logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 2725

Perwalian dan Kewarisan TKW Jadi Masalah, Hasbi Hasan Membedahnya

Jakarta l Badilag.mahkamahagung.go.id

Selasa, 20 September 2005 adalah hari penting. Itu adalah hari ketika Jamilah, seorang TKW asal Nusa Tenggara Barat, meninggal dunia di Saudi Arabia. Hari tersebut sekaligus menjadi pangkal silang sengkarut pembagian harta warisan almarhumah oleh keluarganya di kampung halaman.

Sebelum ke Saudi Arabia, Jamilah berstatus ‘janda’. Ia pernah menikah di bawah tangan. Perceraiannya pun di bawah tangan.

Apakah perkawinan luar nikah itu menghasilkan anak?

Burhan, ayah Jamilah, mati-matian bilang kalau mendiang putrinya tidak punya anak. Ia bersikukuh tidak punya cucu dari Jamilah dan suaminya. Tak hanya itu, Burhan juga menegaskan bahwa ia dan istrinya yang telah tutup usia hanya punya dua anak: Jamilah (almarhumah) dan Katijah.

Tapi, hal itu disangkal Juwariyah. Ia berkata sebaliknya: Jamilah punya seorang anak, masih kanak-kanak, dan selama ini dirawatnya, sejak Jamilah mengadu nasib di Saudi. Juwariyah sendiri mengaku sebagai salah satu anak Burhan. Jadi, menurutnya, orang tuanya bukan cuma punya dua anak sebagaimana diklaim ayahnya, tapi punya tiga anak: Jamilah (almarhumah), Katijah dan Juwariyah.

Setahun setelah kematian Jamilah,  Burhan datang ke PA di kabupatennya. Ia mengajukan permohonan penetapan ahli waris. Ia ingin ditetapkan sebagai ahli waris Jamilah. Harta yang diwariskannya berupa gaji dan santunan yang masih tertahan di Saudi, karena tidak dapat dicairkan kecuali oleh ahli warisnya yang sah.

Membawa bukti-bukti berupa KTP, Surat Keterangan Kematian Jamilah, Kartu Keluarga dan dua orang saksi, ia dapat meyakinkan majelis hakim. Bukti-bukti yang disodorkannya berupa akta otentik, cocok dengan aslinya, sehingga secara formil maupun materiil dapat jadi alat bukti yang dipertimbangkan majelis hakim. Dua saksinya memberikan kesaksian yang relevan dan sinkron dengan apa yang didalilkan Burhan. Apa yang mereka sampaikan pun berkesuasian satu sama lain. Dengan begitu, secara formil maupun materiil, kesaksian dua orang itu bernilai hukum.

Penetapan yang dijatuhkan majelis hakim jelas: mengabulkan permohonan Burhan, sehingga Burhan berhak menjadi ahli waris almarhumah Jamilah.

Entah apa yang terjadi kemudian, harta warisan Jamilah di Saudi tak bisa begitu saja didapatkan Burhan. Pada tahun 2013, atau tujuh tahun setelah permohonannya dikabulkan PA, Burhan meninggal dunia. Harta warisan Jamilah di Saudi masih tak bertuan.

Tahun 2016, datanglah Juwariyah ke PA yang sama. Ia mengajukan permohonan perwalian bagi anak semata wayang almarhumah Jamilah. Permohonannya dikabulkan. Disebutkan dalam penetapan, Jamilah punya anak laki-laki berusia 12 tahun yang selama ini dirawat Juwariyah. Berdasarkan bukti-bukti otentik dan saksi-saksi yang mendukung petitum Juwariyah, serta tidak ada keberatan dari pihak manapun, majelis hakim menetapkan Juwariyah sebagai wali bagi anak alm Jamilah.

Beberapa bulan kemudian, masih di tahun yang sama, Juwariyah datang lagi ke PA. Kali ini ia mengajukan permohonan penetapan ahli waris. Majelis hakim mengabulkan juga. Disebutkan dalam penetapan, harta warisan alm Jamilah jatuh ke tangan anaknya, yang saat ini dirawat Juwariyah.

Berbekal dua penetapan itu, Juwariyah menghubungi pihak KJRI di Jeddah. Ia meminta supaya dibantu mengurus dan mencairkan harta warisan alm Jamilah. Pihak KJRI oke-oke saja. Juwariyah bersama saudaranya, Katijah, kemudian memberikan surat kuasa kepada pihak KJRI untuk melakukan pelbagai perbuatan hukum atas nama dan untuk pihaknya, guna mendapatkan harta warisan alm Jamilah berupa gaji dan santunan di Saudi Arabia.

***

Di Mataram, pekan lalu, Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. membedah persoalan itu, dalam sebuah diskusi terfokus yang diprakarsai Kementerian Luar Negeri. Diskusi itu diikuti beberapa unsur yang terkait, dengan tema pokok problematika tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Hasbi Hasan dijatah tema prosedur dan kedudukan fatwa perwalian dan kewarisan di peradilan agama.

Memulai presentasinya, Hasbi Hasan menguraikan kewenangan absolut peradilan agama, sesuai Pasal 49 UU 3/2006, yang meliputi sembilan bidang. “Persoalan yang kita bahas ini termasuk bidang perkawinan dan waris,” ia mengatakan, sambil menegaskan bahwa bagi orang-orang Islam, tidak ada hak opsi untuk menyelesaikan persoalan waris, kecuali di peradilan agama.

Berikutnya, ia mengoreksi salah paham. Di ToR diskusi, ia diminta menjelaskan kedudukan fatwa peradilan agama dalam perkara waris dan perwalian. “Produk PA bukan fatwa, tapi putusan bila ada sengketa atau contentiois dan penetapan bila tidak ada sengketa atau voluntair. Dalam hal ini, penetapan perwalian dan penetapan ahli waris,” ia menegaskan.

Apa bedanya fatwa dan pentepan? Jelas, kata Hasbi Hasan, penetapan bersifat mengikat dan berdaya paksa, sementara fatwa tidak.

Hasbi Hasan lantas menjelaskan persamaan dan perbedaan perwalian dengan pengasuhan anak dan pengampuan dalam perspektif hukum Islam di Indonesia. Kesamaannya: ada orang yang bertindak sebagai wakil dan ada yang diwakili; dan peradilan agama punya kewenangan untuk memeriksa dan memutusnya. Perbedaannya: ketiganya memiliki karakteristik, dari segi subjek hukum, prosedur dan konsekwensi hukum.

Perwalian, pada prinsipnya, ialah hak yang diberikan kepada seseorang untuk merawat, mewakili dan menggunakan harta-benda seorang anak yang masih di bawah umur untuk kepentingan anak tersebut. Dalam konteks hukum Islam di Indonesia, perwalian diatur dalam UU 1/1974, KHI dan KHES. Namun ketiga dasar hukum itu tidak kompak dalam menetapkan batas usia anak di bawah umur: 18 tahun versi UU 1/1974 dan KHES, serta 21 tahun versi KHI.

Perwalian, sebagaimana diatur dalam dalam UU 1/1974 dan KHI, dapat terjadi melalui wasiat dari orang tua yang anaknya akan jadi muwalla (diwalikan) maupun tanpa melalui wasiat. Mereka yang dapat menjadi wali adalah kerabat atau orang lain yang disetujui. Hak perwalian seseorang dapat dicabut dan diberikan kepada orang lain oleh pengadilan, jika si wali nyata-nyata tidak lagi memenuhi kriteria yang ditetapkan peraturan perundang-undangan.

KHES mengatur perwalian lebih rinci. Secara spesifik, terdapat ketentuan di KHES, selain melalui wasiat, perwalian juga dapat terjadi melalui penetapan PA. Yang jadi wali pun tak cuma kerabat dan orang lain yang disetujui, tapi juga badan hukum.

Bagaimana dengan pengasuhan anak? Pada prinsipnya, hak mengasuh anak (hadhonah), adalah hak yang dimiliki suami atau istri, setelah mereka bercerai. Jika seorang anak belum berusia 12 tahun, pada dasarnya hak asuh diberikan kepada ibunya. Di atas 12 tahun, seorang anak dipersilakan memilih sendiri kepada siapa ia ingin diasuh. Peradilan agama punya kewengan di ranah ini, sesuai dengan UU Peradilan Agama, UU Perkawinan dan KHI.

“Pengampuan lain lagi. Ini terkait dengan kecakapan hukum seseorang. Baik masih di bawah umur maupun sudah dewasa, kalau seseorang tidak cakap hukum, misalnya memiliki masalah kesehatan fisik atau mental, ia dapat diampu oleh orang tuanya, kerabatnya, orang lain ataupun badan hukum,” Hasbi Hasan menjelaskan. Soal kecakapan hukum dan pengampuan ini diatur cukup detail dalam KHES.

Pembahasan kemudian bergeser ke soal prosedur mengajukan permohonan perwalian dan kewarisan di PA. Pemohon, dalam hal ini, harus punya legal standing. Setelah menyiapkan surat permohonan, ia datang ke PA untuk mendaftarkan perkaranya, dan membayar biaya perkara sesuai ketentuan. Karena tergolong perkara voluntair alias tidak ada sengketa, pemeriksaannya tidak memerlukan waktu lama, dibandingkan dengan perkara contentious atau perkara yang mengandung sengketa. Sekira tiga bulan sejak didaftarkan, permohonan ini dapat diketahui hasil akhirnya: dikabulkan, ditolak atau tidak dapat diterima.

Apakah permohonan perwalian dan penetapan waris dapat digabung atau harus dipisah?  Mau digabung atau dipisah, silakan.

Yang penting, ketika mengajukan permohonan perwalian, si pemohon harus dapat membuktikan bahwa ada wasiat dari orang tua si anak bahwa si pemohonlah yang diberi hak untuk menjadi wali bagi si anak. Kalau wasiat itu tidak ada, dalam hal orang tua si anak telah tiada, maka si pemohon harus dapat membuktikan bahwa orang tua si anak telah meninggal dunia dan si pemohon merupakan kerabat dari orang yang telah meninggal itu.

Sementara itu, jika si pemohon hendak sekaligus memohon supaya si anak yang jadi muwalla itu ditetapkan sebagai ahli waris tunggal dari mendiang orang tuanya, si pemohon harus dapat membuktikan bahwa tidak ada ahli waris lain dan objek yang menjadi warisan jelas.

Yang dapat memperkokoh petitum atau tuntutan si pemohon pada tahap pembuktian di antaranya adalah surat keterangan kematian orang tua si anak dan kartu keluarga, selain kesaksian beberapa orang, di hadapan majelis hakim PA.

“Majelis hakim yang menyidangkan permohonan ini harus betul-betul mencermati surat-surat dan saksi-saksi yang dihadirkan pemohon,” kata Hasbi Hasan. Meskipun berupa akta otentik, menurutnya, dokumen seperti Kartu Keluarga harus diteliti dan dijelaskan relevansinya dengan substansi permohonan. Sebab, bukan tidak mungkin, satu keluarga memiliki dua versi Kartu Keluarga.

Hal lain yang ia tekankan ialah pentingnya majelis hakim memahami butir-butir petitum si pemohon. “Kalau pemohon meminta hak perwalian dan pengasuhan sekaligus ingin jadi kurator, harus di-clear-kan, mana dari permohonan tersebut yang dikabulkan. Sebab, antara perwalian, pengasuhan dan pengampuan tidak bisa dicampuradukkan,” pejabat eselon II yang aslinya berstatus hakim itu mengingatkan.

Di ujung presentasinya, Hasbi Hasan menegaskan, apapun putusan atau penetapan PA, ia bersifat mengikat dan harus dilaksanakan. Dengan demikian, setelah memperoleh surat kuasa dari ahli waris, pihak Kemenlu—dalam hal ini diwakili Kedubes atau KJRI—dapat mengurus harta warisan TKI atau TKW yang meninggal di luar negeri

[hermansyah]

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice