Kebijakan Mahkamah Agung terkait Akses Keadilan (Access to Justice) terhadap Kaum Rentan (Vulnerable Groups) menjadi Tema Bimtek Kaum Rentan Berhadapan dengan Hukum bagi Tenaga Teknis Peradilan Agama
Mahkamah Agung sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman memiliki keinginan mewujudkan Indonesia yang inklusif dengan memberikan pelayanan publik yang ramah bagi kelompok rentan/disabilitas. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Y.M. Syamsul Maarif, S.H., L.L.M, Ph.D. dalam Forum Bimbingan Teknis Kaum Rentan Berhadapan dengan Hukum Secara Daring Bertema “Kebijakan Mahkamah Agung terkait Akses Keadilan (Access to Justice) terhadap Kaum Rentan (Vulnerable Groups)” dan di moderatori Dr. Muhammad Iqbal, S.H.I., S.H, M.H.I (Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI pada Jumat (23/05/2025).
Upaya-upaya yang dilakukan Mahkamah Agung RI untuk memberikan pelayanan yang ramah bagi kelompok rentan, ungkap Y.M. Syamsul Maarif antara lain dengan pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di pengadilan, sidang diluar gedung pengadilan untuk mempermudah akses masyarakat karena adanya hambatan biaya, fisik atau geografis, layanan posbakum, memedomani asas mengadili perempuan berhadapan dengan hukum (PBdH), melakukan pemeriksaan (PBdH) dengan penggunaan audio visual jarak jauh bagi yang mengalami trauma, pertimbangan keamanan, atau perlindungan saksi dan korban, penyediaan layanan informasi publik yang ramah bagi kelompok rentan, serta penyediaan sarana dan prasarana pengadilan yang ramah bagi kelompok rentan.
Y.M. Syamsul Maarif, juga menjelaskan tentang arah kebijakan Mahkamah Agung RI terkait kelompok rentan seperti membentuk Kelompok Kerja (Pokja) penguatan akses terhadap keadilan bagi masyarakat dengan disabilitas dan bantuan hukum bagi kelompok marjinal dan telah menyusun rancangan Perma tentang pedoman mengadili perkara bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum di Pengadilan. Y.M. Syamsul Maarif pada sesi penyampaian materi turut menguraikan tentang arah kebijakan MA terkait Perma PDBdH (Perma Disabilitas Berhadapan dengan Hukum) dalam perkara cerai, poligami, nafkah dan hadhanah bahwa penilaian personal menjadi pertimbangan dalam mengadili perkara selain itu penyampaian salinan putusan dan pelaksanaan putusan harus mempertimbangkan akomodasi, aksesibilitas dan komunikasi bagi penyandang disabilitas dan perkara PDBdH ditangani oleh Hakim yang telah mengikuti pelatihan penanganan perkara disabilitas, jika tidak ada. Hakim senior atau minat pada isu disabilitas, perempuan dan anak.
Pada sesi Tanya jawab Pengadilan Agama Dataran Hunipopu menanyakan tentang penyediaan penerjemah untuk kaum disabilitas, diharapkan dalam rencana kedepan Mahkamah Agung dapat mengalokasikan anggaran untuk penerjemah sementara Pengadilan Tinggi Agama Ambon turut menanyakan tentang kebijakan penganggaran terkait pemenuhan SDM, sarana dan prasarana pada Pengadilan Tingkat Pertama dalam rangka pemenuhan kelompok rentan khusunya penyandang disabilitas. (H2o)