzir, S.H. mengajukan pertanyaannya; Bagaimanakah harus kita maknai pengertian Qadha dan Qadar, yang sering diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari ?.
Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H. menjelaskan bahwa, beriman kepada qadha dan qadar merupakan Rukun Iman yang keenam. Qadha adalah ketentuan akan kepastian yang datangnya dari Allah SWT terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, yaitu sejak zaman sebelum sesuatu itu terjadi. Segala sesuatu yang terjadi telah diketahui Allah SWT terlebih dahulu karena Dialah yang merencanakan serta yang menentukannya. Seluruh makhluk, baik malaikat, syetan, jin, maupun manusia tidak akan mengetahui rencana-rencana Allah SWT tersebut.
Manusia punya rencana, tetapi Allah SWT yang menentukan. Ungkapan ini merupakan salah satu bentuk cara memahami qadha dan qadar Allah SWT. Manusia memang diberi kemampuan untuk berbuat dan berpikir, namun kedudukan Allah SWT dan kekuasaan-Nya adalah di atas segala-galanya.
Ketentuan Allah SWT ini merupakan hak mutlak (absolut), tanpa campur tangan siapapun dan dari manapun. Oleh karena itu manusia harus mau menerima kenyataan. Kemampuan manusia terbatas pada ikhtiar untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Sedangkan berhasil atau gagal, ini merupakan kekuasaan Allah SWT semata. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT, yang artinya: “Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain-Nya”. ( Q.S Al-Ra’d : 11)
Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan.
Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah SWT. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.
Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran.
Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
Begitulah uraian Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh. Oleh karena itu tak satupun manusia dalam dunia ini yang mampu mengetahui jangka waktu nyawanya atau ajal kematiannya, di mana akan mati? (di kampung sendiri ataukah di luar kampung, di rumah atau terkapar di jalanan), tatkala mati dalam keadaan apa? Apakah kematiannya disebabkan oleh karena sakit, kecelakaan, atau bagaimana?. Begitu juga halnya dengan rezki yang diperoleh, berapa banyak jumlahnya?. Semua kita tidak punya ilmu untuk mengetahuinya, pungkasnya.
Demikian dialog ini, yang menghabiskan waktu lebih kurang 40 menit dan akhirnya ditutup dengan ucapan Alhamdulillah. (Tim Redaksi MS. Aceh).