logo web

Dipublikasikan oleh Hermansyah pada on . Dilihat: 11372

Lima Peristiwa Penting di Akhir Agustus 2013 Mengenai Peradilan Agama dan Ekonomi Syariah

Jakarta l Badilag.net

Ada lima peristiwa penting mengenai kompetensi peradilan agama di bidang ekonomi syariah yang terjadi di ujung Agustus 2013. Kelima peristiwa penting itu sebagian telah terekspose, namun sebagian lainnya belum.

Sebagaimana diketahui, kompetensi peradilan agama di bidang ekonomi syariah diatur secara eksplisit di Pasal 49 huruf (i) UU 3/2006 tentang Perubahan UU 7/1989 tentang Peradilan Agama. Disebutkan di bagian penjelasan, yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah, dan bisnis syariah.

Lantas, apa saja lima peristiwa penting mengenai komptensi peradilan agama di bidang ekonomi syariah yang terjadi di ujung Agustus 2013? Ini dia rinciannya:

 

Putusan MK Memperteguh Kompetensi Peradilan Agama

Kamis (29/8/2013), majelis hakim Mahkamah Konstitusi mengucapkan putusan yang bersejarah buat peradilan agama. Putusan terhadap perkara  Nomor 93/PUU-X/2012 itu sejatinya diputuskan dalam permusyawaratan hakim MK yang terdiri dari sembilan hakim konstitusi pada Kamis (28/3/2013).

Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan Ir. H. Dadang Achmad, Direktur CV Benua Engineering Consultant, selaku pemohon. MK menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam salah satu pertimbangannya, MK menyatakan bahwa adanya pilihan penyelesaian sengketa (choice of forum) untuk menyelesaikan sengketa dalam perbankan syariah sebagaimana tersebut dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU 21/2008 pada akhirnya akan menyebabkan adanya tumpang tindih kewenangan untuk mengadili oleh karena ada dua peradilan yang diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, sedangkan dalam UU 3/2006 secara tegas dinyatakan bahwa peradilan agama diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah.

Dengan lahirnya putusan ini, maka satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan syariah ialah pengadilan di lingkungan peradilan agama. Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan di luar lembaga peradilan seperti musyawarah, mediasi dan lembaga arbitrase, asalkan disepakati dalam akad oleh para pihak.

 

PN Jakarta Pusat Mempertegas Kewenangan Peradilan Agama

Putusan yang dibuat majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Nawawi Pamolango, Rabu (28/8/2013) terhitung fenomenal. Putusan ini menyatakan bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan yang diajukan oleh Butet Kartaredjasa terhadap BRI Syariah dan BI.

Majelis hakim menerima eksepsi BI yang menyatakan bahwa yang berwenang menangani sengketa mengenai gadai syariah ialah pengadilan di lingkungan peradilan agama. Majelis hakim akhirnya memutuskan perkara ini tidak dapat diterima (niet ontvankelijk).

Sebagaimana diwartakan hukumonline.com, dalam eksepsinya, BI mengacu kepada ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah.

Butet menggugat BRI Syariah dan BI karena merasa dirugikan oleh BRI Syariah. BRI Syariah menjanjikan gadai syariah emas ini dijamin aman dan menguntungkan. Setelah mendengar tawaran program dan janji-janji, seniman asal Yogyakarta itu tertarik berinvestasi emas di BRI Syariah dan mengikatkan dirinya dengan akad qardh dan ijarah.

Hubungan bisnis Butet dengan BRI Syariah merenggang, setelah Butet dan rekannya dikejutkan dengan penolakan BRI Syariah untuk memperpanjang akad qardh dan ijarah. BRI Syariah tidak mau memperpanjang pengikatan tersebut dan memaksa Butet menjual emas yang telah dijaminkan. Alasan BRI Syariah adalah adanya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/7/DpbS tentang Pengawasan Produk Qardh Beragun Emas di Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

Butet juga menuding BRI Syariah menggadaikan emasnya secara sepihak dan tidak melalui lelang sebagaimana yang diatur dalam sertifikat gadai syariah. Tindakan tersebut menurut Butet telah melanggar UU Perbankan Syariah.

100 Hakim Peradilan Agama Mengikuti Diklat Ekonomi Syariah

Akhir Agustus 2013 juga menjadi momen istimewa bagi para hakim dari lingkungan peradilan agama yang terpilih menjadi peserta pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah.

Diklat ini diselenggarakan Balitbangdiklat MA di Gedung Pusdiklat MA di Megamendung, Bogor, sejak 26 Agustus hingga 6 September 2013.

Sebagaimana disampaikan oleh salah seorang peserta diklat, Ahsan Dawi Mansur, diklat ini diikuti oleh 100 orang yang terdiri dari hakim tingkat banding dan tingkat pertama yang dipilih dengan kualifikasi tertentu.

Para narasumber dalam pelatihan ini terdiri dari hakim agung, hakim tinggi/hakim yustisial, pejabat BI dan akademisi.

Materi diklat adalah pasar modal syariah, alternative dispute resolution (ADR), aspek hukum dana pensiun lembaga keuangan syariah, hukum pegadaian syariah, hukum wakaf, hukum zakat, hukum kontrak, BMT dan BPRS, penyelesaian sengketa ekonomi syariah, produk-produk ekonomi syariah, aspek hukum perbankan syariah, KHES, hukum bisnis syariah, hukum asuransi dan reasuransi syariah.

Metode diklat adalah interaktif-partisipatoris. Komposisinya, 25 persen teori dan 75 persen praktik. Satu materi rata-rata disampaikan selama 4 jam pelajaran. Satu jam pelajaran sama dengan 45 menit. Dengan demikian, 1 jam pelajaran berisi paparan narasumber dan 3 jam berisi tanya-jawab atau diskusi.

“Peserta disatukan dalam kelas besar dan dipecah menjadi beberapa kelompok diskusi, yaitu kelas A, B, dan C,” kata Ahsan Dawi.

Para peserta diklat yang dinyatakan lulus akan menerima sertifikat. Kelulusan itu didasarkan pada hasil penilaian yang meliputi penilaian perilaku dan penilaian akademis. Kegiatan dalam kelompok, pembuatan tugas dan evaluasi juga dipertimbangkan dalam penilaian.

 

Mengkaji Politik Hukum di Bidang Ekonomi Syariah, Jadi Doktor

Jumat (30/8/2013), Ketua PTA Bandarlampung resmi menyandang gelar Doktor setelah dinyatakan lulus dalam ujian terbuka promosi doktor di Universitas Padjadjaran Bandung.

Dalam ujian terbuka itu ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Hukum Islam di Indonesia: Studi Hukum Ekonomi Syariah dalam Politik Hukum Nasional”. Ia dinyatakan lulus dengan predikat ‘Sangat Memuaskan’.

Produk hukum mengenai ekonomi syariah yang dijadikan sasaran penelitian oleh mantan Direktur Pranata dan Tatalaksana Perkara Perdata Agama Ditjen Badilag itu dalam disertasinya adalah UU 7/1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah menjadi UU 10/1998, UU 3/2006 tentang perubahan UU 7/1989 tentang Peradilan Agama, dan UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah.

Ada tiga kesimpulan yang dihasilkan Ketua PTA yang lahir di Pekalongan pada 21 Januari 1950 itu dalam disertasinya. Pertama, kebijakan politik hukum negara dalam tranformasi hukum Islam di Indonesia memperlihatkan model yang berbeda-beda dari masa ke masa sesuai dengan karakteristik bidang-bidang hukum Islam, sikap atau kehendak politik pemerintah terhadap bidang-bidang hukum Islam tersebut dan konfigurasi politik serta dinamika pergeseran pusat-pusat kekuasaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Kedua, model dan karakteristik kebijakan politik hukum negara dalam bidang hukum ekonomi syariah pada masa Orde Baru bersifat akomodatif-pragmatis-simbolis-rasional. Sedangkan model dan karakteristik kebijakan politik hukum negara dalam bidang ekonomi syariah pada masa Reformasi bersifat akomodatif-responsif-partisipatif-objektif.

Ketiga, produk hukum ekonomi syariah pada masa Orde Baru bersifat responsif-politis/populistik-pragmatis. Sedangkan produk hukum ekonomi syariah pada masa Reformasi bersifat responsif/populistik.

 

Terbitnya Data Mengenai Sengketa Ekonomi Syariah di Peradilan Agama 2007-2012

Selama ini data mengenai jumlah perkara ekonomi syariah yang masuk dan diputus oleh peradilan agama sejak 2006 hingga kini dapat dikatakan masih simpang-siur. Sejumlah karya ilmiah yang membahas sengketa ekonomi syariah bahkan terkesan miskin data kuantitatif tersebut.

Nah, pada 28 Agustus 2013 lalu, Tim Redaksi Majalah Peradilan Agama berhasil memperoleh data itu. Meski kurang komplit dan perlu divalidasi, setidaknya data itu bisa dijadikan pintu masuk untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan akurat.

Data itu berasal dari Direktorat Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag. Data itu meliputi perkara yang masuk dan diputus pengadilan tingkat pertama dan banding di lingkungan peradilan agama seluruh Indonesia sejak 2007 hingga 2012. Sejauh ini, data tersebut belum pernah dipublikasikan, baik di website maupun di laporan resmi.

Data tersebut beserta ulasan mengenai kompetensi peradilan agama di bidang ekonomi syariah akan menjadi salah satu menu yang disajikan dalam majalah Peradilan Agama edisi ke-2 yang diagendakan terbit pada pertengahan September 2013 ini.

(hermansyah)

Hubungi Kami

Gedung Sekretariat MA (Lt. 6-8)

Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 58 ByPass Jakarta Pusat

Telp: 021-29079177
Fax: 021-29079277

Email Redaksi : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
Email Ditjen : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Lokasi Kantor

 Instagram  Twitter  Facebook

 

Responsive Voice