Wawancara Eksklusif dengan Kepala Biro Kepegawaian MA
Keluarkan 3512 SK Setelah Terbitnya Perma 7/2015
Belum genap setahun Drs. H. Agus Zainal Mutaqien, S.H. menjadi Kepala Biro Kepegawaian pada Badan Urusan Administrasi Mahkamah Agung ketika Ketua MA mengeluarkan Peraturan MA Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tatakerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan.
Pak Agus—demikian sapaannya—dilantik menjadi Kabiro Kepegawaian pada 3 November 2014, sedangkan Perma 7/2015 ditetapkan pada September 2015.
Restrukturisasi organisasi pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding itu secara otomatis berimbas kepada pengisian jabatan. Karena pengadilan pada empat lingkungan peradilan berjumlah 800-an, ini menjadi “PR” yang tidak mudah buat Biro Kepegawaian. Apalagi, waktu yang tersedia cukup mepet, karena mendekati pergantian tahun anggaran.
Kepada Badilag.net, di ruang kerjanya pada pertengahan Januari 2016 lalu, Pak Agus menceritakan pengalamannya itu. Mantan Panitera/Sekretaris PA Bandung, PTA Banten, PTA Makassar dan PTA Medan itu juga mengungkap sejumlah hal penting dan menarik lainnya, termasuk apa saja yang telah dilakukan unit organisasinya selama 2015 dan rencana-rencananya pada tahun ini.
Berikut ini petikan hasil wawancara tersebut:
Bagaimana Pak Agus memahami Perma 7/2015 dalam konteks manajemen SDM?
Yang pertama, dengan Perma 7/2015, setiap bidang dikerjakan secara khusus. Kalau dulu kan dirangkap. Sekarang panitera ya mengurusi kepaniteraan. Sekretaris ya mengurusi sekretariat.
Kedua, Perma 7/2015 memberikan ruang kepada teman-teman di sekretariat sehingga jenjang karirnya bisa naik sampai ke atas. Setelah berkarir dari bawah, mulai dari staf, kasubbag, lalu sekretaris, jika dinilai kompeten dan kapabel, bisa juga jadi pejabat struktural di MA. Dan pimpinan MA sudah memberi kepercayaan kepada teman-teman dari daerah, termasuk saya, Sekditjen Badilag, dan lain-lain. Sekarang jenjang karir pegawai kesekretariatan ini lebih pasti lagi dengan Perma 7/2015.
Di tempat lain, Kemenkeu misalnya, sudah ada peraturan internal mengenai pola karir PNS. Di sana diatur mengenai mutasi vertikal, horisontal dan diagonal. Di tempat kita, pola karir yang telah ada baru terbatas pada hakim dan tenaga kepaniteraan. Bagaimana Pak Agus memandang hal ini?
Sebetulnya pola dasar karir PNS kita adalah Perma 7/2015. Sudah terpola di sana. Misalnya untuk jadi Kasubbag, persyaratannya apa saja. Memang perlu penyempurnaan, misalnya untuk mutasi pegawai antar ditjen itu bagaimana.
Apa yang dilakukan Biro Kepegawaian MA setelah terbitnya Perma 7/2015?
Perintah dari Bapak Sekretaris MA, kami harus segera melaksanakan Perma 7/2015 dengan cepat dan tepat.
Ada 3512 SK yang kami terbitkan, meliputi pejabat di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding pada empat lingkungan peradilan.
Bagaimana cara mengisi jabatan sebanyak itu dalam waktu serentak?
Begitu selesai Baperjakat, langsung plotting si A, si B, si C. Pertama-tama kami lihat struktur organisasi. Misalnya di sebuah pengadilan tingkat banding. Di sana ada jabatan Sekretaris, dua Kabag, dan tiga Kasubbag. Calon-calonnya siapa saja. Mereka yang terpilih, kami beri warna putih. Kami kunci.
Terus ke template SK yang ada di SIKEP. Tinggal enter, SK jadi semua. Kalau pakai manual, setengah tahun baru selesai mencetak SK sebanyak itu.
Karena perlu tinta basah, yang kami kirim tetap SK asli. Namun untuk mengantisipasi keterlambatan pengiriman, kami kirim terlebih dahulu soft copy untuk wilayah-wilayah yang jauh, seperti Makassar, Ternate...
Dari ribuan SK itu, apakah ada yang keliru?
Ya, ada yang kelitu, tapi sedikit. Hanya sekitar 1 persen. Kesalahan itu lebih kepada data yang diinput ke SIKEP kurang valid. Contohnya, orang sudah jadi PP (panitera pengganti—red), tapi di dalam SIKEP masih ditulis staf. Orang daerah lupa menginput. Lalu terjadi duplikasi. Ada juga yang salah memasukkan NIP. Seharusnya NIP-nya si A, tapi yang diisikan NIP-nya si B.
Peng-SK-an sebanyak itu tidak mungkin manual. Kita bisa lakukan by system atau dengan aplikasi. Tapi sistem tergantung juga orangnya. Perlu di-update terus.
Yang berkewajiban menginput itu satker. Lalu pengadilan tingkat banding melakukan verifikasi tahap pertama, dan verifikasi tahap akhir oleh Ditjen-Ditjen dan Biro Kepegawaian.
Terus, apa langkah yang ditempuh Biro Kepegawaian?
Langsung kami perbaiki, jika memang ada kekeliruan.
Apa saja yang Biro Kepegawaian lakukan pada tahun 2015 dan pencapaian-pencapaian apa saja yang diraih?
Pada masa-masa awal ke sini, pimpinan MA menginginkan dua hal. Pertama, agar dilakukan pemetaan jabatan secara menyeluruh, sehingga dapat diketahui formasinya dan jumlahnya. Kedua, kerja cepat. Jangan sampai mengulur-ulur. Jangan sampai orang menjemput ke sini.
Kemudian itu diterjemahkan Pak Sekma: kita harus membangun sistem. Biro Kepegawaian sebagai pelaksana teknisnya. Kebijakan ada di eselon I.
Kami di Biro Kepegawaian bekerja sama dengan Biro Hukum dan Humas yang menangani masalah IT. Jika kami butuh aplikasi, tinggal meng-order ke bagian IT. Kami men-support eselon I teknis. Kami kan supporting di bidang SDM.
Kalau bicara supporting, masih banyak yang harus kami lakukan. Sistem yang kami bangun itu sebagai fondasi. Nah, sekarang isinya bagaimana? Berapa sih beban kerja kita? Perlu ada analisis jabatan ulang. Tidak bisa sekali seumur hidup.
Terus, brapa sih jumlah perkara kita? Kalau perkara tidak bertambah, beban kerja tidak berubah. Jika perkara bertambah, berapa pertambahannya, baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya? Semakin kompleks perkaranya, waktu yang diperlukan untuk menyelesaiakknya semakin bertambah. Terus berapa SDM yang diperlukan? Kualifikasinya bagaimana?
Analisis beban kerja selama ini dilakukan oleh Ditjen-Ditjen. Ke depan, saya sudah diskusi dengan teman-teman, perlu ada lembaga profesional yang melakukan analisis jabatan. Nanti yang fasilitatornya Biro Kepegawaian, tapi tetap melibatkan semua. Misalnya untuk lingkungan peradilan umum, harus melibatkan Ditjen Badilum. Apalagi kan di peradilan umum banyak variabelnya, misalnya ada hakim ad hoc.
Hasilnya masuk ke SIKEP. Inilah kebutuhan kepegawaian kita.
Terus, bagaimana proses pengisiannya? Bagaimana penggajiannya? Ini terkait dengan Biro Perencanaan dan Organisasi. Belanja pegawai kan harus valid. Proporsinya kan hampir 70 persen. Itu berapa triliun.
Jadi, tuntutan data pegawai harus valid itu betul-betul sangat penting. Kalau tidak akurat, maka anggaran kurang, dan gaji serta remunerasi tidak terbayar.
Sebenarnya saya hanya melanjutkan apa yang telah dilakukan Kabiro Kepegawaian sebelumnya. Tapi ada hal-hal yang lebih ditekankan oleh pimpinan. Tentu berangkat dari Blue Print MA. Pengelolaan SDM harus berbasis kompetensi, sehingga pembinaan karir bisa dilakukan secara objektif.
Sekretaris MA meminta saya membangun SIKEP. Supaya lebih ditingkatkan lagi, mulai dari validasi data hingga aplikasi-aplikasi turunan.
Pada Agustus 2015, Pak Sekma bikin edaran yang mewajibkan setiap satker untuk mengisi data kepegawaian di SIKEP 100 persen.
Alhamdulillah, pengisian jabatan 3512 orang setelah terbitnya Perma 7/2015 sudah menggunakan SIKEP. Itu manfaat nyata dari SIKEP.
Lantas, apa langkah-langkah strategis yang akan ditempuh Biro Kepegawaian ke depan?
Ke depan, SIKEP akan jadi sumber informasi untuk pengembangan karir pegawai. Untuk pemetaan jabatan, siapa yang mengisinya, apakah yang bersangkutan sudah atau belum mengikuti diklat? Itu terkait dengan Pusdiklat.
Jadi, data dari SIKEP ini bisa digunakan untuk keperluan Pusdiklat. Tahu mana saja yang belum dan sudah ikut diklat. Bahkan prestasi-prestasi dari diklat, misalnya masuk 10 besar, itu jadi bahan pertimbangan pimpinan untuk pengembangan karir pegawai.
