Yuk, Belajar Memodifikasi Gedung Pengadilan dari PA Ini
Ruang yang kurang urgen dialihfungsikan. Semangat gotong-royong ditingkatkan. Dana urunan dioptimalkan. Tak sungkan beli barang loakan.
Hingga saat ini, belum ada pengadilan tingkat pertama di lingkungan peradilan agama yang berjumlah 359 itu yang memiliki sarana-prasarana pendukung kerja selengkap Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Pengadilan yang terletak persis di seberang Pasar Rawasari itu punya tempat khusus untuk ibu menyusui, ruang bermain anak, jalur dan peralatan khusus untuk penyandang disabilitas, loket bank, loket kantor pos, hingga tempat fitness dan futsal.
Tapi jangan mengira semua fasilitas itu tersedia sejak awal. Ibarat mobil, gedung PA Jakarta Pusat adalah mobil modifikasi. Spesifikasi yang standar dari pabrik telah diubah sedemikian rupa. Tentu, modifikasi itu tidak dilakukan asal-asalan, melainkan dilandasi dengan pertimbangan yang matang.
Hasil modifikasi itu terbukti oke. Salah satu penandanya, seusai melihat langsung berbagai fasilitas yang tersedia di sana sebelum penyerahan sertifikat ISO 9001:2008, 17 September 2015 lalu, Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi tersenyum puas. Ya, persoalan gedung pengadilan memang jadi urusan Sekretaris MA, yang secara teknis dijalankan oleh Badan Urusan Administrasi.
Lantas, apa rahasianya? Apa yang melatarbelakangi modifikasi itu dan bagaimana cara melakukannya?
Dra. Hj. Rokhanah, S.H., M.H. bersedia membagi rahasia itu kepada Badilag.net di ruang kerjanya, pada Jumat (18/9/2015) lalu. Itu adalah hari terakhirnya menjadi Ketua PA Jakarta Pusat. Pekan depannya, Selasa (22/9/2015), ia dilantik menjadi hakim tinggi Pengadilan Tinggi Agama Medan.
“Tujuan kami melakukan modifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan, baik pelayanan eksternal kepada masyarakat pencari keadilan maupun pelayanan internal kepada aparatur PA Jakarta Pusat sendiri,” ujar mantan Ketua PA Karawang itu.
Ia bercerita, pada mulanya, gedung PA Jakarta Pusat yang terdiri dari dua lantai plus basement itu dibuat sesuai prototype yang ditetapkan oleh BUA. Didorong oleh hasrat untuk mengoptimalkan fungsi gedung yang yang diresmikan pada 22 Mei 2013 itu, dilakukanlah modifikasi secara bertahap.
“Pada tahap awal, kantin khusus pegawai yang ada di basement kami ubah jadi ruang perpustakaan dan tempat tidur untuk penjaga gedung,” tuturnya. Perubahan itu merupakan hasil kesepakatan rapat pimpinan bersama pegawai.
Pertimbangannya, ruang perpustakaan versi awal kurang lega untuk bisa menampung lebih banyak buku. Di sisi lain, kantin untuk pegawai tidak terlalu penting karena di sekitar gedung PA Jakarta Pusat ada banyak tempat makan.
“Apalagi, kalau ada kantin khusus untuk pegawai, muncul potensi konflik mengenai siapa saja yang boleh berjualan di situ,” ungkapnya.
Berikutnya, masih di ruang basement, modifikasi dilakukan terhadap ruang Dharmayukti Karini. Ruangan yang semula dirancang untuk tempat pertemuan ibu-ibu hakim dan pegawai itu diubah jadi ruang ibu menyusui dan ruang anak bermain.
Ruangan yang semula hanya berisi meja-kursi itu diubah total. Di bagian pintu, dipasangi papan khusus. Lantai dilapisi karpet. Dinding ditempeli wallpaper dan dipoles dengan gambar-gambar susana alam, hewan dan tokoh kartun yang ceria. Di dalamnya, pada sebuah rak, disediakan aneka boneka, bola kecil warna-warni, hingga pernak-pernik yang khas anak-anak. Terus, beberapa meter persegi dari ruangan itu disekat dengan tirai untuk ibu menyusui.
Oya, ruangan itu dilengkapi mesin pendingan udara. Di sana juga tersedia speaker yang memungkinkan masyarakat yang menggunakan ruang itu bisa mendengar pengumuman-pengumuman, misalnya panggilan masuk ke ruang sidang.
Menurut Rokhanah, membuat ruang anak bermain dan ibu menyusui itu tak memerlukan banyak duit dan karena itu tak menggunakan anggaran dari DIPA.
“Kami gotong-royong. Barang-barang yang tidak lagi dipakai di rumah dibawa ke sini. Terus kami beli barang-barang di Pasar Gembrong (pasar khusus mainan anak-anak yang harganya miring—red). Wallpaper itu dapat yang murah. Semeternya cuma Rp14 ribu. Hiasan-hiasan seperti poster dan stiker juga Cuma Rp20 ribuan. Karpet dan rak kami beli tidak mahal juga. Totalnya habis sekitar Rp3 juta,” tuturnya.
Setelah itu, modifikasi berlanjut lagi. Kali ini menyasar kantin untuk umum, yang terletak di basement bagian belakang. Tempat kuliner itu diubah jadi loket PT Pos dan tempat fitnes.
Sama halnya kantin untuk pegawai, kantin untuk umum tidak terlalu penting, menurut Rokhanah dan jajarannya. Selain di sekitar situ banyak tempat makan dan berpotensi terjadi ‘rebutan’ lapak, pertimbangan lain ialah menyangkut kebersihan kantor. “Kalau ada kantin, akan kotor. Belum tentu yang jualan menjaga kebersihan,” tuturnya.
Di sisi lain, masyarakat sangat membutuhkan layanan PT Pos untuk berperkara. Dari pada masyarakat harus pergi cukup jauh dan kena macet ketika ke kantor pos untuk melegalisir, dibuatlah kerja sama resmi antara PA Jakarta Pusat dan PT Pos. “Lalu kami sediakan loket khusus PT Pos, untuk melengkapi loket bank,” kata Rokhanah.
Karena loket PT Pos berukuran mungil, masih tersedia ruang bekas kantin untuk umum itu yang cukup lapang. Kemudian difungsikanlah ruangan itu untuk fitnes. Ketiadaan anggaran untuk beli alat-alat fitnes tak menyurutkan prakarsa Rokhanah dan anak buahnya.
“Kami ada dana dari urunan Bapor (Badan Pengurus Olah Raga—red). Tiap bulan kami urunan Rp10 ribu hingga Rp30 ribu tiap orang. Dana itu sudah dihimpun sejak dulu, sebelum era saya,” kata Rokhanah.
Hakim yang pernah menangani permohonan dispensasi nikah Syekh Puji itu merinci, dana Bapor dari era sebelum kepemimpinannya digunakan untuk membeli meja pimpong. Sementara dana hasil urunan pada era kepemimpinannya digunakan untuk membeli seperangkat alat fitnes loakan alias bekas.
“Kami beli bekas di Pasar Rumput. Kami cek langsung di sana, tawar-menawar, harganya jadi murah. Misalnya alat untuk treatmili yang aslinya Rp30 juta jadi Rp12 juta. Alat seperti sepeda itu barunya Rp4 sampai 5 juta, tapi bekasnya hanya Rp1,5 juta. Totalnya sekitar Rp15 juta,” ungkapnya.
Ruang kebugaran berisi fasilitas fitnes itu biasanya dipakai pagi hari sebelum jam kantor dimulai, atau pada hari Jumat seusai senam pagi yang diinstrukturi langsung oleh Rokhanah.
Tempat parkir untuk umum yang cukup luas di bagian belakang-kanan gedung tak luput dari modifikasi. Cukup sederhana, lahan itu difungsi-gandakan. Selain sebagai tempat parkir, bisa juga dipakai untuk futsal. Caranya, dibuatlah garis persegi panjang seukuran lapangan futsal, lalu dipasangi gawang.
Puas memodifikasi bagian luar gedung, hasrat untuk mengutak-atik bagian dalam mulai muncul. Ruang mediasi jadi sasaran pertama. Ruangmediasi semula ada dua, lantas dijadikan satu. Tujuannya agar ruangan itu lebih lapang sehingga dapat lebih menyamankan pihak-pihak yang bermediasi. Toh, dibandingkan dengan PA-PA di wilayah DKI Jakarta, PA Jakarta Pusat yang paling sedikit menerima perkara, sehingga mediasi pun tak terlalu banyak.
