Tingkatkan Kompetensi Seluruh Tenaga Teknis Peradilan Agama, Ditjen Badilag Hadirkan YM. Ketua Kamar Agama
Jakarta– Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Jumat (15/3/2024) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kompetensi Tenaga Teknis kepada seluruh tenaga teknis di lingkungan peradilan agama secara daring. Bimtek yang mengangkat tema Evaluasi Implementasi Hasil Pleno Kamar Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam Rangka Mewujudkan Kepastian dan Kesatuan Hukum di Lingkungan Peradilan Agama, menghadirkan narasumber YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. (Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI) dan dimoderatori oleh Dr. Mardi Candra, S.Ag., M.Ag., M.H. CPM., CPArb., (Asisten Koordinator Kamar Agama Mahkamah Agung RI).
Acara yang diawali dengan penyampaian sambutan oleh Plt. Direktur Jenderal Badan Peadilan Agama, Bambang Hery Mulyono, S.H., M.H. dimana dalam kesempatan tersebut beliau menyampaikan tentang pentingnya hasil rapat pleno kamar yang merupakan kulminasi dari proses identifikasi permasalahan teknis dan administrasi yudisial di Peradilan Agama yang secara khusus dibahas bersama oleh para Hakim Agung dan seluruh tenaga teknis. ”Pleno kamar merupakan pembahasan terkonsep mengenai permasalahan aktual teknis dan administrasi peradilan yang menghasilkan rumusan bersama sebagai solusi bagi permasalahan-permasalahan teknis dan administrasi yang dihadapi ketika menangani suatu perkara,” tuturnya. Sedangkan dalam beberapa kali monitoring dan evaluasi, yang dilakukan Ditjen Badilag masih ditemukan adanya kecenderungan disparitas penerapan hukum, baik terkait dengan hukum formal maupun materiel, padahal konteks kasus yang diadili sama (objek, subjek, dan uraian peristiwa). ”Perbedaan penerapan hukum pada dasarnya dapat dibenarkan jika dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif. Hanya saja, jika perbedaan ini terlampau jauh dan terlampau sering, sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam konteks kasus yang setara, sama atau mirip, ini menunjukkan bahwa ada hal yang perlu ditata ulang terkait dengan bagaimana menerapkan ketentuan hukum formal dan materiel,” jelasnya.
Sementara dalam penyampaian materinya YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. menyinggung tentang masih adanya Hakim yang belum memenuhi apa yang dimaksud hasil pleno kamar, dan berharap kedepannya untuk mentaati hasil pleno kamar yang merupakan hasil kesepakatan dalam menerapkan berbagai tafsir-tafsir tentang penerapan hukum. Dalam paparan materi yang ditampilkan beliau juga menjelaskan tentang ruang lingkup pembahasan diantaranya tentang sistem kamar, rapat pleno kamar dan evaluasi implementasi hasil rapat rapat pleno kamar. Beberapa hal penting yang beliau sampaikan dalam kesempatan tersebut antara lain tentang tujuan pemberlakuan hasil rumusan rapat pleno kamar dimana setidaknya ada 8 (delapan) hal utama yaitu:
- Mengisi kekosongan hukum;
- Menjaga kepastian dan kesatuan hukum;
- Menjaga konsistensi putusan;
- Mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan;
- Memperkecil peluang kekeliruan atau kekhilafan Hakim yang mungkin terjadi;
- Meningkatkan kehati-hatian Hakim dalam memutus perkara;
- Sebagai mekanisme kontrol Ketua Kamar dalam manajemen perkara untuk mengetahui secara teratur jumlah dan status perkara yang ditangani;
- Sebagai mekanisme akuntabilitas Majelis Hakim dalam memutus perkara.
Lebih lanjut YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. menyampaikan tentang adanya beberapa temuan tidak menerapkan hasil pleno kamar dalam putusan judex facti, beliau memberi contoh bahwa Hakim tidak menerapkan angka 1 huruf (c) SEMA Nomor 10 Tahun 2020, tentang permohonan cerai dari seorang PNS/Polri/TNI yang tidak memiliki izin perceraian dari kantor/instansi tempat Pemohon bekerja. Padahal SEMA telah memberikan pedoman bagi Hakim untuk menunda persidangan selama 6 (enam) bulan untuk mengurus surat izin dimaksud. Apabila Pemohon tidak mendapatkannya, maka Pemohon dapat membuat surat pernyataan yang isinya bersedia menanggung resiko dari akibat perceraian tanpa izin tersebut, dan beliau meminta agar diperhatikan keberatan dari istri PNS/Polri/TNI tersebut dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap perempuan (SEMA Nomor 3 Tahun 2017).
YM. Prof. Dr. Drs. H. Amran Suadi, S.H., M.Hum., M.M. juga menyampaikan bahwa Hakim tidak menerapkan Angka 1 huruf (a) SEMA Nomor 1 Tahun 2022 tentang menjamin terwujudnya asas kepentingan terbaik bagi anak dalam perkara harta bersama dan lainnya.
Pada akhir kegiatan Bimtek, Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama, Dr. H. Candra Boy Seroza, S.Ag., M.Ag. menyampaikan pesan bahwa Hakim Peradilan Agama wajib mengikuti Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar, ”Jangan menjadi tukang putus tetapi menjadi Hakim yang memutus karena itu akan menjaga marwah dan martabat Hakim,” ujar beliau. (H2o)