SIKEP juga akan terkoneksi dengan Badan Pengawasan. Mengenai track record seseorang, terkait integritasnya, akan ada sharing antara Biro Kepegawiaan dan Bawas, juga dengan Ditjen-Ditjen.
Di SIKEP itu ada data seluruh pegawai, pimpinan sampai staf, teknis maupun non teknis. Seluruhnya terekam. Terkait dengan anggaran, berapa orang sih yang perlu digaji dan diberi remunerasi pada setiap level?
Ini masih dalam proses penyempurnaan. Dan sekaliupun sudah sempurna, harus terus dipelihara, karena data pegawai itu mobile. Terus bergerak. Tidak ada kata selesai. Harus ada tim khusus yang melakukan pengawasan terhadap data.
Saya jadwalkan, tiap triwulan ada rekon dengan eselon-eselon I. Bukan hanya rekon laporan keuangan, rekon data kepegawaian juga perlu. Sebenarnya ini sudah kami mulai tahun 2015.
Rekonsiliasi data itu penting karena tidak semua hakim ada di pengadilan atau satkernya. Ada yang jadi hakim yustisial di MA. Ada yang di Bawas, Pusdiklat, dan lain-lain.
Rekonsiliasi data juga perlu karena nyatanya selalu ada human error. Orang lupa meng-update, padahal orang itu sudah tidak di posisi sebelumnya.
Oya, kami juga melakukan integrasi dengan BKN. Saya dan teman-teman berusaha merancang, semua hak pegawai dapat dipenuhi tepat waktu. Misalnya kenaikan pangkat. Sebetulnya naik pangkat dari BKN sudah selesai akhir Februari. Nah, seharusnya kita sebelum tanggal 5 Maret sudah bisa mengeluarkan SK kenaikan pangkat, sehingga gajinya tidak perlu rapel.
Ke depan, 70 persen proses kepegawaian tidak lagi dalam bentuk hard copy. Contohnya kenaikan pangkat tadi, termasuk yang sudah jadi rutinitas, seperti cuti. Pihak BKN sudah siap. Kita sudah kerja sama.
Selama sekitar setahun menjadi Kepala Biro Kepegawaian MA, pekerjaan apa yang paling berat dan bagaimana cara Pak Agus mengatasinya?
Sebenarnya disebut ringan tidak, berat juga tidak. Karena kita kerja bersama-sama. Kalau semua kegiatan kita laksanakan berdasarkan rencana dan jadwal yang telah kita susun, serta dapat berkoordinasi dengan unit-unit kerja lainnya, maka semuanya akan terlaksanaka dengan baik.
Yang jelas, di Biro Kepegawaian, jangan berharap terima kasih dan harus siap-siap dimarahi. Kalau ada 1000 orang benar, satu saja keliru, maka semuanya dianggap gagal.
Kita harus berjiwa besar. Banyak mendengar. Kita lebih fokus mencari solusi, bagaimana perbaikannya. Jangankan salah, lambat saja kita dimarahi.
Kita kerja kan bersama-sama. Kalau berhasil, maka itu keberhasilan bersama-sama. Tapi kalau ada kegagalan, itu menjadi kegagalan Kabiro Kepegawaian.
Apakah pengalaman Pak Agus yang telah malang-melintang sebagai pejabat kepaniteraan dan kesekretariatan di lingkungan peradilan agama cukup membantu?
Saya 15 tahun ngurusi kepegawaian. Mulai dari staf, kasubbag, hingga wasek di PTA Bandung. Selama 15 tahun itu saya banyak diajari senior-senior tentang kepegawaian. Teori dasarnya tidak banyak berubah, misalnya dari PP 30/1980 sampai ke PP 53/2010 tentang Disiplin PNS. Itu penyempurnaan saja.
Pengalaman itu jadi bekal saya di Biro Kepegawaian. Jadi, tidak terlalu kaget. Dimarahi orang itu sudah biasa. Bedanya, dulu hanya mengurusi 1500 orang, sekarang mengurusi 32 ribu orang.
Kuncinya, ketika kita dikritik dan diprotes jangan marah. Tapi juga jangan sampai jadi keledai. Jangan sampai terperosok lagi ke lubang yang sama. Harus terus lebih baik. Harus terencana, ada sistem, dan ada komitmen bahwa kita ini melayani, men-support teman-teman. Misalnya, gimana teman-teman ini tidak usah ngurusi naik pangkat, tapi pada saatnya, pangkatnya naik sendiri.
Terakhir, apa yang paling Pak Agus sukai dari pekerjaan saat ini?
Jika kewajiban saya selesai, saya puas. Berarti organisasi bisa jalan. Alat yang paling penting sekali adalah SIKEP. Dan itu butuh ketelatenan dan ketelitian kawan-kawan. Kalau itu sudah valid dan lengkap, insya Allah tidak terjadi kekeliruan dalam proses kepegawaian.
[hermansyah]