logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 17011

 

Dirjen Badilag Purwosusilo beserta istri dan seorang anaknya berfoto bersama tim penguji seusai dinyatakan lulus dengan yudisium sangat memuaskan. [Foto-foto: Iwan Kartiwan]

“Dengan mempertimbangkan nilai kuliah, nilai naskah disertasi dan nilai ujian promosi doktor, Saudara Purwosusilo dinyatakan lulus dengan yudisium sangat memuaskan,” kata Dr. H. Rakhmat Ceha, Ir., M.Eng, yang bertindak sebagai Ketua Sidang.

Wakil Rektor I Unisba itu didampingi oleh Ketua Tim Promotor Prof. Dr. H. Toto Tohir, S.H., M.H. dan anggota Tim Promotor Dr. H. M. Faiz Mufidi, S.H., M.H., serta empat oponen ahli yang terdiri dari Prof. Dr. H. Dey Ravena, S.H., M.H., Prof. Dr. Hj. Wiratni Ahmadi, S.H., Prof Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H., dan Dr. Hj. Neni Sri Imaniyati, S.H., M.H.  Di samping itu, ada pula Prof. H. Dikdik M. Sodik, S.H., M.H., Ph.D  yang menjadi representasi guru besar.

Pengadaan barang/jasa merupakan suatu keniscayaan agar roda pemerintahan dapat berjalan. Tiap tahun, sekitar 33 persen anggaran negara dipakai untuk pengadaan barang/jasa. Sayangnya, kerap terjadi penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa. Merujuk pada data yang dikeluarkan KPK, sekitar 70 persen korupsi di negeri ini terjadi di sektor pengadaan barang/jasa, padahal telah ada berbagai peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk di antaranya Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahan-perubahannya.

Itulah latar belakang mengapa Purwosusilo mengadakan penelitian hukum dengan pendekatan yuridis-normatif mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.

Mantan hakim tinggi pengawas pada Badan Pengawasan MA itu menemukan setidaknya enam masalah krusial yang menimbulkan ketidakberesan atau penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

Keenam masalah itu ialah masalah kelembagaan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah; masalah pengajuan dan penyelesaian sanggahan dan sanggahan banding; masalah jaminan sanggahan banding; kewajiban menambah uang jamninan pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80 persen nilai total HPS; pemutusan kontrak sepihak; dan tuntutan ganti rugi.

“Seluruh masalah itu menunjukkan tidak adanya proporsionalitas atau keseimbangan antara pemerintah selaku pengguna barang/jasa dan pelaku usaha sebagai penyedia barang/jasa,” ujar pejabat yang lahir di Pacitan, 29 september 1954, itu.

Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian, suami dari Dra. Kusnanik Puji Lestari itu membuat tiga kesimpulan. Pertama, kriteria asas proporsionalitas dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain: keseimbangan dalam memberi dan menerima informasi; keseimbangan dalam melakukan negosiasi; keseimbangan dalam meerima upah sesuai dengan beban tanggung jawab; keseimbangan dalam pemberian sanksi sesuai dengan beratnya kesalahan; dan keseimbangan dalam pemberian ganti rugi atau denda sesuai dengan kerugian yang diderita.

Kedua, Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya secara umum telah memenuhi asas proporsionalitas, namun beberapa bagian belum sesuai sehingga harus disempurnakan.

Ketiga, tata pemerintahan yang baik (good governance) akan terwujud, di antaranya melalui pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah yang memenuhi asas dan etika pengadaan serta didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas tinggi.

Berdasarkan tiga kesimpulan itu, Purwosusilo lantas menyampaikan tiga saran. Pertama, pemerintah melalui LKPP diharapkannya segera merevisi beberapa ketentuan dalam Perpres 54 Tahun 2010, sebagaimana telah diubah dengan Perpres 35 Tahun 2011 dan Perpres 70 Tahun 2012, agar celah atau kesempatan timbulnya tindakan korupsi dapat ditutup rapat sehingga kerugian keuangan negara tidak terjadi, sambil menunggu terwujudnya peraturan pengadaan barang/jasa berbentuk Undang-Undang.

Kedua, kebutuhan atas UU Pengadaan Nasional sudah sangat mendesak sebagai aturan hukum yang lebih komprehensif, yang mencakup pengaturan mulai dari penyusunan alokasi keuangan negara untuk pengadaan barang/jasa pemerintah pada badan legislatif sampai tahap pelaksanaan pengelolaan dan pertanggungjawabannya pada kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

“Oleh sebab itu, kepada badan legislatif dan pihak terkait diharapkan segera membahas dan mengundahngkan UU Pengadaan Nasional,” tandas ayah dari tiga anak itu.

Ketiga, seluruh pelaku pengadaan barang/jasa diharapkannya agar melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan agar terwujud pengadaan barang/jasa yang berkualitas dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.

Antara peradilan agama dan pengadaan barang/jasa

Dalam ujian terbuka yang berlangsung selama 1,5 jam itu, Purwosusilo berhasil menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tim penguji dengan tangkas.

