Peserta terdiri dari Hakim Peradilan Tingkat Banding, Hakim Peradilan Tingkat Pertama dari empat lingkungan peradilan baik peradilan umum, agama dan tata usaha negara, militer termasuk ketua dan wakil ketua, panitera, panitera pengganti, kesekretariatan dan kepaniteraan.
Ketua MA, Dr. H. M. Hatta Ali, S.H, M.H., Ketika Melakukan Pembinaan, di dampingi Wakil Ketua Bidang Non Yudisial (kanan) dan Ketua Muda Pembinaan (kiri)
Hadir dalam acara tersebut Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar, Hakim Agung, Pejabat Eselon I, Pejabat Eselon II dilingkungan Mahkamah Agung R.I.
H. Andy Suryadarma Belo, SH. Ketua Pelaksana dari kegiatan pembinaan ini mengatakan bahwa kesempatan semacam ini adalah sangat langka yang mana dihadiri oleh seluruh pimpinan Mahkamah Agung. Warga Peradilan di Wilayah Kalimantan Timur merasa bersyukur dan berbahagia dapat bertatap muka, mendapatkan pembinaan langsung, dengan harapan mudah-mudahan kehadirannya dalam kegiatan ini membawa berkah pada kita semua, juga kami berharap dengan pembinaan ini dapat memberikan dampak positif agar lebih profesional dalam meningkatkan kinerja khususnya dalam pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.
Dr. Muhammmad Hatta Alli, SH.MH. Ketua Mahkamah Agung sebagai pembicara tunggal didampingi Wakil Ketua Non Yudisial dan Ketua Kamar Militer, Ketua Kamar Pembinaan, di depan Pejabat Eselon I & II, dan peserta pembinaan menyampaikan hal – hal yang berkaitan dengan pentingnya peran serta seluruh jajaran warga peradilan baik pusat atau daerah untuk selalu koordinasi dan selalu meningkatkan pelayanan khususnya kepada pencari keadilan.
Ketua Mahkamah Agung selalu menekankan akan pentingnya memahami Visi dan Misi yang harus dimengerti dijabarkan dan dilaksanakan oleh segenap jajaran warga peradilan, pembinaan-pembinaan dimaksud merupakan program kerja dari pimpinan Mahkamah Agung, paling tidak dilakukan sebulan sekali.
Visi “ Terwujudnya Badan Perdilan Indonesia Yang Agung “
Blue print 2010 – 2035 adalah telalu lama, saat ini kita harus cepat dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diamanatkan Undang Undang kepada kita semua, tidak ada dukungan dari kita semua hakim dan jajarannya mustahil hal ini dapat diwujudkan, kalau bisa cepat kenapa harus sampai tahun 2035.
Dalam Reformasi Birokrasi yang telah dilaksanakan di beberapa provinsi ditemukan beberapa hasil yang memuaskan ada yang kurang, dan ada yang tidak memuaskan. Masih diperlukan pembinaan, monitoring dan supervisi reformasi birokrasi secara terus menerus terutama untuk daerah-daerah terpencil, rata-rata belum memahami dan melaksanakan reformasi birokasi terutama untuk daerah-daerah terpencil.
Pengawasan yang telah dilakukan ada pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab, misalnya ada kegiatan yang harus dilaksanakan paling tidak sekali dalam sebulan, pada waktu dilakukan interviw menjawab benar, sebulan sekali mengadakan pembinaan, tetapi waktu diadakan pemeriksaan fisik tidak ada sama sekali bukti fisik seperti notulen, evaluasi laporan dan tindak lanjut, mohon dicatat dan ini sangat penting. Contoh simpel yang ditemukan belum hal-hal lain ungkap Ketua Mahkamah Agung .
