Majalah Peradilan Agama Edisi 8, Surplus Gagasan dan Meruah Inspirasi

Jakarta | Badilag.net
Majalah Peradilan Agama edisi kedelapan sudah terbit. Sebagaimana edisi-edisi sebelumnya, Majalah yang agak mirip jurnal ini sarat dengan informasi dan inspirasi yang dikemas dalam bahasa yang mudah dicerna. Berikut review atas Majalah tersebut yang ditulis oleh seorang kolumnis handal, Achmad Fauzi yang juga hakim Pengadilan Agama Tarakan, Kalimantan Utara:
Review Majalah Edisi 8
Tidak perlu mengguncang negeri ini dengan ledakan bom jika pemikiran yang memuat gagasan besar justru lebih dahsyat guncangannya dalam mengubah dunia. Kira-kira inilah kalimat pembuka untuk melukiskan betapa kerja akal memiliki dampak besar bagi perubahan sehingga harus dirawat dan lestarikan. Kerja akal juga menjadi bagian dari ikhtiar untuk melawan lupa.
Majalah Peradilan Agama Edisi 8 kembali hadir di hadapan pembaca dengan nutrisi gagasan yang semakin kaya. Meski negeri ini sejenak mengalami turbulensi akibat gempuran kelompok teroris yang menebar ketakutan dan perasaan trauma, mudah-mudahan kehadiran majalah ini mampu membangkitkan kerja akal sebagai salah satu ciri dari peradaban masyarakat ilmiah.
Majalah Peradilan Agama edisi kali ini mengusung isu besar tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Ditilik dari sejarah penyusunannya, instrumen yang dijadikan sebagai hukum materiil hakim peradilan agama dalam mengadili sengketa ekonomi syariah, ini mengalami jalan berliku dan perjuangan yang berat. Beberapa pakar dilibatkan dalam proses perumusan dan kajian komparatif dengan negara lain juga dilakukan. Sehingga kalau dilihat dari usaha keras perumusannya dapat dikatakan bahwa KHES layak menjadi salah satu master piece-nya peradilan agama. Karena itu, tim redaktur sepakat memberi judul majalah ini: “Memperkuat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah”.
Seperti biasa dan telah menjadi karakteristik Majalah Peradilan Agama bahwa dari sekian sajian rubrik, laporan utama selalu dijadikan menu primadona dengan kajian yang kritis dan mendalam. Ada empat bagian laporan utama yang diulas secara mendalam pada majalah edisi kali ini. Bagian pertama mengulas liku juang perumusan KHES. Bagian kedua membedah materi KHES. Bagian ketiga terkait penerapan KHES dalam putusan hakim. Sedangkan bagian keempat menekankan pada upaya penguatan kedudukan KHES.
Liku juang perumusan
Satu hal yang mesti diketahui bahwa penyusunan KHES bukan kerja biasa. Ia telah menguras begitu banyak energi, pikiran, dana dan waktu bagi tim perumusnya hingga berhasil disahkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai PERMA. Legitimasi formal keberadaan KHES tentu bukan perkara mudah. Karenanya, seperti yang dipaparkan dalam laporan utama, pemerhati hukum ekonomi syariah merespons positif lahirnya KHES atas beberapa alasan. Pertama, kehadiran KHES dipandang sebagai kelanjutan proses positivasi hukum Islam dalam sistem Indonesia. Kedua, kehadiran KHES yang ditujukan sebagai pegangan bagi hakim peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah memberikan harapan semakin mengecilnya ruang disparitas putusan pengadilan.
Singkatnya, lahirnya KHES berarti mempositifkan dan mengunifikasikan hukum ekonomi syariah di Indonesia. Seandainya KHES tidak disusun maka hakim pengadilan agama memutus perkara ekonomi syariah akan merujuk kepada kitab-kitab fikih yang tersebar dalam berbagai mazhab yang bisa dipastikan putusannya akan terjadi disparitas antara hakim yang satu dengan hakim yang lain.
Membedah materi KHES
Dari sisi substansi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berisi 790 pasal yang diserap dari berbagai sumber. Dua dari sekian sumber yang banyak dijadikan rujukan dalam KHES adalah Majallah al-Ahkam al-Adliyah dan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Beberapa yang diserap dari fatwa DSN-MUI antara lain tentang kontrak kerjasama, sewa menyewa, wakalah, penjaminan, pemindahan hutang, dan asuransi.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang dilegitimasi penggunaannya melalui Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2008 secara substansi dan struktur dibagi menjadi empat buku, yaitu Buku I sampai Buku IV. Buku I membahas mengenai Subjek Hukum dan Amwal yang terdiri dari 3 bab dan 19 pasal. Buku II membahas tentang Akad yang terdiri dari 29 bab dan 648 pasal. Buku III tentang Zakat dan Hibah terdiri dari 4 bab dan 60 pasal. Bagian penutup yaitu Buku IV tentang Akuntansi Syariah terdiri 7 bab dan 63 pasal.