Pertanyaan cukup menohok datang dari anggota Tim Promotor Dr. H. M. Faiz Mufidi, S.H., M.H. “Saudara promovendus ini dari peradilan agama, tapi tidak membahas masalah perkawinan, tapi malah membahas masalah pengadaan. Apa Saudara hendak jadi dosen?” ujarnya.

Mendapat pertanyaan itu, Purwosusilo mengakui bahwa tidak semua orang dapat memahami alasannya memilih pengadaan barang/jasa sebagai obyek penelitian, mengingat dirinya adalah hakim dan pejabat di lingkungan peradilan agama.

Ada tiga alasan yang dikemukakan alumnus IAIN Yogyakarta itu mengapa ia memilih tema pengadaan barang/jasa ketimbang tema lain yang selaras dengan kewenangan peradilan agama.

“Pertama, ada pesan moral supaya teman-teman lebih hati-hati dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa,” ujarnya.

Pejabat eselon I yang menempuh pendidikan S-3 di Unisba sejak tahun 2010 itu menjelaskan, tiap tahun Ditjen Badilag mengelola anggaran sekitar Rp 84 miliar. Sebagian anggaran itu untuk pengadaan barang/jasa. Jika tidak dilaksanakan dengan hati-hati, dikuatirkannya terjadi penyimpangan.

“Kedua, saya ingin di peradilan agama ada simfoni. Kalau butuh ahli perkawinan ada, filsafat ada, pengadaan ada, dan lain-lain,” ia menambahkan. Dengan begitu, aparat peradilan agama dapat berbagi pengetahuan dan keahlian yang berbeda-beda.

Alasannya yang ketiga, dan ini yang paling pokok, ialah bahwa pengadaan barang/jasa secara konvensional ternyata tidak dapat menyelesaikan masalah. Meskipun peraturan perundang-undangannya sudah beberapa kali direvisi, kebocoran anggaran akibat pengadaan barang/jasa masih terus terjadi.

“Dengan penelitian lanjutan, apa tidak mungkin pengadaan barang/jasa itu dilakukan dengan kontrak syariah?” tandas Purwosusilo.

Pertanyaan lain yang tidak kalah penting dilontarkan oleh Prof. H. Dikdik M. Sodik, S.H., M.H., Ph.D, selaku representasi guru besar Unisba. Ia mempertanyakan hal baru apa yang terkandung di dalam disertasi yang ditulis Purwosusilo selaku promovendus. “Apakah ada temuan baru? Ada kemajuan ilmu hukum atau tidak, dengan disertasi ini?” tuturnya.

Menjawab pertanyaan itu, Purwosusilo mengatakan, sejauh ini dirinya belum menemukan apa kriteria asas proporsionalitas, padahal asas tersebut disinggung di sejumlah peraturan perundang-undangan.

“Orang hanya bilang perlu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Tetapi seperti apa itu? Nah, saya jabarkan di sini. Barangkali, inilah temuan baru disertasi saya,” kata Purwosusilo.

Teteskan air mata

Ratusan pasang mata jadi saksi keberhasilan Dirjen Badilag Purwosusilo meraih gelar doktor ilmu hukum dari Unisba. Para ‘supporter’ itu berasal dari berbagai daerah di nusantara.

Ketua Kamar Peradilan Agama Dr. H. Andi Syamsu Alam, S.H., hadir bersama tiga hakim agung dari Kamar Agama, yaitu Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum., Dr. H. Hamdan, S.H., M.H., dan Dr. H. Habiburrahman, M. Hum.

Sekretaris MA Nurhadi, S.H., M.H. juga datang bersama Dirjen Badimiltun, Kepala BUA, Kepala Balitbangdiklatkumdill dan Kepala Badan Pengawasan MA.

Ada pula Ketua PTA Jakarta, Ketua PTA Bandung, Ketua PTA Semarang, Ketua PTA Yogyakarta, Ketua PTA Padang, Wakil Ketua PTA Surabaya dan sejumlah pimpinan PA. Para hakim, pejabat kepaniteraan dan pejabat kesekretariatan dari berbagai PTA dan PA juga hadir. Mereka berbaur bersama para pejabat eselon II, III dan IV Badilag.

Purwosusilo mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberhasilan dirinya meraih gelar doktor ilmu hukum, termasuk anggota keluarga dan istri tercinta.

Secara khusus, Purwosusilo berterima kasih kepada Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Dr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum yang meskipun berhalangan hadir namun selalu memberi semangat agar ia dapat menyelesaikan kuliah S-3 ini.  Ia juga sangat berterima kasih kepada Ketua Kamar Peradilan Agama yang selalu menggelorakan program doktorisasi di lingkungan peradilan agama.

Purwosusilo sempat meneteskan air mata ketika menyebut kedua orang tua yang telah tutup usia. “Semoga ini menjadi amal sholeh buat kedua orang tua kami,” tuturnya.

[hermansyah]

Berita terkait:

Badilag Punya Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Baru

Purwosusilo Jadi Dirjen Badilag

Tidak Lagi Rangkap Jabatan, Purwosusilo Lega

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice