Ketika Dua Hakim Agung dari Kamar Agama Terkesan dengan Pengadilan Jepang
Jakarta l Badilag.net
Dua hakim agung dari Kamar Agama Mahkamah Agung, Dr. H. Habiburrahman, M.Hum dan Dr. H. Hamdan, S.H., M.H., ternyata punya pandangan yang sama terhadap pengadilan di Jepang. Keduanya mengaku terkesan dengan pengadilan di Negeri Sakura itu.
Kesan itu mereka ungkapkan tidak lama setelah Dirjen Badilag Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H. meresmikan penggunaan timesheet pada rapat koordinasi Badilag dengan para Ketua PTA/MS Aceh di Jakarta, Kamis (27/3/2014).
Timesheet adalah aplikasi yang berguna untuk memantau aktivitas hakim dan pegawai pengadilan selama hari kerja.
Gara-gara mendengar istilah timesheet itulah, ingatan Pak Habib—panggilan Dr. H. Habiburrahman, M.Hum—langsung melayang ke Jepang, sepuluh tahun silam, ketika ia berkunjung ke sana.
“Timesheet ini menarik sekali. Dan ini mungkin, asosiasi saya, tidak kalah dengan apa yang pernah kami alami di Jepang tahun 2004,” tuturnya.
Di Jepang, menurut Pak Habib, pimpinan pengadilan beserta para hakim selalu online. Bukan berarti mereka selalu duduk di depan komputer, tapi mereka selalu terhubung melalui koneksi internet. Dengan begitu, pimpinan pengadilan di Jepang dapat memonitor apa yang dikerjakan hakim sejak masuk kantor hingga pulang.
“Jadi, monitoring pimpinan terhadap hakim-hakim itu dengan TI. Canggih. Itu sungguh sangat istimewa. Itu memperpanjang khayalan saya,” kata Pak Habib.
Pak Hamdan—panggilan Dr. H. Hamdan, S.H., M.H.—punya cerita yang tidak kalah menarik tentang pengadilan di Jepang. Jika Pak Habib terkesan dengan pemantauan kinerja hakim oleh pimpinan pengadilan, Pak Hamdan terkesan dengan kemudahan layanan yang diberikan dan pengaturan ruang kerja.
“Saya amati, di sana tidak ada uang yang dikelola pengadilan. Biaya perkara ada, tapi cuma buat beli meterai,” kata Pak Hamdan.
Bagaimana dengan biaya panggilan untuk para pihak yang berperkara? Menurut Pak Hamdan, biaya panggilan di pengadilan Jepang tidak ada. Itu karena di sana tidak ada jurupanggil yang di Indonesia diperankan oleh jurusita. Seluruh panggilan dilakukan oleh instansi yang mirip PT Pos.
“Panggilan itu tanggungjawabnya pos. Ada kerjasama dengan pengadilan,” Pak Hamdan menjelaskan.
Satu hal lagi yang membuat Pak Hamdan terkesan ialah penataan ruang kerja di pengadilan Jepang. Di sana, ketua pengadilan tidak punya ruangan sendiri, tapi berbaur dengan pegawai-pegawainya. “Jepang memang luar biasa,” ucapnya.
[hermansyah]
.