Setelah digabung, isi ruangan yang terletak di lantai satu itu diatur ulang, mulai dari penataan posisi kursi dan meja yang dipakai mediator dan pihak-pihak yang bersengketa, hingga pemasangan poster dan kaligrafi yang mendinginkan hati orang-orang yang sedang berseteru.
“Layanan mediasi kami ditetapkan sebagai salah satu pilot project oleh Mahkamah Agung,” kata Rokhanah.
Berikutnya, modifikasi ditujukan untuk ruang tunggu. Pada mulanya, ruang tunggu yang berada di lantai satu itu masih polos. Kemudian, ruang tunggu itu dilengkapi dengan berbagai papan informasi, standing banner, hingga mesin dan layar datar untuk antrian sidang. Anggaran untuk itu berasal dari DIPA.
Modifikasi juga dilakukan terhadap meja informasi dan pengaduan. Semula, meja yang berfungsi sebagai customer service itu berlokasi kurang pas. Agar lebih berdaya guna, meja itu diletakkan persis di hadapan barisan kursi tunggu dan di belakang meja itu dibikin tulisan mencolok perihal layanan yang diberikan.
Meja itu dipersanjati pula dengan anjungan pencarian informasi mandiri berwujud touch screen dan leaflet-leaflet mengenai persyaratan, prosedur dan biaya berperkara. Tak hanya itu, petugas meja informasi dan pengaduan didandani berbeda dengan mengenakan kostum khusus agar terkesan elegan layaknya di bank-bank.
Kreasi Rokhanah dan anak buahnya tak berhenti di situ. Ruang sidang, yang berjumlah tiga, turut dibenahi. Bukan cuma ada meja dan kursi untuk majelis hakim dan para pihak yang berperkara, ruangan itu dilengkapi dengan seperangkat komputer yang terhubung dengan SIADPA.
“Jadi, ketika sidang, panitera pengganti langsung bisa mengetik di situ,” kata Rokhanah.
Menyadari pentingnya pengamanan terhadap jalannya persidangan perkara-perkara perdata agama yang hampir seluruhnya dilakukan secara tertutup, tiap-tiap ruang sidang di PA Jakarta Pusat kini juga dilengkapi dengan alarm.
Di laci meja ketua majelis tersedia alat kecil seukuran genggaman tangan. Jika muncul kegaduhan atau ada tindakan yang membahayakan majelis hakim maupun pihak yang bersidang, ketua majelis hakim dapat menekan tombol pada alat itu.
“Ketika tombol itu dipencet, langsung terdengar suara tanda bahaya. Satpam saat itu juga langsung masuk ke ruang sidang,” kata Rokhanah.
Apakah cuma itu modifikasi yang dilakukan Rokhanah dan anak buahnya di PA Jakarta Pusat? Ternyata tidak.
PA Jakarta Pusat juga mengembangkan berbagai penunjang kinerja dan pelayanan berbasis teknologi informasi, mulai dari aplikasi permohonan informasi dan pengaduan, aplikasi kearsipan perkara, aplikasi SMS perkara hingga aplikasi monitor relaas.
Dengan begitu banyaknya modifikasi dan inovasi yang berimbas pada peningkatan kinerja dan kualitas pelayanan, tidak mengherankan jika PA Jakarta Pusat dinobatkan jadi juara II lomba pelayanan publik dan meja informasi di lingkungan peradilan agama tahun 2014. Juga tidak mengagetkan, ‘PA internasional’ itu belum lama ini sukses meraih Sertifikat ISO 9001:2008.
Tak dapat dipungkiri, selaku pucuk pimpinan, Rokhanah punya andil besar terhadap kesuksesan itu—tentu dengan dukungan penuh dari atasannya di PTA Jakarta dan bawahannya di PA Jakarta Pusat.
Kini, Rokhanah telah dipromosikan menjadi hakim tinggi, dengan meninggalkan jejak-jejak modifikasi yang berbuah prestasi. Lantas, modifikasi apa lagi yang akan dilakukan Ketua PA Jakarta Pusat penggantinya?
[hermansyah]
Seluruh foto berasal dari video profil PA Jakarta Pusat yang dapat disaksikan DI SINI.