KHES dalam putusan
Laporan utama ini sejatinya mengukur efektivitas pemberlakuan KHES di lingkungan hakim peradilan agama. Karena itu, rumusan masalahnya adalah seberapa masif hakim peradilan agama menggunakan KHES sebagai hukum materiil dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Berdasarkan penelusuran redaksi Majalah Peradilan Agama dari sembilan putusan yang dijadikan sampel, tujuh di antaranya merujuk kepada KHES. Bab-bab yang dirujuk adalah ihwal akad dan ingkar janji. Hal ini karena sebagian besar sengketa ekonomi syariah disebabkan oleh wanprestasi atau ingkar janji.
Sedangkan dua putusan lainnya yang diteliti meski dijatuhkan setelah berlakunya KHES namun merujuknya kepada sumber hukum lain. Ke depan seyogiyanya hakim tetap merujuk kepada KHES, kemudian melengkapinya dengan ketentuan hukum yang lebih spesifik yang dapat ditemukan dalam sumber hukum lain, seperti Peraturan BI atau Peraturan OJK. Lantas bagaimana dengan kedudukan fatwa DSN-MUI?
Berdasarkan Pasal 26 UU No. 21 Tahun 2008, agar menjadi hukum positif yang memiliki kekuatan hukum mengikat, fatwa DSN-MUI harus dituangkan ke dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia dan dalam perkembangannya dituangkan dalam Peraturan OJK. Karena itu, kalaupun merujuk kepada fatwa sebisa mungkin dilengkapi dengan Peraturan BI atau Peraturan OJK. Namun, dalam hal fatwa belum dituangkan dalam Peraturan BI atau Peraturan OJK, maka fatwa tersebut harus diambil alih sebagai pendapat majelis hakim di dalam pertimbangan putusan, sehingga memiliki kekuatan hukum mengikat bagi pihak yang berperkara.
Penguatan kedudukan KHES
Dari sekian rangkaian laporan utama yang telah diulas di atas, pada bagian ini redaksi memiliki sikap agar kedudukan KHES semakin diperkuat kendatipun hanya digunakan oleh hakim peradilan agama. Keberadaannya bersifat saling melengkapi dengan peraturan lain dan jika ada persoalan yang tidak ditemukan ketentuannya dalam KHES dapat disempurnakan melalui putusan hakim. Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.Ip., M.Hum. dalam wawancaranya dengan redaktur Majalah Peradilan Agama menyatakan bahwa pasal-pasal dalam KHES itu benda mati dan tugas hakim memberikan nyawa dalam putusannya dengan melakukan tafsir baru yang lebih kontekstual. Karena itu, tidak terlalu penting mendorong revisi karena yang mendesak untuk segera diterbitkan adalah Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah (KHAES).
Perbincangan ihwal KHES dengan segala dinamikanya di majalah ini tampaknya disajikan secara menarik sehingga memagnet pembaca untuk menyimak lebih dalam. Salah satu upaya agar kajiannya lebih kaya akan persektif adalah dengan meminta pendapat para pakar sebagai second opinion. Beberapa di antaranya K.H. Ma’ruf Amin, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, dan Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, SE., MH., M.Ag., anggota BPH DSN-MUI. Bahkan pada kolom opini secara khusus mengupas tentang KHES dengan judul yang provokatif: KHES, Apakah Harus Direvisi? Artikel ini ditulis oleh Wirdyaningsih, SH., .MH., Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Secara garis besar tokoh-tokoh tersebut merespons positif keberadaan KHES karena sangat bermanfaat bagi penyelesaian sengketa ekonomi syariah di pengadilan agama, meskipun ada beberapa yang perlu penyesuaian.
Rubrik fenomenal
Seperti matahari ilmu yang tak pernah senja, setiap rubrik pada Majalah Peradilan Agama selalu memiliki pancaran pengetahuan yang mubazir jika tidak dibaca. Salah satu yang selalu dinanti-natikan oleh segenap pembaca adalah rubrik fenomenal yang memuat putusan judex facti dan judex juris. Redaksi melakukan pemilihan putusan yang dianggap menarik dan unik untuk dipublikasi dengan beberapa kriteria yang ditentukan hingga akhirnya sepakat mengangkat putusan Pengadilan Agama Muara Enim Nomor 0945/Pdt.G/2014/PA.ME tertanggal 26 Februari 2015 mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah dalam pembiayaan murabahah. Sedangkan pada putusan judex juris memilih putusan sengketa wakaf dari putusan Pengadilan Agama Tarakan No. 80/Pdt.G/2010/PA.Trk tanggal 8 Nopember 2010.
Respons pembaca terhadap rubrik fenomenal tampaknya dari setiap edisi selalu ramai dan dinamis. Buktinya, berdasarkan pantauan redaksi, diskusi itu berlanjut di sosial media dengan segala argumentasi ilmiahnya. Hal ini menjadi tradisi yang baik untuk dilestarikan agar kita selalu belajar dan memahami persoalan dari perspektif orang lain dan tidak terjebak pada kejumudan.
Selain itu tidak sempurna cita rasa majalah ini jika hanya menyajikan putusan hakim peradilan agama di Indonesia. Karena itu, sebagai bahan studi komparasi juga dimuat putusan mancanegara tentang hukum keluarga yang merepresentasikan peradilan Barat dan Islam. Sebagai representasi peradilan Islam redaksi mengangkat tentang Penerapan Hukum Keluarga Muslim di Negara Islam Malaysia. Sedangkan untuk mewakili Barat redaksi mengangkat Seluk Beluk Hukum Keluarga di Belanda. Menarik untuk dibaca, bukan?
Pemberlakuan hukum keluarga Islam di setiap negara memang berbeda-beda. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LL.M., M.A. (Hons), Ph.D, Rais Syuriah NU Australia-Selandia Baru dan Dosen Senior di Faculty of Law, Monash University, dalam Rubrik Insight menyatakan bahwa penerapan hukum keluarga dalam hukum Islam di Indonesia sangat progresif dibandingkan sejumlah negara Muslim lainnya. Dalam kasus hak talak, misalnya, di Australia terjadi problem karena para syekh menganggap hak talak itu mutlak di tangan suami. Ketika pihak isteri mengajukan gugatan cerai dan dikabulkan oleh pengadilan, namun karena suami tidak mau menceraikan secara Islam, maka di mata komunitas syeikh, mereka masih terikat sebagai suami isteri.
Anotasi putusan juga tak kalah menarik untuk dibaca. Edisi kali ini yang dianotasi adalah Putusan PA Jakarta Selatan No. 1514/Pdt.G/2007/PA.JS; Putusan PTA Jakarta No. 135/Pdt.G/2008/PTA.Jk ; Putusan Mahkamah Agung No. 282K/AG/2009; Putusan Mahkamah Agung No. 12PK/AG/2012. Penulisnya adalah Hj. Neng Djubaedah, S.H., M.H., Ph.D., Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Melimpah inspirasi
Jika diperas dalam satu kendi makna, Majalah Peradilan Agama setiap edisi sepertinya hendak “mengawinkan” dua elemen penting dalam satu “pelaminan”. Satu sisi mengusung gagasan besar dan pada sisi yang lain tak lupa menyajikan pesan-pesan inspiratif yang berasal dari tokoh kaliber nasional.
Memantik seseorang untuk menemukan inspirasi dan berkarya tentu tidak mudah, makanya perlu membaca kisah-kisah tokoh inspiratif. Edisi kali ini Dr. H. Purwosusilo, SH., MH. ketiban sampur untuk berbagi kisahnya kepada pembaca, sebagai seorang hakim agung yang memiliki latarbelakang tukang ringkas buku. Hidupnya yang prihatin, sikapnya yang ramah, hobi baca buku dan nonton bioskop mengantarkan karirnya ke puncak tertinggi sebagai hakim agung. Tentu hal ini melewati etape yang berliku dan kerja keras serta doa dari banyak pihak. Termasuk dari ibunya yang sangat dihormati karena telah melahirkannya. Kisah hidup Pak Purwo, sapaan akrabnya, tentu menginspirasi kita untuk bekerja keras dan berdoa agar ikhtiar kita diberkahi.
Sosok inspiratif lainnya adalah pakar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta Prof. Dr. Mahfud MD. Ia dikenal sebagai pakar hukum yang pengalaman karirnya malang melintang di berbagai lembaga tinggi negara, mulai dari lembaga legislatif, eksekutif hingga yudikatif. Namun lautan ilmu yang dimiliki, pengalaman karir yang meruah, tidak membuatnya jumawa. Ia tetap memperlihatkan sosok santri yang religius dan tidak pelit berbagi ilmu. Untuk melukiskan profil Mahfud MD, redaksi memberi umbul rubrik sosok dengan judul: Mahfud MD, Sosok Santri Penyangga Trias Politika.
Pojok Dirjen juga menjadi kolom pemompa semangat aparatur peradilan agama. Edisi kali ini Pak Dirjen mengingatkan bahwa menyelesaikan pekerjaan tepat mampu dengan didukung sarana yang memamadai adalah hal biasa. Tetapi, dengan fasilitas serba terbatas kemudian bisa bekerja secara maksimal itu luar biasa. Itulah spirit yang dibutuhkan oleh para juara.
Di samping rubrik yang berisi gagasan dan inspirasi, Majalah Peradilan Agama juga menyajikan program-program prioritas Mahkamah Agung maupun Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. Data-data sumber daya manusia (SDM), manajemen SDM, rubrik jinayah, ekonomi syariah, termasuk kebijakan terbaru pemisahan panitera dengan sekretaris juga diulas di majalah edisi 8.
Lomba inovasi pelayanan publik peradilan 2015 menjadi trending topic yang tak luput dari liputan majalah edisi 8. Kompetisi ini diselenggarakan dalam momentum HUT MARI ke-70. Penilaian substansi ketika itu dilakukan terhadap 338 berkas inovasi dari 185 pengadilan yang telah lolos dalam verifikasi berkas. Rinciannya, 131 inovasi dari 73 pengadilan negeri, 185 inovasi dari 97 pengadilan agama, 4 inovasi dari 4 pengadilan militer dan 18 inovasi dari 11 pengadilan tata usaha negara.
Berdasarkan penilaian dan presentasi di hadapan juri, produk inovasi berupa Audio to Text Recording (ATR) dari Pengadilan Agama Kabupaten Malang sukses menjadi juara I sekaligus juara favorit Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Peradilan 2015. Di bawah ATR dari PA Kab Malang, inovasi e-SKUM dari Pengadilan Negeri Pekanbaru jadi juara II, disusul juara III Pengadilan Agama Tanggamus dengan produk inovasi berupa Tanggamus Mobile Court (TMC).
Raihan prestasi membanggakan tersebut semkin menunjukkan bahwa geliat inovasi pelayanan publik di peradilan agama sangat tinggi dan kompetitif. Supaya gairah inovasinya menular ke satker pengadilan agama yang lain, maka redaksi memutuskan mengangkat profil dan jenis inovasi dari para jawara tersebut dalam rubrik PA Inspiratif.
Tidak eksklusif
Majalah Peradilan Agama sejak awal telah mengikrarkan diri bukan sebagai majalah eksklusif. Sebagai pengejawantahannya redaksi selalu membuka wadah dialog dengan pembaca dan menyediakan ruang ekspresi berbagi pengalaman. Ada Rubrik Suara Pembaca yang menampung kritik maupun saran, Rubrik Kilas Peristiwa yang menampilkan berita-berita daerah yang tayang di badilag.net, maupun Rubrik Kisah Nyata yang kali ini mengangkat kisah perjuangan Drs. H. Endang Ali Ma'sum, S.H., M.H.(Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung) yang harus jadi “buronan” ketika menjalankan tugas sebagai hakim.
Tak ketinggalan pula Rubrik Resensi. Rubrik ini mengundang segenap pembaca agar proaktif mengisi kolom resensi. Kolom ini memberikan ruang seluas-luasnya bagi penulis untuk meresensi buku-buku yang berkaitan dengan hukum Islam dan kewenangan peradilan agama. Edisi kali ini buku yang diresensi karya Dr. H.A. Mukti Arto, SH., M. Hum. Hakim Agung MA RI. Peresensinya adalah srikandi Pegadilan Agama Kabupaten Malang, Hermin Sriwulan, S.HI., SH., M.H.
Tidak ada yang sia-sia dalam urusan membaca dan menulis. Sebab, seperti kata Sayyidina Ali, ilmu itu seperti binatang buruan. Agar tidak hilang ditelan waktu ia harus diikat dengan menulisnya sehingga bisa dinikmati oleh generasi mendatang. Verba volant scripta manent: ucapan lekas hilang sedangkan tulisan terus terpatri. Semoga terbitnya Majalah Peradilan Agama menjadi bagian dari upaya merawat ilmu.[]