Bekerjasama dengan POKJA, IKAHI dan PPHIMM PTA Nusa Tenggara Barat Gelar Seminar Hukum Penyelesaian Penetapan Ahli Waris
Mataram | PTA Mataram
Acara seminar hukum yang berjudul “PENYELESAIAN PENETAPAN AHLI WARIS” dalam rangka memperingati Hari Ulang tahun Mahkamah Agung RI. Ke 72 yang diikuti oleh para Hakim Tinggi dan Pimpinan Pengadilan Agama serta para hakim se- wilayah PTA NTB diselenggarakan atas kerjasama POKJA, IKAHI dan PPHIMM PTA NTB di- Ruang sidang Utama PTA Mataram dengan:
Keeynote speaker |
: |
Ym. Bapak DR. H. Ahmad Kamil S.H.,M.Hum. (Mantan Wkl Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI) |
Moderator |
: |
Drs. H. Ahsin Abdul Hamid S.H. (Waka PTA NTB) |
Pemakalah |
: |
H. Sarwohadi S.H.,M.H. (Hakim PTA NTB) |
Pembanding I |
: |
Drs. H.Triyono Santoso.S.H.,M.H.(Hakim PTA NTB) |
Pembanding II |
: |
Drs.H. Abdus Salam S.H.,M.H.(Waka PA Mataram) |
Ketua PTA NTB Ym. Bapak DR. H. Bahruddin Muhammad, S.H.,M.H. menyampaikan sambutan bahwa seminar hukum kali ini sangat istimewa, karena dihadiri oleh Ym. Bapak DR. H. Ahmad Kamil, S.H.,M.Hum. (Mantan Wkl. Ketua Non Yudisial Mahkamah Agung RI), beliau sebagai sesepuh sekaligus pejuang di Peradilan Agama mengetahui persis perkembangan hukum utamanya bidang kewarisan serta kewenangan Peradilan Agama menangani perkara waris. Perkara Waris menjadi perkara primadona di wilayah hukum PTA NTB.
Dahulu membicarakan warisan dipandang sebagai hal yang tabu, tetapi sekarang menjadi hal yang lumrah, warisan diperebutkan walaupun sebagai Pewarisnya tiga keturunan ke atas, makanya tidak heran di wilayah PTA NTB ini terkenal dengan banyaknya perkara waris. Sehubungan itu tepatlah judul seminar yang akan kita bahas pada hari ini; yakni berJudul “PENYELESAIAN PERMOHONAN PENETAPAN AHLI WARIS”. KPTA NTB bertekad menghidupkan seminar/diskusi Hukum yang akan diselenggarakan bersama dari Pulau Lombok, Pulau Sumbawa dan Pulau Bali tentang hal- hal yang krusial seperti Eksekusi, Perlawanan pihak ketiga (derden verzet), Ekonomi Syariah, hak tanggungan dll. Dan beliau berharap hasil diskusi ini supaya dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan perkara waris, ke depan tidak ada lagi disparitas penetapan/putusan hakim satu dengan yang lainnya.
Ym. Bapak DR. H. Ahmad Kamil, S.H.,M.Hum. dalam pengarahannya menyampaikan bahwa “Perkara waris” menjadi kewenangan Peradilan Agama melalui pasang surut, dari jaman perjuangan pemerintahan belanda, lahirnya PP No.45 tahun 1957, UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan kemudian diubah dengan UU No.3 tahun 2006. Pengadilan Agama di luar Jawa dapat memutus perkara waris tetapi belum dapat menyelesaikannya (mengeksekusi), penyelesaiannya masih melalui viat eksekusi Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama di Jawa hanya diberi wewenang sebatas memberikan “FATWA WARIS” .
Dengan lahirnya UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan kewenangan kepada Pengadian Agama seluruh Indonesia tanpa membedakan di Jawa maupun di luar Jawa, tetapi masih ada pasal pilihan hukum (reght choice) artinya seorang muslim dapat memilih menyelesaikan perkara warisnya ke Pengadilan Agama atau ke Pengadilan Negeri, dan ada pasal yang masih mengatur tentang P3HP (Permohonan Pertolongan Pembagian Harta Peninggalan yakni Pasal 107 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989, kemudian lahirlah UU No.3 Tahun 2006 dalam penjelasan Pasal 49 huruf (b) penyelesaian perkara waris dibagi dua, yang mengandung sengketa diajukan dengan cara contensius dan yang tidak mengandung sengketa diselesaikan secara volunteer.
Dalam akhir pengarahannya beliau berpesan supaya didiskusikan apakah P3HP masih perlu ditangani oleh Pengadilan Agama, dan pesan beliau Hakim harus rajin belajar, sebab tantangan ke depan lebih berat, dan supaya hasil diskusinya dilaporkan ke Badilag. selanjutnya beliau membuka seminar tersebut dengan ditandai mengetok palu sidang sebanyak tiga kali.(H. Sarwohadi, S.H.,M.H.)