Misi :
1. Menjaga kemandirian badan peradilan;
2. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan;
3. Meningkatkan kualitas kepemimpinan bidan peradilan;
4. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan ;
Misi-misi dimaksud diharapkan seluruh jajaran warga peradilan di seluruh Indonesia mengetahui, memahami, dan melakanakan seperti apa yang telah digariskan dalam tugas pokok dan fungsi peradilan, sehingga dapat mewujudkan Visi yaitu “ Terwujudnya Badan Perdilan Indonesia Yang Agung “
Menjaga kemandirian badan peradilan, asas perundang-undangan kita atau universal kemerdekaan hakim dijamin konstitusi, di dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman kemandirian hakim belum sepenuhnya jalan masih ada campur tangan kekuasaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012, membuat hakim sudah cukup kaya, gaji tinggi, dan posisi sudah diatas, setelah berlakunya Peraturan Pemerintah tersebut masih saja ditemukan tindakan seorang hakim yang terjadi di Bandung, ibarat nila setitik rusak susu se belangga.
Komisi Yudisial mempunyai kewenangan di dalam Undang Undang sebagai pengawas, apabila hakim melakukan pelanggaran kode etik sebagai pengawas eskternal, Mahkamah Agung selaku pengawas internal
Pasal 32 Undang Undang Tentang Mahkamah Agung, ada 5 ayat yang menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah pengawas tertinggi dari peradilan baik administrasi, finansial, juga tehnis,
Ayat 4 menyatakan bahwa Mahkamah Agung dapat memberikan keringanan terhadap hakim yang bersangkutan dalam menyidangkan perkara ( pengawasan internal). Memeriksa memutus perkara kalau ada kesalahan yang sangat mendasar, Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan hakim.
Wewenang Mahkamah Agung yang antara lain melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, masih banyak surat yang masuk ke meja pimpinan bahwa pelayanan aparat peradilan belum berjalan dengan baik.
Setelah melakukan kunjungan di beberapa daerah kita memperhatikan sudah apa belum pengadilan ada meja pengaduan, meja informasi dan disitu harus ada yang menjaga petugas piket, jika ada masyarakat bertanya tentang prosedur gugatan, masyarakat mau adukan seorang hakim yang ternyata hakim berpihak, hal inilah yang menjadi prioritas kita semua sebagai lembaga peradilan dalam Mewujudkan Badan Peradilan Yang Agung.
Tadi pagi pada peresmian 39 gedung peradilan di empat lingkungan peradilan diinstruksikan bahwa kita menerapkan one day publish, oleh Mahkamah Agung sendiri sudah diterapkan begitu diputus sebuah perkara dalam waktu 1x24 jam harus segera dimasukkan di dalam direktori putusan. Semua peralatan untuk memasukan putusan harus ada di setiap daerah.
Tidak ada alasan karena kurangnya sarana dan prasarana, anggaran. Semua putusan wajib dimasukkan, pencari keadilan tidak perlu bertanya dan datang ke pengadilan dimana perkaramya didaftar dan disidangkan tinggal membuka website Mahkamah Agung, jadi para pencari keadilan akan lebih mudah mendapatkan atau mengakses informasi pengadilan.
Kita harus action, kita sudah berbulat tekad bagaimana kita maju, oleh karena itu tolong bekerja dengan baik jangan neko-neko, bikin ulah yang menurunkan kredibilitas hakim. Dalam melayani masyarakat kita harus benar-benar jaga, bahkan ada pelayanan baik terhadap hakim sampai pelayanan teknis dirumah dilayani, hakim turun dari lantai dua ada yang tanya dilayani, ini tidak benar. Apabila kita dilihat salah satu pihak kita berbuat kesalahan pasti ada masalah, kesalahan-kesalahan tolong dihindari. Masyarakat kita ini mencintai hakim, semua institusi baik aparatur kesekretariatan dan kepaniteaan, juga hakim bisa berbuat kesalahan.
Masyarakat mencintai hakim, dikuatirkan bila masyarakat sudah apatis tidak peduli hakim. Untuk itu kredibilitas hakim benar-benar harus dijaga. Pencari keadilan mempercayai kita, sangat enak kita menjatuhkan putusan tidak ada kecurigaan kalau kita sering menyerempet masalah jantung sudah berdebar tetapi kalau kita tidak melakukan hal-hal yang seperti diatas tidak ada rasa takut dan rasa kuatir, apa aja bisa dilakukan.
Masalah Trasnparans, Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : 144 Tahun 2007, Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor : 1-144 Tahun 2011 silakan dibaca terutama oleh pimpinan, bagaimana kita melakukan transparansi, merumuskan itu tidak sebentar perlu pemahaman terlebih dahulu dan harus dibentuk kelompok kerja
Meningkatkan kualitas badan peradilan sangat penting. Pimpinan merupakam indikator badan peradilan seorang pimpinan harus memenuhi beberapa syarat, kemampuan teknis, kewibawaan, integritas dan berbakat sebagai pemimpin. Ada pimpinan hanya secara formal tetapi tidak punya bakat, karena golongan diangkat sebagai pimpinan. Nantinya banyak hambatan dan permasalahan, ada jiwa kepemimpinan berwibawa penguasan materi bagus, ditambah bersifat formal.
Para Pejabat Eselon I dan Para Peserta Tampak Serius Mengikuti Pembinaan Oleh Ketua MA
Oleh karea itu pimpinan Mahkamah Agung membuat kebijakan untuk menduduki jabatan Ketua Pengadilan Klas I a Khusus dengan melakukan fit and proper test kepeminpinan, integritas. Untuk menjadi Ketua Pengadilan Tinggi di Jakarta juga dilakukan fit proper test, dengan melihat putusan yang telah ditelorkan.
Ternyata kita mendapatkan fakta yang nyata, ditemukan hakim yang tidak memenuhi standar dan ada hakim ditingkat pertama tetapi mempunyai kemampuan ditingkat banding. Kita punya ambisi kalau punya kemampuan, bukan tidak punya kemampuan, ambisi yang positif harus dibangun, ambisi-ambisian ndak usah. Inilah semua dari keempat misi agar setiap membuat jawaban pada pimpinan yang berkunjung ke daerah harus memahami Visi dan Misi peradilan di Indonesia.
Berdasarkan surat-surat yang masuk di meja pimpinan Mahkamah Agung, setiap hari harus membaca surat masuk ada yang bersifat teknis, ada pelanggaan kode etik. Tetapi yang bersifat teknis karena tidak ada kemampuan seorang hakim.
Hakim menyelesaikan putusan sangat lambat, adalah melanggar dari ketentuan, ada juga hakim hampir setahun dalam menyelesaikan putusan baik tingkat pertama dan banding. Kita sudah diikat oleh aturan dalam waktu 6 bulan harus sudah diputus.
Melebihi 6 bulan harus melapor ke pengadilan tingkat banding setempat bagi hakim tingkat pertama, harus dijelaskan karena semata-mata proses beracara atau prosedur yang lambat atau kesalahan seorang hakim. Ada juga hakim menerima salah satu pihak berperkara, silahkan menerima tetapi kedua belah pihak sehingga transparan dan jangan ada yang ditutupi.
Penyampaian putusan juga harus berpedoman kepada aturan yang telah ditetapkan, jangan ada yang sampai terkesan diulur-ulur, lawan akan menyatakan upaya selanjutnya, jangan sampai melebihi tenggang waktu, panitera yang salah tidak atau terlambat menyampaikan putusan, sehingga pihak yang kalah tidak bisa menyatakan banding atau kasasi.
Harus saling mengingatkan sesama hakim atau segenap jajaran peradilan, kalau ada yang tergelincir sedikit tolong diingatkan. Harapan segenap jajaran pimpinan Mahkamah Agung agar segera terwujud administrasi proses perkara yang sederhana, cepat, tepat waktu, serta berbiaya ringan dan proporsional, tersedianya sarana dan prasarana dalam rangka mendukung lingkungan kerja yang aman, nyaman dan kondusif bagi penyelengaraan peradilan, tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dengan kreteria obyektif, berintegritas, dan profesional yang berorientasi pada pelayanan publik, adanya transparansi informasi putusan. Kalau itu semua dilakukan kita yakin dan pasti, tidak usah nunggu Tahun 2035.(Bambang S)