Hakim-hakim Peradilan Agama Produktif Menulis Buku
Deretan buku karya Ketua PTA Semarang Wildan Suyuthi. [Foto: pta-semarang.go.id]
Jakarta l Badilag.net
Ada acara tak biasa di Auditorium PTA Bandung. Di tempat itu, Rabu pagi (18/6/2014), PTA Bandung menyelenggarakan bedah buku.
Yang dibedah adalah buku karya Ketua PTA Bandung Chatib Rasyid berjudul “Bacalah Putusan Pengadilan Agama dalam Kasus Perceraian”.
Sesungguhnya Chatib Rasyid bukan satu-satunya hakim di lingkungan peradilan agama yang berhasil menulis buku. Berdasarkan penelusuran Badilag.net, di sela-sela kesibukannya memeriksa dan mengadili perkara, ternyata tidak sedikit hakim peradilan agama yang produktif menulis buku.
Produktivitas menulis buku itu tidak hanya muncul dari hakim senior yang sudah kenyang pengalaman, namun juga muncul dari hakim yunior yang belum lama mengabdi.
Para hakim agung yang ada di Kamar Agama saat ini hampir seluruhnya sudah pernah menulis buku. Di antara mereka yang paling banyak karyanya adalah Prof. Abdul Manan. Salah satu buku terbarunya berjudul “Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif Kewenangan Peradilan Agama”.
Di tingkat PTA, selain Chatib Rasyid, hakim senior yang belum lama ini merilis bukunya adalah Khalilurrahman yang kini menjadi Ketua PTA Jakarta. Ia menulis buku berjudul "Membangun Pengadilan Agama Yang Dipercaya dan Kompeten”.
Ketua PTA Semarang saat ini, Wildan Suyuthi, juga tergolong produktif menulis buku. Salah satu bukunya yang berhasil naik cetak berkali-kali berjudul “Sita dan Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan”.
Mukti Arto, yang kini jadi Wakil Ketua PTA Ambon, juga merupakan hakim senior di lingkungan peradilan agama yang cukup banyak menulis buku. Di antara karyanya adalah buku berjudul “Peradilan Agama dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”.
Di Badilag, Direktur Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama M Fauzan dan Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Hasbi Hasan juga beberapa kali menulis buku. Buku karya M Fauzan di antaranya adalah “Pokok-pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah di Indonesia” dan buku karya Hasbi Hasan salah satunya adalah “Kompetensi Peradilan Agama dalam Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah”.
Sementara hakim-hakim muda atau yunior yang sukses menerbitkan bukunya di antaranya adalah Cik Basir, hakim PA Lubuk Linggau, yang menulis buku “Penyelesaikan Sengketa Perbankan Syariah di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah”; Sugiri Permana, hakim PA Ciamis, yang menulis buku “Dasar Penetapan Kewarisan Pengadilan Agama”, hakim PA Banjarbaru Natsir Asnawi yang menulis buku “Hermeneutika Putusan Hakim”; dan Isna Wahyudi, hakim PA Badung, yang menulis buku “Fiqh ‘Iddah Klasik dan Kontemporer”.
Jika dicermati, buku-buku yang ditulis oleh hakim-hakim peradilan agama itu pada umumnya berkaitan dengan tupoksi dan kompetensi peradilan agama.
Sebagian dari buku-buku itu sedari awal memang berasal dari naskah yang dinatkan untuk menjadi buku. Namun sebagian lainnya merupakan bahan ajar untuk pendidikan dan pelatihan yang kemudian dibukukan.
Ada pula sejumlah buku yang diadaptasi dari karya ilmiah di kampus seperti skripsi, tesis dan disertasi. Selain itu, ada juga buku yang berasal dari kumpulan artikel yang pernah dipublikasikan oleh media massa.
Contoh buku jenis terakhir ini adalah buku berjudul “Pergulatan Hukum di Negeri Wani Piro” karya Achmad Fauzi, yang kini jadi hakim di PA Tarakan.
Yang tidak kalah menarik, ternyata yang produktif menulis buku bukan hanya hakim laki-laki. Ada pula buku karya hakim perempuan.
Contohnya adalah Djazimah Muqoddas. Wakil Ketua PTA Pontianak itu berhasil menulis buku berjudul “Kontroversi Hakim Perempuan pada Peradilan Islam di Negara-negara Muslim”.
Selain mereka yang disebutkan di tulisan ini, tentu masih ada hakim-hakim peradilan agama lainnya yang sukses membagi pengetahuan dan pengalamannya melalui buku.
Karena buku merupakan warisan sejarah yang bernilai tinggi, meskipun para hakim itu kelak purnabhakti, gagasan-gagasan mereka melalui buku akan terus memberi inspirasi.
[hermansyah]
.