logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 11884

Tidak Mudah Bertugas di Jakarta

Jakarta l Badilag.net

Banyak yang mampu tapi tidak mau bertugas di Jakarta. Banyak juga yang mau tapi tidak mampu bertugas di Jakarta.

Demikian disampaikan Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama Purwosusilo, saat menerima kunjungan rombongan PTA Jakarta di Badilag, Senin (22/1/2013).

Dipimpin oleh Ketua PTA Jakarta Khalilurrahman, rombongan dari PTA Jakarta itu terdiri atas para hakim tinggi, para ketua PA, serta para pejabat struktural PTA dan PA di wilayah Jakarta. Selain Purwosusilo, pejabat Badilag yang terlibat dalam pertemuan itu adalah Sekretaris Ditjen Farid Ismail, Direktur Pratalak Hidayatullah MS dan sejumlah pejabat eselon III.

Seluruh pengadilan di wilayah Jakarta memiliki ‘grade’ yang lebih tinggi ketimbang pengadilan-pengadilan di daerah. Meskipun sejauh ini belum ada PA Kelas IA Khusus di wilayah Jakarta sebagaimana PN Kelas IA Khusus di peradilan umum, fakta bahwa Jakarta memiliki kedudukan khusus tidak dapat dipungkiri.

“Jakarta ini kelas satunya kelas satu,” ujar Khalilurrahman, yang dalam pertemuan itu diiringi Rachmadi Suhamka, Panitera/Sekretaris PTA Jakarta yang baru.

Karena itu tidak mengherankan, orang-orang yang mendapatkan kesempatan bertugas di Jakarta adalah orang-orang pilihan, terutama mereka yang duduk sebagai pimpinan.

Purwosusilo memberikan penjelasan soal ini. Dikatakannya, untuk menjadi Wakil Ketua PTA Jakarta, seorang hakim tinggi harus pernah duduk sebagai pejabat eselon II di MA. “Baik di Badilag, Badan Pengawasan, Balitbangdiklat maupun unit kerja lainnya,” tuturnya.

Mengingat beban kerja dan kualitas perkara yang tidak ringan, yang dapat bertugas sebagai hakim tinggi di PTA Jakarta juga bukan sembarang hakim tinggi.

Sebagai informasi, saat ini PTA Jakarta memiliki 46 hakim tinggi. Uniknya, dari jumlah itu, hanya 21 hakim yang sehari-hari menyidangkan perkara. Sebagian besar justru tidak menyidangkan perkara, karena diperbantukan sebagai hakim yustisial MA.

Para hakim tinggi PTA Jakarta itu, baik yang pegang palu maupun tidak pegang palu, punya kesempatan lebih besar untuk jadi pimpinan PTA di daerah. Sebagai bukti, tiga wakil Ketua PTA yang dilantik tahun ini sebelumnya pernah bertugas di PTA Jakarta.

“Kalau diperhatikan, Wakil Ketua PTA yang kita angkat sekarang pernah bertugas di PTA Jakarta. Mungkin 95 persen (Wakil Ketua PTA di Indonesia—red) pernah jadi hakim tinggi PTA Jakarta, sekalipun mungkin pernah diperbantukan. Jadi, Bapak-Ibu sabar saja menunggu giliran,” ujar Purwosusilo, yang disambut tawa para hakim tinggi.

Peringkat terbaik

Para hakim yang berhasil duduk sebagai pimpinan PA di wilayah Jakarta juga dinilai Purwosusilo sebagai hakim-hakim terbaik. Pemilihannya menggunakan mekanisme fit and proper test. “Yang kita tempatkan di Jakarta adalah yang skornya tinggi, peringkat 1 sampai 10,” tuturnya.

Para Ketua PA di wilayah Jakarta  saat ini memang tidak dipilih menggunakan mekanisme fit and proper test, namun para Wakil Ketua PA di wilayah Jakarta dipilih berdasarkan hasil uji kepatutan dan kelayakan itu.

Karena itu, menurut Purwosusilo, para Wakil Ketua PA itu pada gilirannya nanti akan dipromosikan menjadi Ketua PA di wilayah Jakarta juga. “Untuk apa susah-susah kita pilih yang terbaik kalau dikembalikan lagi ke daerah,” tuturnya.

Hakim-hakim yang bertugas di wilayah Jakarta, yang tidak duduk sebagai pimpinan, juga memiliki kualitas di atas rata-rata. Sebagaimana sejumlah hakim tinggi, sebagian di antara mereka juga bertugas sebagai hakim yustisial di MA.

Tingginya kualitas para hakim yang bertugas di Jakarta itu dibenarkan oleh Ketua PA Jakarta Selatan, Yasardin. “Hakim-hakim baru yang muda-muda itu bagus-bagus. Integritasnya juga bagus-bagus,” ungkapnya.

Meski demikian, menurut Yasardin, ada  kesenjangan SDM di bidang administrasi. “Untuk tenaga-tenaga administrasi masih orang-orang lama yang diputar-putar di wilayah Jakarta. Saya pengennya ada wapan, panmud, panitera pengganti dari sekitar Jakata yang bagus-bagus ditarik ke jakarta,” kata Yasardin.

Menanggapi hal itu, Purwosusilo mengatakan bahwa mutasi tenaga kepaniteraan antarpropinsi belum dilakukan Badilag, kecuali untuk level jabatan tertentu. Meski begitu, untuk mencari jalan keluar, sebaiknya dilakukan koordinasi antar pimpinan PTA.

Memang berat

Bertugas di Jakarta bukan tantangan yang mudah. Hal ini diakui Purwosusilo yang pernah menjadi Ketua PA Jakarta Barat dan hakim tinggi PTA Jakarta.

“Saya pindah dari PA Tuban ke sini. Dulu banjir. Nggak ada perumahan. Ada mobil dinas tapi tidak ada sopir. Saya nggak tahu jalan. Makanya tiga bulan tidur di kantor,” ujar Purwosusilo.

Keluh kesah senada disampaikan Dr. Aisyah, hakim tinggi PTA Jakarta, yang asalnya dari Sulawesi. “Terasa sekali, kos di rumah orang. Sudah 60 tahun. Nenek-nenek. Apalagi kalo melihat orang-orang meninggal dunia. Siapa yang akan urus saya kalau saya meninggal di sini. Tapi saya jadi semangat lagi ketika Bapak tadi bilang tidak semua orang bisa ke Jakarta,” tuturnya.

Yasardin punya ‘curhat’ lain lagi. Mantan Ketua PA Depok itu mengungkapkan, bertugas di Jakarta terasa berat karena Jakarta menjadi sorotan masyarakat seluruh Indonesia. “Agak berat jadi Ketua di Jakarta, apalagi Jakarta harus jadi etalase,” ungkapnya.

(hermansyah)

Banyak yang Tidak Mau Kerja ke Jakarta, tetapi Banyak juga yang Tidak Mampu Bertugas di Jakarta

 

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice