Dr. Emese von Bone (kedua dari kiri) bersama Dirjen Badilag dan Direktur Pembinaan Administrasi Badilag.
“Kami sampai di Jakarta kemarin. Mahasiswa kami ini tengah melakukan studi banding ke beberapa institusi di Jakarta. Kami tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh adat dan Islam terhadap sistem hukum yang ada di Indonesia,” kata Dr. Emese.
Dirjen Badilag menjelaskan tentang keunikan sistem hukum di Indonesia yang berbeda dengan kerajaan Belanda.
“Ada empat lingkungan peradilan di Indonesia yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara dan peradilan militer. Keberadaan peradilan agama inilah yang unik. Saya yakin di Belanda tidak peradilan semacam itu,” jelas Purwosusilo.
Usai berbagi informasi tentang sistem peradilan, rombongan diajak melihat galery peradilan agama yang berada di lantai 6 gedung sekretariat Mahkamah Agung RI.
Didampingi oleh Achmad Cholil selaku penerjemah, Purwosusilo menerangkan bahwa keberadaan peradilan agama telah ada sejak tahun 1882. Pada tahun itu, peradilan agama diakui secara resmi oleh pemerintah Belanda yang ada di Indonesia kala itu.
“Sebenarnya cikal bakal peradilan agama bahkan telah ada sejak abad ke tujuh ketika Islam masuk ke Indonesia,” Purwosusilo menjelaskan.
Dr. Emese tampak sangat tertarik dengan ulasan Purwosusilo. Ia lalu mengambil gambar copian Staatsblad 1882 berbahasa Belanda yang dipajang di galeri itu.
Dr. Emese yang bekerja sebagai asisten professor di bidang sejarah hukum mengatakan bahwa ia saat ini tengah mendalami hukum keluarga.
Kagum dengan Laboratorium SIADPA PLUS
Rombongan mahasiswa juga sempat melihat laboratorium SIADPA PLUS yang berada di lantai 7.
Tohir menjelaskan peran penting aplikasi SIADPA PLUS untuk mempercepat penyelesaian perkara di Pengadilan Agama.
“Pada tahun lalu, Pengadilan Agama di seluruh Indonesia menerima lebih dari 400 ribu perkara. Tanpa aplikasi SIADPA PLUS, perkara sebanyak itu tentu berat untuk diselesaikan tepat waktu,” ujar Tohir.
“Bahkan pada Pengadilan Agama tertentu, ada 7000 perkara yang diterima setiap tahunnya,” tambah Dr. Hasbi Hasan.
“Sejak kapan penggunaan aplikasi tersebut?” tanya salah seorang mahasiswa.
“Kami mulai merintis penggunaan aplikasi tersebut sejak tahun 2005,” jelas Tohir.
Di akhir kunjungan, Dr. Emese mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat Dirjen Badilag beserta jajarannya.
“Saya harap Bapak bisa berkunjunga ke negara kami suatu waktu,” ujarnya.
(Rahmat Arijaya)