logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 9802

Pejabat BKN Membedah Seluk-Beluk SKP di Hadapan Para Pegawai Badilag

Bandung l Badilag.net

Tidak lama lagi, era baru penilaian terhadap kinerja PNS dimulai. Sejak Januari 2014, para abdi negara diwajibkan membuat Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Kewajiban itu merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 dan kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BKN Nomor  1 Tahun 2013.

“Dengan adanya SKP, penilaian terhadap kinerja PNS menjadi lebih objektif. Tidak seperti DP3 yang tergantung subjektifitas penilai atau selera atasannya,” ujar Kepala Bidang Pengelolaan Sistem Rekrutmen BKN Endar Setiawan, S.H., di Bandung, Rabu (23/10/2013).

Ia mengatakan itu ketika menjadi narasumber dalam kegiatan Peningkatan Keterampilan Pegawai yang diselenggarakan Bagian Kepegawaian Ditjen Badilag di Bandung selama tiga hari, 22-24 Oktober 2013. Kegiatan ini diikuti oleh 30-an pejabat dan pegawai di unit kerja Sekretariat Ditjen Badilag.

Endar Setiawan menjelaskan, SKP wajib disusun oleh semua pegawai dalam seluruh tingkatan, mulai dari pejabat eselon I hingga staf. “Acuannya adalah Rencana Kinerja Tahunan (RKT), lalu di-break down, mulai dari pejabat eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, hingga staf. Semakin ke bawah semakin teknis sifatnya,” tutur Endar.

Untuk bisa menyusun SKP, tandas Endar, setiap pegawai harus punya uraian tugas. Isi SKP mengacu kepada uraian tugas itu. “Tapi tidak semua uraian tugas harus dimasukkan ke dalam SKP. Tugas-tugas yang sifatnya manajerial tidak perlu dimasukkan ke dalam SKP,” ungkap Endar.

Tugas-tugas manajerial itu misalnya memimpin rapat, memotivasi bawahan, memantau kinerja bawahan, atau melakukan koordinasi dengan pegawai lain.

“Semua tugas yang dicantumkan dalam SKP harus bisa menghasilkan output yang riil,” Endar menegaskan.

Tugas-tugas seorang pegawai yang dimasukkan ke dalam SKP harus memenuhi setidaknya tiga aspek, yaitu aspek kuantitas, aspek kualitas dan aspek waktu. “Untuk aspek biaya, hanya pegawai yang merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang harus mengisinya,” Endar menjelaskan.

Aspek kuantitas, dalam SKP, diukur dengan seberapa banyak dokumen yang dihasilkan. Dokumen itu bisa berupa laporan kegiatan, naskah peraturan, surat atau data tertulis lainnya.

Aspek kualitas menunjukkan mutu dokumen yang dihasilkan. Semua pegawai diharuskan memasang target 100 sebagai ukuran kualitas tertinggi.

Aspek waktu menunjukkan berapa lama suatu pekerjaan dilakukan. Satuan pengukurannya adalah bulan. Jika suatu pekerjaan dilakukan setahun, maka di kolom waktu ditulis 12 bulan. “Tapi tidak semua pekerjaan harus dilakukan selama 12 bulan. Bisa saja dua atau tiga bulan,” ujarnya.

Aspek biaya, yang hanya wajib diuraikan oleh pegawai yang merangkap PPK, menunjukkan berapa banyak anggaran yang diperlukan untuk pengadaan barang/jasa.

Endar juga menegaskan bahwa tidak boleh ada duplikasi wewenang antarpegawai, meski objek yang dikerjakan pada dasarnya sama. Untuk memudahkan pemahaman, ia memberi contoh penyusunan laporan kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja eselon I.

“Staf, yang berada paling bawah, bertugas menginventarisir, lalu eselon IV menyiapkan bahan, eselon III menyusun, eselon II merumuskan, dan eselon I menetapkan,” kata Endar.

Dalam menyusun SKP, Endar mengingatkan, seorang pegawai tidak perlu mencantumkan tugas-tugas yang di luar kapasitasnya atau di luar kemampuannya. Misalnya, seorang staf di bagian tata usaha yang biasanya menghasilkan 100 surat dalam setahun tidak perlu memasang target 200 surat untuk ia kerjakan di tahun yang sedang berjalan. Target yang terlalu tinggi, tapi akhirnya tidak terealisasi, akan membuat penilaian prestasi kerja jadi rendah.

Sebaliknya, seorang pegawai hendaknya tidak memasang target yang terlalu rendah. Misalnya, dalam setahun biasanya seorang pegawai dapat membuat 100 surat, tapi ia hanya memasang target 50 surat  dalam SKP-nya. Di akhir tahun, ia terbukti berhasil membuat lebih dari 100 surat. Memang kelihatannya bagus karena jika dibandingkan, realisasi lebih tinggi dari target. Namun, dilihati dari segi perencanaan, hal itu menunjukkan perencanaan yang buruk.

Hindari like and dislike

Dalam kesempatan ini Endar tidak hanya menjelaskan SKP, sebagai salah satu unsur penilaian prestasi kerja. Ia juga menyinggung perilaku kerja pegawai yang meliputi enam aspek, yaitu orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama dan kepemimpinan.

“Komposisi penilaian prestasi kerja PNS adalah SKP 60 persen dan perilaku pegawai 40 persen,” Endar mengingatkan.

Seorang atasan menilai perilaku pegawai bawahannya dengan cara mengamati pegawai yang bersangkutan. Agar pengamatan ini lebih objektif, dan untuk menghindari kecenderungan like and dislike, Endar menyarankan agar seorang atasan mengkombinasikan perilaku kerja dengan nilai SKP.

“Misalnya, seorang pegawai berhasil merealisasikan tugasnya dengan baik. Mungkinkah dari segi komitmen dia dinilai buruk?” kata Endar.

Dengan model penilaian begini, Menurut Endar, tidak tertutup kemungkinan seorang bawahan memperoleh nilai yang lebih tinggi ketimbang atasannya.

“Kalau dulu kan ada semacam aturan tak tertulis bahwa nilai DP3 bawahan tidak boleh lebih tinggi dari nilai DP3 atasannya,” ujar Endar.

Selain membedah SKP dan perilaku kerja, mulai dari konsep, teknis penyusunan hingga rumus penilaian, Endar yang didampingi seorang rekannya dari BKN ini juga mereview draft SKP yang telah disusun oleh para peserta kegiatan ini.

Upaya untuk mereview draft SKP itu penting agar para pegawai yang mengikuti kegatan ini memiliki pemahaman yang sama, sehingga pemahaman yang sama itu nanti dapat ditularkan ke pegawai-pegawai yang berada di unit-unit kerja lainnya di Badilag.

Ketua panitia kegiatan ini, Hj. Komariah, S.H., M.H., berterima kasih kepada narasumber yang telah membagi pengetahuan dan pengalamannya dalam menyusun SKP. Kasubbag Mutasi pada Bagian Kepegawaian Badilag itu juga berterima kasih kepada para peserta yang telah mengikuti kegiatan ini dengan tekun, mulai dari pembukaan hingga penutupan.

(hermansyah)

.

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice